Part 38

7.7K 530 16
                                    

Nanti bisa di dengerin pas ada lirik lagunya :))

***

9 Januari 2016

Kiara's POV
Tidak ada yang lebih menyenangkan di Sabtu pagi selain tidur lagi. Aku selalu punya niat untuk bangun pagi lalu olahraga. Tapi sayang, itu hanya sebatas niat.

Aku bergerak tidak nyaman di atas kasurku. Rasanya panas sekali. Biasanya juga tidak sepanas ini. Aku terpaksa membuka selimutku. Sungguh malas kalau harus membuka mata dan mendinginkan AC. Aku memang parah deh.

Sesuatu yang licin menyentuh pipiku. Aku menyingkirkannya. Eh? Kok terbang? Aku membuka mataku sedikit. Apa ini? Balon? Aku melebarkan mataku.

"HAPPY BIRTHDAY, KIARA!"

Eh????????!!!!!!
Sekarang tanggal berapa ya? 9 Januari? Aku lupa sekarang adalah hari ulangtahunku. Aku melihat Alvin, Bram, Vera, Lilia, Ibu, dan Ayah tersenyum menatapku. Ibu membawa sebuah kue tart coklat dengan lilin berangka 1 dan 7. Yap! Sweet seventeen! Huaaaa, aku senang mereka memberi kejutan.

"Waaaahhhhh!" seruku kaget. Mereka mendekat ke kasurku. Ibu mengulurkan kue tart coklat padaku.

"Sekarang anak ibu sudah besar," kata ibu. Aku tersenyum. Aku mengucap harapan dalam hati. Kemudian aku meniup lilin itu. Semuanya bersorak.

"Cieeee yang udah 17 aja," goda Alvin.

"Apa nih harapannya?" tanya Bram ikut menggoda.

"Rahasia lah. Pengen tahu aja," balasku sambil tertawa kecil. Vera menyeragkan kotak kecil berbungkus kertas kado.

"Buat kamu," katanya.

"Waahh, makasih. Boleh kubuka?" tanyaku. Vera mengangguk. Aku membuka kertas kadonya. Terlihat kotak kecil bewarna ungu. Aku membuka tutup kotak kecil itu. Aku terkejut saat melihat kalung putih berbandulkan huruf K dengan hiasan permata. Aku mengangkat kalung itu.

"Huaaa, bagus banget! Makasih banget, Vera!" seruku. Aku memeluk Vera. Vera tersenyum. Sekarang giliran Alvin dan Bram membawa satu kado tapi dibawa berdua. Padahal kadonya juga enggak besar. Aneh kalo dibawa berdua begitu.

"Gue sama Alvin enggak tahu lu suka apa. Jadi kita beliin ini aja. Semoga lu suka deh," kata Bram. Aku mengambil kado merah polos dari mereka sambil memasang wajah heran. Kira-kira apa ya?

Aku melongo saat melihaat tiga buah buku latihan olimpiade muncul dari balik kertas kado merah polos itu. Aku menatap Bram dan Alvin. Bram dan Alvin hanya tertawa.

"Kalian memang teman yang sangat baik," komentarku. Kemudian ibu dan ayah mendekat. Aku tersenyum menatap mereka.

"Ibu dan ayah enggak bisa ngasih kado kayak temen-temenmu," kata ibu.

"Enggak papa kok, Bu. Kiara udah seneng banget ibu ada di sini. Setelah 8 tahun ibu enggak pernah ngelihat Kiara ulang tahun. Makasih ibu sudah ikut memberi kejutan," kataku. Ibu tersenyum. Beliau menoleh pada ayah.

"Tapi rasanya aneh ya, kalau kita enggak kasih kado. Padahal teman-temannya ngasih," kata ayah sambil menatap ibu. Aku menatap mereja berdua bergantian. Jadi mereka punya kado?

"Hmm... ibu dan ayah berencana untuk.... bersama-sama denganmu lagi," kata ayah sambil menatapku. Aku mendelik. Seketika itu aku langsung menjerit. Satu harapanku telah terkabul. Aku langsung memeluk ayah dan ibu.

"Ini kado terindah yang pernah Kiara dapatkan!" seruku senang. Ibu dan ayah hanya tertawa kecil.

Tunggu! ke mana Alex? Kok dia enggak ada di sini? Dia enggak ikut ngasih kejutan?

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang