Part 16

7K 569 3
                                    

Kiara's POV

Akhirnya sampai di rumah juga. Capeknya malam ini. Mana tadi aku ketiduran di mobilnya Alex lagi. Memalukan. Aku melihat mobil ayah sudah terparkir di garasi. Tumben ayah sudah pulang. Biasanya aku tidur ayah belum pulang. Aku masuk ke dalam. Terdapat sisa dua gelas kosong dan dua piring kecil kotor di meja tamu. Sepertinya ada tamu. Aku mendengar suara ayah dari meja makan. Aku menuju meja makan.

Langkahku terhenti. Jantungku berdetak kencang. Baru pertama kali aku melihat ayah membawa seorang perempuan ke rumah  Dan mereka sedang makan malam berdua. Berdua! Aku sudah lupa kapan terkahir aku makan malam berdua dengan ayah. Mereka tidak menyadari kedatanganku. Mereka terlihat asyik dalam pembicaraan. Kulihat, mereka sepertinya dekat. Jangan-jangan... Enggak! Enggak mungkin! Aku menghilangkan pikiran-pikiran anehku. Ayah melihatku.

"Ah, Kiara sudah pulang," kata ayah. Aku tidak tersenyum sama sekali. Perempuan dihadapan ayah menoleh dan tersenyum padaku. Mataku memanas.

"Kiara, kenalkan ini sekertaris ayah, Tante Rossa," kata ayah mengenalkan. Aku tidak tertarik. Perempuan itu berjalan ke arahku. Tapi aku langsung berlari meninggalkan mereka menuju kamarku. Aku membanting kamar. Rasanya sakit melihat ayah bersama dengan perempuan itu! Aku mengunci pintu dan menangis di atas bantal. Aku kangen dengan ayah. Aku ingin makan malam bersama ayah seperti perempan itu. Mungkin di luar sana, perempuan itu lebih sering makan malam bersama dengan ayah. Aku cemburu!

Ibu... Aku kangen ibu...

*****

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk enggak sekolah. Sia-sia juga kalau aku sekolah. Pikiranku enggak fokus dan susah menerima pelajaran. Seharian aku mengunci diri di kamar. Tidak makan hanya minum air yang ada di kamar. Ayah bahkan tidak mengecek keadaanku sama sekali. Aku semakin sedih. Bayanganku bahwa ayah sudah berubahh sirna seketika. Aku benci dengan semua ini! Kalau ayah enggak mau mengurusku, kenapa aku enggak sama ibu aja?!

Hpku berbunyi saat aku baru saja bangun dari tidur siang. Ada notif line masuk. Dari Vera.

Bukain aku dibawah dong! Aku bawa hadiah buat tuan putri :)

Aku tersenyum sendiri membacanya. Aku menyuruhnya untuk langsung masuk saja dan langsung ke kemar. Enggak sampai lima menit, pintu kamarku di buka dan muncul Vera dari luar.

"Kamu kok jahat sih! Ninggalin aku di sekolah sendirian!" seru Vera kesal. Dia langsung menguncang-guncangkan tubuhku. Aku hanya diam.

"Ya ampun, Kiara! Kamu nangis berapa jam?" tanya Vera histeris. Aku nyengir. Kelihatan banget ya bengkaknya. Vera duduk di depanku.

"Cerita padaku. Semuanya," pintanya. Aku menghela nafas. Baiklah, aku akan menceritakan semuanya padanya. Mulai dari awal sampai kejadian tadi malam. Aku kembali menangis. Mataku jadi sakit.

"Cup! cup! cup! Jangan nangis dong, Kiara. Sini, sini, sama kakak," peluk Vera dengan suara yang dibuat-buat sok-sok kakakku. Aku tertawa di sela-sela tangisku.

"Apaan sih, Vera?!" kataku mendorong Vera pelan.

"Kalau ketawa, ketawa aja. Jangan pake nangis segala," candanya lagi. Ah Vera! Selalu saja dia membuatku tersenyum.

"Inget ya, Ra. Aku selalu ada di sini. Kalau kamu butuh curhat atau butuh bantuanku, telfon saja padaku. Aku selalu sedia 24 jam!" kata Vera semangat.

"Aw so sweet," kataku dengan wajah melas. Vera menatapku jijik. Kami tertawa.

"Aku yakin, kamu pasti belum makan, kan? Nih, aku bawain sushi kesukaanmu," kata Vera menyerahkan kotak putih padaku. Aku berbinar-binar menatapnya. Aku meman pernah bilang kalau aku paling suka dengan sushi. Vera menemaniku sampai pukul enam malam. Aku menyuruhnya pulang, karena keliahtannya dia ngantuk berat di kamarku. Waktu aku tinggal ke kamar mandi, dia aja sampai ketiduran. Kasihan melihatnya. Tapi dengan dia sudah datang ke sini, semangatku sudah sedikit kembali. Aku turun ke bawah untuk menonton televisi. Sudah lama kayaknya aku enggak menyentuh remote televisi karena keasikan belajar.

Ting tong! Ting tong! Terdengar bel berbunyi. Aku melirik jam. Jam setengah tujuh. Apa Vera balik lagi? Sepertinya enggak ada barang yang ketinggalan. Godain ah! Aku berdiri dan berjalan membukakan pintu.

"Balik lagi?? Kangeeeen...." perkataanku berhenti saat melihat yang datang bukan Vera. Tapi Alex dan Lilia. Aku meringis.

"Lu kangen gue?" tanya Alex jahil. Aku menyipitkan mata padanya. Kemudian padanganku teralih pada Lilia.

"Eh Lilia kok tumben mampir sini? Ayo masuk, masuk," kataku menggandeng tangan Lilia.

"Gue gak digandeng juga?" tanya Alex melas.

"Udah gede minta gandeng. Anak manja!" cibirku. Alex mendengus kesal. Aku dan Lilia tertawa. Aku mengajak mereka berdua masuk. Beneran, aku kaget melihat kedatangan mereka.

"Kata Kak Alex, Kak Kiara enggak masuk. Kak Alex mau ke sini sendirian. Tapi untung Lilia tahu. Jadi Lilia ikut juga," kata Lilia. Aku melirik Alex yang mengedarkan pandangan ke arah lain. Lilia menyodorkan sebuah boneka beruang biru muda yang masih diplastik padaku. Boneka beruang itu memagang bantal hati bertuliskan love. Lucunya. Aku  enggak punya boneka sama sekali.

"Buat kakak?" tanyaku tak percaya. Lilia mengangguk. Aku memeluk Lilia. Akhirnya aku punya teman untuk di kamar sendirian. Aku dan Lilia bercerita banyak hal. Mulai dari hobi sampai sekolah. Setelah itu kita menonton televisi karena film yang Lilia suka akan main. Jadi lupa kalau ada Alex.

"Asyik banget ya, gue dilupain. Terusin aja!" sindir Alex padaku dan Kiara. Dia dari tadi hanya main hp. Aku dan Lilia tertawa.

"Biarin! Kak Alex pulang aja sana. Lilia di sini aja sama Kiara," kata Lilia.

"Eh enak aja! Jadi Lilia gitu ya sekarang. Udah kenal sama Kak Kiara, Kak Alex dilupain," kata Alex.

"Makanya Kak Alex jadiin Kak Kiara pacarnya dong! Udah dapat yang baik, kok malah disia-siain," kata Lilia polos. Seketika itu juga aku dan Alex diam. Kenapa tiba-tiba Lilia jadi bahas ini?

"Filmnya udah mulai nih," kataku berusaha mengalihkan pembicaraan. Lilia melonjak kegirangan. Aku hanya tersenyum. Aku, Lilia, dan Alex menonton film kartun kesukaan Lilia. Sungguh membosankan. Tapi aku pura-pura antusias agar Lilia mengira aku enggak bosan lihatnya. Padahal aku sudah sangat bosan dari tadi.

Pluk! Aku menoleh ke sampingku dan melihat Lilia tertidur sambil bersandar di lenganku. Aku bengong. Yang bosan aku, kok dia yang tidur. Aku memanggil Alex pelan. Alex melihat jam.

"Pantesan udah jam 8. Kalo sekolah, Lilia biasanya tidurnya jam segini," kata Alex. Aku mengangguk mengerti. Pelan-pelan, aku menggeser badanku dan menaruh bantal sofa di bawah kepala Lilia. Aku mengangkat kaki Lilia agar berada di atas sofa.

"Mau pulang sekarang?" tanyaku.

"Gue ke sini mau ngomong sama lu sesuatu. Cuma berdua," jawabnya.



AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang