Part 36

6.1K 521 10
                                    

Kiara tidak sabar. Berulang kali Vera mengingatkan untuk sabar. Sedangkan ibunya menyetir. Alvin dan Bram ke rumah sakit naik sepeda motor masing-masing.

Butuh sekitar waktu satu jam untuk sampai ke rumah sakit karena jalan sangat padat. Alvin dan Bram sudah sampai dari tadi karena mereka naik motor jadi lebih mudah. Alvin menelepon Vera untuk naik ke lantai 5 menuju kamar 507. Rumah Sakit Pondok Indah juga sangat ramai malam ini. Memang tempat ini dijadikan salah satu rumah sakit yang menampung kecelakan pesawat karena dekat bandara.

"Gimana keadaan Alex?!" tanya Kiara sangat khawatir saat baru sampai di depan kamar. Nafasnya tidak teratur. Terlihat Ray, Bram, dann Alvin yang murung.

"Kritis. Dia kehilangan banyak darah dan persediaan darah di sini kurang. Untungnya golongan darah gue sama" jawab Ray. Kiara terkejut.

"Makasih, makasih, makasih, Ray," kata Kiara terisak di hadapan Ray sambil menutup mukanya.

"Alex dengan mudah bisa ditemukan karena tubuhnya di dekat bangkai pesawat. Dan gue beruntung ada orang yang menemukan ini," kata Ray menyerahkan ponsel pada Kiara. Kiara mengangkat wajahnya dan menatap ponsel Alex.

"Orang yang ada di lock screen ponsel Alex, yang gue yakin penumpang yang di rawat bokap gue adalah Alexnya lu," kata Ray. Kiara tidak mengerti. Dia mengambil dan menyalakan ponsel Alex. Terlihat wallpaper lock screennya menampilkan seorang gadis yang tersenyum. Kiara terharu melihat gadis itu. Gadis itu adalah dirinya. Kiara tidak pernah tahu kalau Alex memfotonya secara diam-diam. Tangisannya hampir pecah. Namun, dia berusaha menahan dirinya untuk tidak histeris.

"Apa Alex belum bisa dijenguk?" tanya ibu Kiara. Alvin menggeleng.

"Dia lagi dioperasi," jawab Alvin.

"Operasi?" tanya ibu Kiara lagi. Alvin tidak mau menjawab. Begitu juga Bram. Ray pun begitu.

"Operasi apa?" tanya Vera lagi. Ray menatap Bram dan Alvin. Tidak ada tanda-tanda dari mereka yang ingin menjawab pertanyaan itu. Ray menghela nafas.

"Kaki kirinya terjepit badan pesawat yang cukup besar. Jadi.... kaki kirinya tidak bisa digunakan lagi dan.... terpaksa diamputasi," jawab Ray dengan nada sedih. Ibu Kiara, Kiara, dan Vera kaget.

"Tenang, tenang, tenang," Kiara berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dia tidak mau terlalu menangisi hal ini. Ini sudah takdir. Dia yakin, Alex pasti baik-baik saja.

"Aku ingin menenangkan diri sendiri dulu," kata Kiara. Kemudian dia langsung pergi. Dia turun dan menyusuri lorong koridor yang ribut. Banyak tangisan terdengar. Miris hati Kiara mendengar dan melihatnya. Kiara berjalan menuju taman rumah sakit. Dia duduk di salah satu bangku taman.

Pikirannya tidak jelas entah ke mana. Dia tidak mau kehilangan Alex. Ini baru pertama kali, Kiara punya perasaan sekuat ini pada lawan jenis. Dulu, orang-orang hanya mengatakan cinta monyet. Dia membayangkan kejadian-kejadian dulu dia bersama Alex.

Tiba-tiba petir menyambar. Diikuti suara gemuruh yang berulang kali. Kiara menatap langit. Tidak ada bintang atau bulan yang terlihat. Langit mendung. Seolah ikut merasakan kesedihan hari ini. Tak lama kemudian tetesan-tetesan air mulai berjatuhan. Bersamaan dengan tetesan air mata Kiara yang kembali menetes.

*****

Kiara tidak pernah absen menjenguk Alex. Setiap hari pasti dia ke sana. Sudah hampir dua minggu Alex dirumah sakit. Kata dokter keadannya mulai membaik. Tapi belum ada ada tanda-tanda kesadaran dari Alex. Dia selalu menghibur Lilia yang sedih memikirkan keadaan abangnya itu. Orangtua Alex sampai terharu melihat Kiara yang selalu bisa membuat Lilia tenang.

Banyak teman-teman dan fansnya Alex yang datang menjenguk. Kadang ada fans Alex yang kecewa saat mengetahui kaki kiri Alex diamputasi. Rasanya Kiara ingin meninjunya satu-satu. Sinta juga ke sana. Dan dia tidak sengaja mengejek Alex dihadapan kedua orangtua Alex dan Lilia.

"Ya ampun Alexku sayang!" pekik Sinta saat baru saja Lilia membuka pintu. Waktu itu hari Sabtu, Kiara, Alvin, Vera, dan Bram ada di sana. Tapi saat Sinta menjenguk hanya ada Kiara dan Lilia

"Eh ini pasti ulah lu, kan? Alex jadi kayak gini?" tanya Sinta sinis pada Kiara. Kiara hanya diam.

"Enggak ada yang nyuruh masuk," kata Lilia sinis juga. Ada ide melintas di pikiran Kiara.

"Sin, tahu enggak, kaki kirinya Alex harus diamputasi?" tanya Kiara. Sinta terkejut mendengarnya.

"What?! Si Alex kaki kirinya diamputasi? Maksud lu sekarang kakinya dia cuma satu?" tanya Sinta tidak percaya. Kiara mengangguk.

"Aduh, sayang banget sih. Ganteng-ganteng gitu tapi cacat. Pasti fansnya banyak yang kecewa," kata Sinta kecewa. Kiara mendelik mendengarnya. Apalagi Lilia. Belun sempat Lilia marah terdengar suara orangtua Alex dari pintu.

"Sepertinya saya baru mendengar seseorang menghina anak saya," kata ibu Alex. Sinta mendelik. Dia menoleh. Dia terkejut melihat orangtua Alex menatapnya tajam. Sinta meringis.

"Keluar kamu!" seru ayah Alex.

"Eh eh, Om kok gitu sih. Maksud saya bukan gitu," kata Sinta bingung menjelaskan. Kiara langsung menariknya keluar dari kamar Alex.

"Kamu udah keterlaluan, Sin. Lidahmu itu lebih tajam dari pisau. Menurutmu, perkataanmu itu biasa saja. Tapi bagi orang lain, itu menyakitkan, Sin," nasihat Kiara.

"Aku enggak tahu apa hatimu sudah berubah jadi batu atau belum. Tapi selalu ada kesempatan untuk berubah. Jaga mulutmu itu," lanjut Kiara tegas. Setelah itu dia meninggalkan Sinta yang terbengong-bengong.

"Siapa sih cewek itu? Papa kayak pernah lihat," keluh ayah Alex.

"Mantannya Kak Alex," jawab Lilia masam.

"Itu cewek yang pernah nyelonong masuk ke rumah bukan sih? Mama sampe ngira dia maling," kata ibu Alex kesal. Kiara jadi teringat cerita Bi Inem yang lalu. Kiara senyum-senyum sendiri.

"Tapi untungnya ya, sekarang ceweknya Alex baik sekali," kata ibu Alex melihat kepada Kiara. Kiara bingung.

"Belum pacaran, Ma. Kak Alex itu malu-malu kalau sama Kak Lilia," timpal Lilia tersenyum menggoda pada Kiara. Kiara tertawa kecil.

"Apaan sih, Lilia? Ada-ada aja," katanya sambil mengacak-acak rambut Lilia.

*****

Keesokan harinya, Kiara baru bisa ke rumah sakit malam hari. Pagi dan siangnya dia harus mengerjakaan tugas-tugasnya yang terkubur gara-gara tragedi Alex ini.

Kiara sendiri di kamar. Orangtua Alex ada urusan. Lilia ikut turun bersama Vera, Alvin, dan Bram mencari makan. Kiara memilih tinggal di kamar dan minta dibungkuskan makanan saja. Kiara duduk di samping kasur Alex

"Lex," panggil Kiara. Hanya terdengaar suara helaan nafas. Kiara memandangi selang infus dan selang nafas yang terpasang di tubuh Alex. Dia menatap wajah Alex yang lebam-lebam. Tapi tidak sedikit pun mengurangi ketampanannya. Kiara merasakan dadanya yang sesak.

"Alex!" panggil Kiara lagi. Kiara merasa jadi orang gila karena dia juga tahu Alex tidak akan menjawab panggilannya. Kiara menggenggam tangan Alex.

"Kamu kenapa enggak bilang sih kalau mau pergi?" tanya Kiara lirih. Hanya terdengar hembusan nafas.

"Aku hanya butuh waktu untuk nenangin diri. Bukan berarti aku mau jauh dari kamu. Bukaan berarti aku mau ninggalin kamu," kata Kiara lagi. Sekali lagi, terdengar hembusan nafas saja.

"Tapi, kalau bukan karena taruhan itu, mungkin aku enggak akan pernah dekat denganmu. Aku enggak akan pernah merasakan perasaan ini ke kamu," kata Kiara lagi. Dia menghela nafas. Kiara menundukkan kepalanya. Dia mengangkat tangan Alex dan menaruhnya di dahinya. Dia menghela nafas.

"Iya, Lex, aku ngaku. Aku sayang sama kamu. Kamu jangan nyiksa aku gini terus dong. Aku selalu mikirin kamu. Cepetan bangun, Lex! UAS bentar lagi. Aku enggak mau nilaiku turun gara-gara mikirin kamu" lanjut Kiara. Dia tersenyum sendiri di bawah tangan Alex yang masih dia genggam dan ditaruh di dahinya.

"Aku kangen," kata Kiara pelan. Suasana hening beberapa menit.

"Apa, Ra? Kok jadi pelan banget suaranya?" tanya Alex tiba-tiba. Kiara terkejut. Dia langsung melihat Alex. Dia sudah tidak memakai selang nafas. Alex tersenyum manis. Kiara mendelik. Wajahnya merah padam.

"ALEX! KAMU NGERJAIN AKU YAAA!!!!!!!"

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang