Part 11

8.5K 684 1
                                    

Tubuh Kiara menegang dan membeku di tengah-tengah turunan jurang. Dia langsung memegang akar tanaman yang tebal sehingga dia tidak sampai jatuh ke dasar jurangnya. Haryono, Helena, Alvin, Vera, dan Tio ikut menoleh dan terkejut melihat Kiara jatuh ke jurang dan sedang bertahan memegang akar tanaman.

"KIARAA!!!!" jerit Vera. Vera hampir terjatuh jika tidak saja tangannya ditarik Alvin. Vera melihat Sinta yang memandang Kiara dengan pura-pura terkejut pula.

"Ini pasti ulahmu!" jerit Vera pada Sinta. Sinta pura-pura kaget atas tuduhan Vera.

"Apa salahku? Penuduh! Dia jatuh sendiri!" seru Sinta.

"Heh! Lu pikir gue enggak lihat tadi lu ngapain?!! Coba kalau gue udah tahu niat lu dari tadi, gue yang bakal dorong lu sampe jatuh ke dasar jurang dan enggak akan gue tolongin sama sekali!" bentak Alex. Sinta menegang. Dia lupa ada Alex di belakangnya. Sebelum Sinta berbicara, Alex langsung membentaknya.

"Jalan!" bentak Alex. Sinta menurut.

"Yang lainnya jalan!" teriak Alex. Yang lainnya juga menurut. Vera sebenarnya tidak mau meninggalkan Kiara yang wajahnya sudah memucat dari tadi di bawah. Karena bujukan Alvin, dia akhirnya berjalan menunggu Kiara dan Alex di jalan yang lebih aman.

Wajah Kiara memucat sambil memegang akar tanaman. Dia tidak berbicara sama sekali. Yang dia pikirkan adalah sekarang dia bisa selamat atau tidak. Dia sangat ketakutan dan ingin menangis. Kakinya terasa sakit karena keseleo. Alex dari jalan sana, berusaha menolongnya. Alex memberikan tangannya. Namun tangan Kiara tidak sampai menyentuh tangan Alex dan hal itu membuat Kiara semakin ketakutan.

"Kiara, Kiara, tenang ya," kata Alex lembut dari atas sana saat wajah Kiara semakin pucat. Kemudian dia tengkurap di atas jelan kecil itu. Sedikit menakutkan baginya. Tapi dia tidak mungkin meninggalkan Kiara di sana sendirian. Alex kembali mengulurkan tangannya. Dia mencondongkan tubuhnya sedikit ke jurang agar tangannya bisa lebih panjang. Kiara sedikit ragu-ragu. 

"Enggak akan dilepaskan, kan?" tanya Kiara pelan. 

"Ya ampun, Kiara! Kamu pikir aku cowok apaan?!" seru Alex meyakinkan. Dia tidak habis pikir dengan  Kiara yang bisa-bisanya berpikir dia akan melepaskannya dan membiarkannya jatuh ke dasar jurang. Dengan susah payah, Kiara berusaha meraih tangan Alex. Namun dia kesusahan meraih tangan Alex karena tangan yang satunya masih memegang akar. Kiara menjejak-jejakkan kakinya ke tanah agar bisa lebih tinggi. Sampai dia tidak sadar bahwa tangannya terlepas dari akar dan tangan yang satunya masih berusaha meraih tangan Alex. 

"KYAAA!" jerit Kiara sambil menutup mata. Jantungnya sudah berdebar-debar. Dia sudah membayangkan dirinya akan terluka-luka karena berguling-guling sampai ke dasar jurang. Tapi tidak ada yang terjadi. Kiara memberanikan dirinya membuka mata. Dia terkejut saat menyadari tangan kanannya sudah ditangkap oleh Alex. Alex yang di atas sana juga berdebar-debar. Dengan sekuat tenaga dia menarik tangan Kiara. Kemudian dia langsung menangkap Kiara dengan kedua tangannya dan memeluknya. 

"Gue udah bilang, kan? Gue enggak bakal ngelepasin," bisik Alex lembut. Kiara tidak menolak dalam pelukan Alex. Bahkan dia mulai menangis pelan di sana. Kiara memegang baju Alex erat karena sangat ketakutan.  

"Ra, kamu bisa jalan, kan?" tanya Alex. Kiara mengangguk. Alex melepaskan pelukannya dan melihat wajah Kiara yang pucat. 

"Ayo, semakin lama kita di sini, semakin bahaya," kata Alex lembut sambil membantu Kiara berdiri. Alex berjalan di depan dengan menggandeng Kiara di belakangnya. Alex bisa merasakan ketakutan Kiara dari gandengan Kiara sangat erat. Mereka harus berjalan pelan-pelan, karena kaki Kiara yang masih terasa sakit. Teman-teman mereka yang sudah menunggu di jalan yang lebih luas sangat senang saat melihat Alex datang bersama Kiara. Vera langsung membantu Kiara duduk di salah satu batu. Wajah Kiara masih pucat. Vera memberikannya minum. 

"Ih, Alex! Ngapain sih kamu bantu dia? Paling juga dia itu sandiwara," kata Sinta sinis. Dia menatap tajam pada Kiara kemudian menoleh pada Alex. Tatapannya tajamnya berubah menjadi ketakutan melihat ekspresi Alex yang marah dengan tangan yang menggepal di udara. 

"Kalo lu cowok, udah gue tinju lu dari tadi!" seru Alex marah. 

"Lex, kamu kok jadi marah-marah kayak gini sih? Biasanya sama mantan-mantan kamu yang lain kamu enggak semarah ini," kata Sinta pelan. Sinta pernah menjadi mantannya. Saat kelas 10. Alex enggak betah kalau lama-lama berada di dekat Sinta karena dia cerewet banget. Jadi akhirnya dia putuskan saja Sinta. Awalnya juga, dia enggak punya perasaan. Dia enggak pernah punya perasaan sama cewek siapa pun. Dia pacaran juga atas nama kepopuleran. 

Alex hanya diam. Dia berjalan meninggalkan Sinta menuju Alvin dan meminta minum padanya. Dia memperhatikan Kiara yang dari tadi hanya diam. Saat diajak bicara Vera, jawabannya hanya mengangguk atau menggeleng. Kiara sangat syok karena kejadian tadi. 

Matahari semakin memanas. Kiara akhirnya berdiri. 

"Ayo kita lanjut," katanya lirih. Tidak mungkin dia memulihkan diri di sini. Lagi pula dia juga sudah merasa lebih baik. Teman-teman yang lainnya ikut berdiri. 

"Yakin, Ra? Wajahmu masih pucat gitu," kata Helena khawatir. Aku menggangguk dan tersenyum lemah. Tiba-tiba saja, Alex menarik tangannya dan mengandengnya. Kiara berniat menarik tangannya lagi, tapi Alex lebih erat gandengannya. 

"Lu nurut sama gue sekarang!" paksanya. 

"Iya, Ra. Kamu masih lemas gitu. Apalagi kakimu sakit. Biar Alex bantu kamu," kata Vera lembut. Akhirnya Kiara menurut. Sinta yang melihat mereka, hanya memandangnya kesal. Alex terus menggandeng Kiara sampai di perkemahan. Dia menceritakan kejadian tadi kepada guru agar Kiara langsung di beri pertolongan lebih lanjut. 

"Wuih, bro. Gue lihat lu sama Kiara makin dekat ya," kata Handy tiba-tiba sambil menepuk bahu Alex. Alex hanya tersenyum masam. Tidak menjawab pertanyaan Handy. Dia langsung pergi ke tendanya. Hari ini dia sangat lelah. Tidak hanya fisik, tapi juga akalnya. 

Dua hari berjalan dengan cepat. Sampai akhirnya malam penutupan dan besok mereka bisa pulang ke rumah masing-masing. Kiara senang juga akhirnya hari-hari beratnya terlewati sudah. Malamnya, ada pesta api unggun sebagai penutupan. Kiara tersenyum saat melihat Vera sedang bercanda dengan Alvin. Dia memutuskan untuk memisahkan diri dari kerumunan. Dia menatap langit-langit yang penuh bintang. Dia membayangkan dirinya yang sekarang. Ternyata berbaur lebih menyenangkan daripada sendirian. Kiara tersenyum kecil. 

"Kok di sini?" tanya seseorang tiba-tiba. Kiara terkejut. Dia melihat Alex bingung menatapnya. 

"Eh, enggak papa. Hanya menjauh dari sana sebentar. Nanti balik lagi," kata Kiara. Alex memutuskan duduk di sebelah Kiara. Kiara menatapnya heran. 

"Apa?" tanyanya. Kiara menggeleng. Beberapa menit pertama, mereka hanya diam-diaman. 

"Lex, makasih ya," kata Kiara memecah keheningan. Alex menoleh. 

"Untuk?" tanyanya. 

"Ya, kamu udah nyelamatin aku waktu itu. Aku enggak tahu, apa yang akan terjadi kalau kamu enggak menolongku," kata Kiara. Alex hanya tersenyum. 

"Kiara, kenapa sih lu kayaknya benci gue? Padahal cewek-cewek lain ngejar-ngejar gue. Sedangkan lu, beda banget sama yang lain," kata Alex.

"Nah itu jawabannya," timpal Kiara. Alex menatapnya bingung.

"Hidupmu itu enggak nyata menurutku. Semua orang memujamu hanya karena kamu itu populer. Aku yakin teman dekatmu juga gitu. Kamu enggak tahu apa itu rasanya sakit. Untuk kedua kalinya aku yakin kamu enggak pernah serius dengan cewek. Suatu saat nanti saat kamu jatuh, apa fans-fansmu itu setia?" jelas Kiara panjang lebar. Alex bengong mendengarnya.

"Lu ngomong apa sih? Bahasa lu tinggi banget. Dasar orang pintar," kata Alex. Kiara menoleh padanya.

"Suatu saat kamu akan tahu," kata Kiara. Dia tersenyum manis. Alex tertegun.

Senyuman itu, selalu membuatnya lupa bahwa Kiara hanyalah cewek taruhannya.

Jangan lupa vote dan komennya :) Semangat nulis sebelum uas!

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang