Part 35

5.9K 472 14
                                    

Kiara's POV
Aku kecewa dengan Alex. Sangat kecewa. Tapi jujur, tanganku sudah gatel dari tadi untuk menjawab telepon, sms, dan line darinya. Akhirnya kuputskan untuk kumatikan saja ponselku. Dan saat kunyalakan lagi, aku mendapat chat dari Alex yang membuat hatiku luluh.

Maaf, Lex, untuk kali ini, aku belum bisa.

*****
Besoknya, aku tidak melihat Alex sama sekali di sekolah. Ke mana dia? Apa dia mengunci diri di kamarnya? Kanak-kanak banget sih.

Sorenya sepulang sekolah, aku pergi ke rumah sakit naik taksi. Aku sudah jarang naik sepeda. Biasanya di antar ayah atau bareng Alex. Aku sudah cerita pada Vera dan Alvin kemarin masalah Alex. Mereka hanya menyuruhku sabar. Yah, aku juga enggak butuh saran sih.

Ternyata ada seorang tamu lagi yang datang ke rumah sakit. Bram, dulunya temannya Alex. Ada urusan apa dia?

"Eh, Kiara," sapa Vera. Aku tersenyum. Pandanganku beralih ke Bram.

"Kok ada dia?" tanyaku menunjuk pada Bram.

"Dia ada kabar," jawab Alvin murung. Eh ada apa ini?

"Gue cuma mau bilang, Alex pergi ke Singapura tadi siang. Dia bilang maaf enggak bisa pamitan ke kalian," cerita Bram. Ke Singapura? Jadi, dia enggak kesekolah karena pergi?

"Kapan pulangnya?" tanya Vera.

"Gue enggak tahu. Tadi malam dia dapat kabar dari orangtuanya yang di Singapura. Dia juga enggak tahu bisa balik ke Indoenesia atau enggak," jawab Bram. Aku melirik Bram.

"Maksudmu dia di sana selamanya?" tanya Alvin. Bram mengangkat bahu.

"Gue juga enggak tahu. Mungkin sih gitu," jawabnya. Terasa ada petir yang menyambar hatiku. Di Singapura selamanya? Jadi, aku enggak bisa ketemu dengnnya lagi? Katanya dia sayang aku, kok malah ninggalin sih???!!

"Kok dia ga bilang ke aku?" tanyaku. Seengaknya dia bilang di chat.

"Dia takut lu masih marah ke dia. Jadi dia enggak bilang ke lu," kata Bram. Refleks, kuambil ponselku, mencari nomor Alex, dan meneleponnya. Namun, beberapa detik kemudian setelah telepon tersambung, aku langsung mematikannya.

"Kok enggak jadi telepon?" tanya Bram.

"Biarin aja dia pergi," jawabku dingin.

"Kiara," panggil Alvin.

"Hati nurani lu bilang lu itu sayang sama Alex dan enggak pengen dia pergi. Tapi sayang otak dan emosi lu membantah itu," kata Alvin. Aku hanya diam.

"Mending kamu telepon Alex agar dia lebih baik," saran Vera. Aku menghela nafas.

"Aku mau turun," kataku sambil berjalan keluar. Tanpa kusadari, air mataku mulai berjatuhan.

*****

Author's POV
Selama seminggu, Kiara dan Alex tidak berhubungan. Selama seminggu juga, Kiara selalu murung. Vera, yang sudah keluar dari rumah sakit, jadi tak tega melihatnya

Sebenarnya ini semua rencana Bram. Dia ingin membuktikan pada Alex dan Kiara sendiri, bahwa sebnarnya Kiara itu sayang dengan Alex. Terbukti dengan Kiara yang benar-benar sedih di tinggal Alex. Bram dan Alvin selalu menghubungi Alex untuk memberi kabar. Dan hari Minggu ini, Alex akan pulang.

Bram, Alvin, Vera, dan Kiara sedang nongkrong di kafe 109. Sebenarnya Kiara mau di rumah saja. Tapi karena dipaksa, akhirnya Kiara menurut.

"Ra, jangan sedih dong," hibur Vera. Kiara hanya bergumam.

"Kangen sama Alex ya??" goda Alvin. Kiara meliriknya.

"Huaaaa!! Iya, iyaaa! Aku ngaku!" seru Kiara tiba-tiba. Alvin, Bram, dan Vera melongo. Niatnya Alvin hanya menggodanya, tapi ternyata Kiara malah mengaku. Kiara menoleh pada Bram.

"Bram, Alex beneran enggak balik ke Indonesia ta?" kata Kiara melas. Bram tertawa. Kiara kesal.

"Bram, serius ah!" seru Kiara. Bram tersenyum. Belum sempat Bram menjawab Kiara, Vera memotongnya.

"Alex!" Pekik Vera. Kiara menoleh pada Vera yang sedang menatap ponselnya sambil mendelik. Bram dan Alvin ikut menatap Vera heran.

"Alex?" tanya Kiara bingung.

"Kenapa, Ver?" tanya Bram heran. Vera menatap sedih Bram, Alvin, dan Kiara bergantian.

"Pesawat Alex kecelakaan."

*****

Rencana Alex untuk memberikan kejutan pada Kiara gagal sudah. Ternyata Tuhan punya rencana lain. Tuhan lebih dulu memberi kejutan pada Kiara. Pesawat yang ditumpangi Alex menuju Jakarta mengalami kecelakaan karena cuaca buruk.

Kiara yang mendengarnya syok berat. Pikirannya kacau balau. Baru saja dia melihat Vera sembuh dari kecelakaan. Dan sekarang dia mendengar Alex kecelakaan pesawat. Cobaan tidak pernah berhenti menghampirinya. Kiara berusaha sekuat tenaga untuk tidak menagis. Untung ada ibunya yang menemaninya. Bram menelepon orangtua Alex. Sedangkan Alvin dan Vera mencari kabar kecelakaan lebih banyak.

Satu jam... dua jam... tiga jam... waktu terus berjalan. Keheningan masih menyelimuti ruang kerja ibu Kiara yang hanya ada suara televisi. Kiara membayangkan Lilia. Bram sudah mengatakan kepadanya, kalau Lilia tidak ikut bersama Alex. Dia memikirkan bagaimana Lilia tahu jika kakaknya kecelakaaan.

"Korban tewas berjumlah 23 orang. Tidak ada satu pun yang bernama Alex," kata Vera. Kiara sedikit bernafaas lega. Setidaknya masih ada harapan.

"Ini salah Kiara. Coba kalau Kiara mau maafin Alex waktu itu, enggak ngancam Alex, pasti semua ini enggak akan kejadian," kata Kiara menyalahkan diri sendiri.

"Enggak, Ra, ini salah gue. Kalau gue enggak usul rencana ke Singapura ke Alex, Alex enggak akan ada di pesawat itu sekarang," kata Bram sedih.

"Ssstt! Behenti menyalahkan diri sendiri. Ini semua sudah takdir. Kita tidak boleh menyalahkan takdir," kata ibu Kiara mengingatkan. Kiara mengangguk pelan. Tak lama kemudian, ponsel Alvin berbunyi. Dari Ray.

"Halo, Ray," sapa Alvin.

"Alvin! Lu udah denger kabar pesawat Singapura ke Jakarta kecelakaan? Alex ada di sana, kan?" tanya Ray. Alvin mengerutkan kening.

"Kok lu tau?" tanya Alvin balik.

"Bokap gue itu dokter dan beliau disuruh menangani warga Indonesia yang kecelakaan di pesawat itu. Dari sekian banyak pasien, bokap gue menangangi salah satu penumpang yang namanya Alex. Gue pikir cuma namanya yang sama. Tapi waktu gue lihat lock screen ponselnya yang untungnya nyala, gue yakin itu Alex yang gue kenal. Makanya gue langsung telepon lu sekarang," cerita Ray panjang lebar. Alvin terkejut mendengarnya.

"Apa yang terjadi?!" tanya Alvin langsung.

"Syukur dia masih selamat. Tapi kata bokap gue keadannya kritis dan...." perkataan Ray berhenti.

"Dan???" tanya Alvin tak sabar.

"Lu ke sini aja. Di RS Pondok Indah," kata Ray. Alvin menghela nafas.

"Makasih banget, Ray," kata Alvin sebelum mematikan sambungan teleponnya.

"Kenapa?" tanya Vera khawatir.

"Ray telepon. Alex, dia selamat tapi kritis," kata Alvin. Kiara langsung bernafas lega. Seakan ada sedikit beban terangkat dari hatinya. Semua yang mendengarnya langsung bersyukur.

"Lebih baik sekarang kita RS Pondok Indah," kata Alvin.

"Alex ada di sana?" tanya Bram. Alvin mengangguk. Malam itu juga, mereka semua langsung pergi RS Pondok Indah.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang