Aku dan Alex duduk di karpet sambil memandangi Lilia yang tertidur. Aku heran kenapa dia mau bicara denganku hanya berdua. Kayaknya aku udah enggak punya urusan lagi dengannya.
"Mau ngomong apa?" tanyaku.
"Kenapa enggak masuk?" tanya Alex balik. Sudah kuduga ini pertanyaanya. Tapi aku enggak mungkin cerita padanya.
"Sakit," jawabku berbohong. Alex diam. Kuharap dia percaya.
"Enggak. Gue yakin lu enggak sakit," katanya. Huaaaa, aku harus pakai alasan apalagi nih. Aku hanya diam. Tidak berani menatapnya.
"Ra," panggilnya. Aku hanya mejawabnya dengan gumaman. Aku jadi ingat kejadian tadi malam
"Kiara, lihat gue. Gue lagi ngomong sama lu," katanya sambil menarik bahu gue.
"Loh, Ra! Kok nangis?" tanya Alex bingung.
"Ha, nangis? Masa sih? Kelilipan nih," kataku sambil mengucek mataku dan tertawa. Alex hanya diam. Alex, berhentilah menatapku seperti itu. Tatapannya itu membuatku jadi salah tingkah. Alex menyebalkan. Tapi dia bisa menjadi orang yang sangat lembut dan membuatku nyaman bersamanya. Seperti kejadian LDKS saat itu.
"Lu enggak percaya sama gue?" tanya Alex. Aku tetap diam.
"Ra, lu kan udah tahu tentang gue. Lu udah bantuin gue dan Lilia baikan kemaren. Please, Ra, gue pengen denger cerita tentang lu," kata Alex memohon. Kok jadi dramatis gini sih? Aku berharap Lilia bangun sekarang juga dan membawa kakaknya ini pulang.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu. Aku melihat ayah dan... perempuan itu lagi! Sialan mau apa dia?! Kenapa dia muncul lagi di hadapanku. Aku melirik Alex yang terkejut dengan kehadiran ayahnya. Dia berdiri kemudian tersenyum pada ayah.
"Selama malam, Om, Tante. Saya..." perkataan Alex kupotong dengan tarikan tanganku yang memaksanya untuk duduk kembali.
"Ayah enggak peduli siapa kamu. Kamu cuma ganggu Ayah aja," sindirku.
Alex's POV
Seorang lelaki dan perempuan yang kuduga adalah orangtua Kiara masuk ke rumah. Mampus gue! Lilia juga tidur di sofa lagi. Kayak gue enggak sopan jadi tamu. Gue langsung berdiri.
"Selama malam, Om, Tante. Saya..." perkataan gue berhenti saat tangan gue ditarik Kiara.
"Ayah enggak peduli siapa kamu. Kamu cuma ganggu ayah aja," kata Kiara dingin. Gue kaget. Ada apa ini?
Lelaki itu mendekat ke arah Kiara. Beliau memberikan Kiara amplop yang gue duga berisi uang.
"Ayah ada tugas ke luar kota. Ini jatah uang untuk satu minggu," kata lelaki itu. Kiara mengambilnya dengan kasar.
"Tugas atau kencan? Buat satu bulan kayaknya cukup deh, Yah. Enggak perlu buru-buru pulangnya. Kiara sendirian kok," kata Kiara. Gue bengong mendengarnya. Ayah Kiara menghela nafas. Lelaki itu menoleh padaku. Gue hanya bisa tersenyum.
"Tolong jagain Kiara ya," kata ayah Kiara sambil mengelus kepala Kiara. Eh? Kok gue yang disuruh jagain? Gue hanya mengangguk. Kemudian ayah Kiara keluar lagi dengan perempuan tadi. Gue menoleh pada Kiara yang matanya berkaca-kaca. Gue jadi enggak tega. Gue kasihan melihatnya. Gue selama ini salah menilainya. Gue kira Kiara itu cewek yang nyebelin banget. Selalu buat masalah dengan gue. Tapi malam ini, gue merasa Kiara sangat kesepian.
"Sekarang kamu tahu kan kenapa?" tanya Kiara dengan suara bergetar. "Orangtuaku cerai sejak aku kecil. Aku diasuh ayah dan aku dilarang bertemu ibu. Tapi lihat ayahku! Aku enggak butuh uang ini. Aku hanya ingin ayahku dan ibuku kembali," ceritanya sambil membanting amplop yang diberikan ayahnya tadi. Refleks, gue tarik badannya dan gue peluk dia. Kiara enggak menolak. Tangisannya langsung pecah di pelukan gue. Dia cerita semuanya. Jujur, ini baru pertama kalinya, gue melihat cewek setegar dia. Mantan-mantan gue, beda jauh sama sikap Kiara. Sangat berkebalikan malahan.
"Jangan lu simpen semuanya sendirian. Ada gue di sini, Ra. Ada Vera yang juga sudah akrab sama lu. Lilia juga sayang banget sama lu. Lu enggak sendiri," bisik gue lembut. Tangisan Kiara mulai memelan. Dia mengatur nafasnya.
Untuk pertama kalinya, gue enggak tega lihat perempuan nangis. Semua cewek yang gue kenal, manja sama gue, dan gue enggak pernah peduli mereka nangis. Karena gue tahu mereka cuma nangis pura-pura. Gue enggak mau kalau lihat Kiara enggak bisa senyum kayak biasanya. Gue enggak mau Kiara balik kayak dulu lagi saat gue dan dia baru pertama bertemu.
Semenjak ketemu dengannya, gue menjadi Alex yang berbeda. Alex yang biasanya selalu dikejar-kejar cewek, sekarang dengan sendirinya datang ke rumah Kiara, cewek yang sama sekali enggak mengharapkan kehadiran gue. Cewek yang selalu berharap gue peluk, gue dengan sendirinya menarik Kiara ke pelukan gue tanpa dia minta. Tapi gue enggak pernah merasa rugi. Gue belajar dari Kiara. Enggak semua cewek itu sama. Selama ini gue selalu menganggap semua cewek itu sama. Gue turutin apa yang dia mau, maka cewek itu bakal tunduk dengan gue. Kiara berbeda.
Pertemuan kita emang buruk. Tapi gue berharap apa yang akan kita jalani bersama-sama nanti, semuanya akan terasa lebih indah.
Kiara's POV
Sudah enggak ada Kiara yang dingin lagi. Mau masalah apapun yang menimpaku, aku akan selalu ceria. Ada Vera, Lilia, dan Alex yang selalu siap sedia menolong dan menghiburku. Mungkin masih ada orang yang menganggapku aneh karena perubahan drastisku ini. Padahal bagiku ini bagus, kan? Satu-satunya hal yang menurutku aneh adalah sikap Alex. Dia jadi lebih ramah, peduli, lembut denganku daripada saat awal kita bertemu. Aku jadi sering disinisin cewek-cewek lain deh. Enggak hanya itu. Aku juga enggak tahu sejak kapan Alex bisa dekat dengan Alvin dan sudah enggak pernah kulihat lagi dia bersama ketiga temannya yang biasanya. Akhirnya Alvin jadi kena dikejar-kejar cewek juga. Dasar Alex!
Abaikan soal Alex. Akhir-akhir ini aku dibingungkan dengan coklat batangan yang selalu mampir ke tempat dudukku tanpa pengirim tapi ditunjukkan untukku. Biasanya sih aku langsung kasih ke Vera karena aku enggak suka orang yang ngasih ginian tanpa nama. Tapi berhubung hari ini aku enggak bawa uang dan jajan, coklat ini jadi penyelamatnya.
"Widih, coklat siapa tuh?" tanya Alvin yang tiba-tiba duduk bersama Alex di meja kantinku dan Vera.
"Kiara sekarang udah banyak fansnya. Itu coklat dari penggemar rahasianya. Biasanya sih dikasih ke aku. Tapi dia lagi miskin hari ini," goda Vera. Aku hanya tersenyum sambil pura-pura memamerkan coklatku. Belum sempat aku makan, coklatku langsung diambil oleh Alex.
"ALEX!" jeritku.
"Kembalikan coklatku!" teriakku kesal. Enggak peduli dilihatin anak sekantin. Pokoknya aku lapar sekarang!
"Cempreng banget sih suara lu. Lu itu ga boleh makan beginian. Nanti lu cepet gendut loh. Apalagi coklat ini kan belum tentu sehat. Lu makan ini aja ya," kata Alex menyerahkan kotak makan padaku.
Aku menatapnya bingung dan membuka kotak makannya.
Cupcake?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen Fiction[Beberapa part hanya bisa dibaca oleh followers] Kiara tidak pernah ingin jatuh di lubang yang sama. Tidak untuk kesekian kalinya merasakan sakit hati. Baginya hidup sendiri itu lebih menyenangkan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan mereka, yang me...