Part 14

8.2K 710 3
                                    

Aku menatap pintu coklat bertuliskan LILIA dengan huruf yang berwarna-warni. Kenapa jadi gugup begini yah? Aku mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Aku mengetuk pintu lagi. Tidak ada jawaban lagi. Aku mengetuk pintu lagi. Aku melihat gagang pintunya bergerak dan terbuka sedikit. Seorang gadis kecil mengintip dari dalam.

"Kak Alex?" katanya pelan. Huaaaa kasian sekali sih anak ini. Jelas banget kalau dia berharap kakaknya yang jemput. Tatapan sedihnya berubah menjadi tajam saat melihatku. Aku tersenyum.

"Hai, Lilia. Makan malam sudah siap di bawah. Lilia enggak mau makan?" tanyaku ramah. Lilia membuka pintunya. Dia masih menatapku tajam.

"Ngapain kakak ke sini?! Lilia enggak bakal gangguin kakak sama Kak Alex pacaran. Sana pergi!" usir Lilia kasar. Lilia berniat masuk ke kamar, tapi aku menarik tangannya pelan.

"Eh, eh, kok pacaran sih? Kakak enggak pacaran dengan Kak Alex kok. Kakak ini cuma temannya saja," kataku bingung. Lilia masih menatapku tajam. Dia menarik tangannya dariku dengan kasar.

"Lilia benci semua cewek yang di bawa Kak Alex ke sini. Semuanya membenci Lilia. Semuanya marah sama Lilia. Lilia hanya penganggu!" katanya dengan suara bergetar. Anak ini jujur banget. Matanya yang lebar berkaca-kaca. Aku mengelus rambutnya.

"Lilia kan belum kenal kakak. Kenalkan, kakak namanya Kiara. Panggil saja Kak Kiara. Kak Kiara paling suka lho sama anak kecil. Apalagi kayak Lilia gini. Udah cantik, imut lagi," kataku berusaha menghiburnya. Oke! Itu adalah sebuah kebohongan. Aku benci banget sama anak kecil. Apalagi yang cenggeng. Tapi entah kenapa, aku benar-benar ingin membantu Alex dan Lilia berbaikan. Aku selalu ingat saat Vera bermain dengan adeknya, Rere. Akur sekali. Bahagia kalau aku melihat mereka. Jadi aku juga pengen lihat Alex akur sama adeknya.

Tatapan Lilia padaku berubah menjadi datar. Dia melirik ke atas. Menatap tanganku yang mengusap kepalanya. Aku tersenyum. Aku baru menyadari kalau Lilia membawa sebuah album foto di tangannya.

"Wah, itu album foto ya?" tanyaku melihat album foto pink yang di bawa Lilia. Lilia mengangguk pelan.

"Kakak boleh lihat?" tanyaku lagi. Lilia memberikan album fotonya padaku. Aku membukanya. Aku melihat foto-foto Alex saat masih kecil. Ya ampun pengen ngakak lihatnya. Pengen kufoto dan kujadikan ancaman kalau dia berbuat aneh-aneh padaku. Tapi enggak mungkin sekarang dengan keadaan seperti ini.

"Kak, masuk aja," kata Lilia yang sudah berada di dalam kamar. Aku terkejut. Anak kecil memang emosialnya cepat berubah ya. Aku masuk ke kamarnya. Rapi sekali. Semuanya serba pink. Pandanganku terhenti di sebuah pigura bergambarkan seorang keluarga. Gambarannya sangat bagus. Enggak bohong, deh. Aku membaca tulisan kecil di bawahnya. Mama, Papa, Kak Alex, dan Lilia.

"Gambaranmu?" tanyaku. Lilia mengangguk. Aku takjub. Indah sekali.

"Lilia selalu berharap bisa seperti dulu. Sebelum semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Sebelum Kak Alex bawa pacar-pacarnya itu ke sini," kata Lilia dingin di atas kasur.
"Kenapa? Kenapa kakak mau ke sini?" tanya Lilia. Aku menoleh padanya. Aku berjalan mendekatinya. Kemudian aku berlutut agar wajahku setara dengan wajahnya.

"Kakak ini anak tunggal. Jadi kakak paling suka lihat kakak-beradik akur," jawabku lembut. Lilia benar-benar cantik kalau saja dia mau tersenyum. Ayo senyum, Lilia.

"Kak Kiara enak ya dimanja pasti sama orangtuanya. Liburan bareng sama orangtuanya bertiga. Di sini Lilia sering ditinggal. Hanya dengan Kak Alex. Kak Alex juga sering ilang. Aku tidak punya sahabat. Mereka hanya selalu membuat masalah," curhatnya. Hatiku sedikit sakit mendengarnya. Enak dari mana? Ketemu sama ayah aja jarang. Ibu apalagi. Aku tersenyum.

"Kak Lilia pasti hidupnya enak banget ya. Dari tadi seyum-senyum terus," komentarya. Heheheh... benar juga nih anak.

"Orangtua kakak sudah cerai," kataku. Lilia langsung terkejut. Dia menutup mulutnya. Aku tertawa kecil.

"Kak, apa kakak enggak kecewa?" tanya Lilia. Aku terdiam sebentar.

"Iya pada awalnya. Orangtua kakak cerai saat Kak Kiara masih kecil. Setelah itu ayah Kak Kiara enggak pernah membolehkan kakak bertemu dengan ibu kakak. Selain itu sahabat kakak mengkhianati kakak. Semenjak saat itu kakak selalu menyendiri. Enggak mau berteman dan bertemu dengan orang lain. Sendiri lebih menyenangkan," ceritaku.

"Tapi, sampai kakak bertemu dengan seseorang yang akhirnya membawa kakak keluar dari semua kesepian yang selama ini kakak rasakan. Selama ini kakak hanya berdiam diri di tempat. Tidak berani melangkah hanya karena takut resiko yang akan kakak dapatkan," lanjutku. Aku kembali mengelus kepala Lilia kembut.

"Lilia, mungkin kamu akan kecewa karena suatu hal. Dan pada akhirnya kamu menutup dirimu dari orang lain. Tapi, Lilia, kamu belum tahu kan apa yang ada di luar sana. Tidak semua hal yang diluar sana sama seperti hal yang membuatmu kecewa," kataku. Wuih! Keren ya aku. Aku juga enggak tahu aku bisa mengeluarkan kata sebijak ini. Semuanya mengalir begitu saja.

"Orangtua Lilia pasti sayang dengan Lilia. Kak Alex juga. Tadi Kak Kiara sudah tanya. Kak Alex itu orangnya pemalu. Dia itu egois memang. Sebenarnya dia pasti mau datang ke sini," kataku sambil tesenyum. Aku menatap bola mata Lilia lekat-lekat untuk meyakinkannya. Lilia tersenyum. Akhinyaaa.... Lilia memelukku yang membuatku kaget.

"Iya, Kak Lilia sadar. Lilia selalu kecewa sama cewek-cewek Kak Alex selama ini. Tapi ternyata Kak Kiara berbeda dengan yang lain," katanya sambil memelukku. Baru kali ini aku merasakan kehangatan pelukan seorang adek. Aku membalas pelukannya. Tapi sepertinya aku perlu menegaskan sesuatu pada Lilia. Aku perlu menegaskan bahwa aku bukan ceweknya Alex!

Alex's POV

Gue menatap makanan gue. Gue jadi enggak nafsu. Sudah setengah jam berlalu dan Kiara enggak turun-turun dari atas. Padahal udah gue bilang mana mungkin Lilia mau turun. Huft! Gue enggak tahu apa yang dipikirkan Kiara sampai dia mau membantu gue kayak gini. Tapi dia membuat gue sadar. Bahwa gue emang kurang pengertian sama Lilia. Dulu, gue sering ngajak Lilia jalan-jalan. Semua yang Lilia pengen, pasti gue beli. Gue jadi ketawa sendiri waktu bayangin kejadian dulu. Tapi semenjak gue jadi populer, gue lupa sama Lilia. Gue malah dingin sama Lilia. Dan hubungan kita enggak pernah seakur dulu lagi.

"Kak Alex!" panggil seseorang. Suara yang sangat gue kenal. Gue menoleh. Gue melihat Lilia dan Kiara sedang bergandengan tangan. Lilia tersenyum manis pada gue. Sedangkan Kiara tersenyum penuh kemenangan.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang