Part 19

6.9K 528 1
                                    

Sesuai perjanjian tadi, gue ke halaman belakang sekolah untuk ketemu Aldi. Halaman belakang sekolah termasuk tempat menyeramkan di SMA ini. Karena hanya dipergunakan untuk gudang. Orang-orang yang melihat bangunan SMA ini pasti gak nyangka halaman belakangnya seseram ini.

Gue melihat Aldi sudah menunggu gue sambil merokok. Hah, dan dengan dia yang perokok begitu dia mau dekati Kiara. Seberandalannya gue, gue anti merokok. Aldi bisa dibilang lebih rajin di mata guru daripada gue. Tapi mungkin para guru harus melihat kelakukannya ini.

Dia menyadari kehadiran gue. Dia tersenyum mengejek kemudian membuang rokoknya dan menginjaknya.

"Lu pacaran sama Kiara?" tanya Aldi.

"Lu udah denger jawab Kiara apa, kan?" tanya gue balik. Kayaknya gak perlu di perjelas lagi. Aldi menghela nafas.

"Kenapa sih lu enggak pacaran sama dia?" tanyanya.

Pengennya! Tapi dianya benci gue, jawab gue dalam hati. Enggak mungkin gue jawab itu ke Aldi.

"Emang kenapa?" tanya gue.

"Gue lihat lu deket sama dia. Lu enggak usah bohong deh kalau lu pacaran sama dia," katanya. Dih, apaan sih anak ini. Udah dibilangin enggak pacaran enggak percaya.

"Terserah lu deh. Lu ke sini cuma buat ngomong itu aja? Mendingan gue balik aja tadi," kata gue menyesal. Gue berniat balik.

"Yah, sayang banget lu gak pacaran sama Kiara. Rencana gue gagal dong. Untungnya gue belum sempet ngeluarin uang banyak," gumam Aldi. Gue menghentikan langkah. Apa maksudnya? Gue menoleh padanya.

"Ha? Rencana apa?" kata gue penasaran. Aldi tersenyum jahat pada gue. Gue enggak ngerti.

"Yah, karena rencanya juga udah gagal. Lu boleh tahu deh. Gue sebenanya cuma mau manfaatin Kiara aja sih. Buat bales dendam ke lu," katanya santai. APA?!! MANFAATIN KIARA?!! Gue mengepalkan tangan.

"Bales dendam?" tanya gue tajam.

"Lu inget tanggal jadian lu sama Sinta?" tanya Aldi. Gue mengerutkan kening. Sinta adalah mantan terkahir gue yang gue putusin sebelum UKK. Tanggal jadiannya berapa ya? Tanggal 2 Desember.... ah bukan itu sama Vira, mantan gue kelas 3 SMP awal. Atau tanggal 7 Februari ya.... eh bukan sih. Itu jadian gue sama Lita, mantan gue setelah Vira. Atau 18 September yah...bukan deh kayaknya, itu sama Rita. Ah banyak banget deh. Gue enggak inget, dan seinget gue bukan gue yang nembak deh. Tapi Sintanya yang maksa dan ngikutin gue terus.

"Lu tahu enggak, gara-gara lu, Sinta mutusin gue!!" serunya tiba-tiba marah.

"Terus salah gue gitu? Orang dianya yang ngikut gue terus. Atas saran temen-temen gue, yaudah gue terima aja tembakannya itu," kata gue santai. Lagian akhirnya gue sadar Sinta itu cerewet banget, manja, dan sombong. Gue enggak tahan sama dia. Cuma tiga bulan, dan gue akhirnya gue putusin dia. Jauh banget sama Kiara.

"Iyalah salah lu! Lu itu udah jadi PHO gue sama Sinta. Gue udah ngasih semuanya ke Sinta, dan gue enggak tahu kenapa dia mesti milih lu! Dan akhirnya kalian jadian, Sinta mutusin gue!" serunya dalam keadaan marah.

"Sejak saat itu, gue bersumpah akan balas dendam sama lu," lanjutnya.

"Waktu gue tahu lu deket sama Kiara, awalanya gue enggak yakin. Apalagi waktu pertemuan pertama kalian di kantin. Tapi setelah LDKS, gue lihat lu peduli banget sama Kiara. Gue pikir lu dan Kiara pacaran. Gue berniat menjalankan sumpah gue. Gue suruh Tio buat pura-pura mengaku mergokin gue ngasih coklat ke Kiara dan menyebarkan ke kelas supaya lu cemburu," ceritanya.

BRUK!! Aldi jatuh tersungkur karena tinjuan gue yang keras. Gue menatapanya tajam dan mengancamnya.

"Lu punya masalah sama gue. Kalau lu marah, marahnya sama gue. Jangan jadi banci dengan balas dendam ke cewek! Lu enggak bisa manfaatin Kiara semau lu. Kiara itu cewek baik-baik yang enggak pantes lu jadiin mainan. Sampe gue lihat lu deket sama Kiara lebih dari 5 meter, gue enggak akan segan-segan melakukan yang lebih kejam daripada ini," kata gue mengancam Aldi yang memegangi pipinya. Gue melihat darah mengalir dari ujung mulutnya. Ini akibatnya kalau dia macam-macam dengan Kiara.

"Lu bukan siapa-siapanya Kiara, kan? Kenapa lu marah?" tanya Aldi. Kurasa gue enggak perlu ragu lagi untuk menjawab pertanyaan kayak gitu. Tapi gue enggak akan jawab itu ke Aldi.

"Bukan urusan lu! Inget ya, gue enggak pernah main-main sama omongan gue!" seru gue lagi sebelum meninggalkannya. Oh iya, gue inget satu hal.

"Lu ambil Sinta lagi sana. Gue enggak pernah berharap dia jadi mantan gue," kata gue. Setelah itu gue pergi.

Author's POV

UTS akhirnya tiba. Kiara mulai sibuk belajar agar dia bisa menjadi ranking 1 lagi. Mungkin bagi anak lain, UTS tidak terlalu penting daripada UKK atau UAS. Tapi bagi Kiara semuanya sama. Dia selalu mengurung diri di kamar hanya untuk belajar. Dia tidak peduli Alex yang sering menghubungi atau mencarinya. Kalau bertemu dengannya, kacau sudah jam belajarnya. Sekarang UTS lebih penting. Bahkan dia sering lupa makan kalau Vera tidak memaksanya makan.

Sedangkan Alex yang berniat meminta Kiara mengajarinya jadi kesal karena mulai dari hari pertama UTS Kiara tidak menjawab teleponnya. Bahkan waktu ketemu sekolah aja enggak sempat. Masuk langsung ujian, kemudian waktu istirahat Kiara menghilang entah kemana. Vera juga tidak mau memberitahu Alex di mana Vera sesuai permintaan Kiara. Kalau yang biasanya nilai Alex jelek karena nongkrong sama teman-temannya, sekarang nilainya tidak jauh beda gara-gara memikirkann Kiara. Karena itu dia harus sering pulang sore untuk melaksanan remed yang dilakukan di hari yang sama.

Sampai akhirnya satu minggu lebih berlalu. Hari ini adalah hari terkahir UTS yaitu Kimia. Begitu bel tanda ujian berakhir berbunyi, teriakan senang langsung bergemuruh. Alex memandang jam dengan khawatir. Dari tadi kakinya tidak bisa diam. tangannya mengoyang-goyangkan pensil kayunya. Dia terus memperhatikan pengawas yang sedang mengambil lembar soal dan jawaban.

"Baiklah bapak akhiri hari ini. Semoga nilai UTS kalian bagus-baagus semua. Saya akhiri, Selamat pagi," kata Pak Ari selaku pengawas. Alex memandang Pak Ari yang berjalan keluar. Setelah Pak Ari keluar, kelas rangsung rusuh. Alex langsung berjalan keluar. Dia menuju ke kelas 11 IPA 2. Kelas itu sudah diakhiri dari tadi. Terlihat anak-anak lalu lalang masuk ke kelas. Alex mempercepat langkahnya.

"Kiara mana?" tanya Alex pada salah seorang lelaki 11 IPA 2 yang baru saja keluar kelas. Lelaki itu terkejut melihat Alex yang tiba-tiba menghadangnya.

"Eh, Kiara? Dia udah keluar dari tadi sambil bawa tasnya. Mungkin langsung pulang. Dia selalu begitu karena dia yakin enggak ada remedi," jawabnya. Alex kembali ke kelas dengan wajah murung. Sayangnya dia tidak seyakin Kiara bahwa nilai UTS Kimianya enggak remedi. Dia membanting tasnya ke lantai. Kemudian membanting tubuhnya sendiri ke kursi.

"Shit! Kapan sih anak itu bisa gue temuin?!" umpat Alex kesal.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang