Part 18

7K 585 5
                                    

Cupcake?

Aku menatap cupcake dengan krim biru muda dengan hiasan minion dan coklat taburan warna-warni. Kelihatannya lezat. Tapi bukannya ini malah membuat gemuk ya?

"Dari Lilia," kata Alex. Mataku langsung berbinar-binar mendengarnya. Gadis itu sudah kuanggap sebagai adekku sendiri.

"Lilia siapaa?" tanya Vera heran.

"Calon adek iparnya Kiara," goda Alvin. Aku mendelik ke arahnya. Terserah deh dia mau bicara apa. Sekarang perutku sudah meraung kelaparan. Aku menggigit cupcake minion dari Lilia.

"Waah enak banget! Nanti Lilia juga akan kubikinkan kue," seruku. Aku segera melahap cupcake itu. Sedangkan coklatku di makan oleh Alex. Cowok aneh!

Aku berniat kembali ke kelas, tapi tiba-tiba seseorang dari belakang menyentuh pundakku saat aku keluar dari kantin. Aku menoleh. Seorang lelaki kelas 11 yang tidak kukenal tersenyum padaku. Aku menatapnya bingung.

"Bisa bicara sebentar?" tanyanya ramah. Aku memandang ketiga temanku.

"Kalian duluan saja," kataku. Aku beralih lagi pada lelaki tak kukenal. Aku harus cepat-cepat masuk ke kelas karena setelah ini pelajaran Pak Rudi, Matematika wajib. Jangan harap bisa masuk kalau telat. Aku sedih pelajaran Pak Rudi pelajaran setelah istirahat. Kemungkinan belajar di luarnya besar.

"Kenapa? Aku buru-buru," kataku segera. Lelaki itu terlihat gugup.

"Eh, maaf sebelumya. Emm.... kamu suka dengan coklat yang kuberikan?" tanyanya tanpa melihatku. Aku mendelik. Jadi ini pelakunya? Coklat tak bertuan itu yang selalu mampir ke bangkuku ini ulahnyaa? Buat apa?Harus kujaawab apa juga ini. Aku enggak pernah makan coklatnya. Semuanya aku kasihkan ke Vera. Yang tadi saja di makan Alex. Aku jadi merasa bersalah padanya.

"Enak kok. Makasih ya," jawabku berbohong sambil tersenyum. Lelaki itu menatapku dan tersenyum senang. Duh, kenapa sih?

"Namaku Aldi dari 11 IPA 1. Kamu Kiara dari 11 IPA 2, kan?" tanyanya sekaligus memperkenalkan diri. Aku mengangguk sambil menatapnya heran.

"Bisa ketemu di perpustakaan sepulang sekolah?" tanyanya. Waah, kayaknya ada yang enggak beres nih. Belum sempat kujawab, tiba-tiba seseorang merangkul bahuku.

"Eh maaf gue denger ucapan lu tadi. Gue baru inget mau ngajak Kiara pergi sepulang sekolah," kata Alex tiba-tiba. Badanku langsung menegang. Aku menoleh dan menatapnya dengan heran.
Apa? Mengajakku pergi? Kayaknya otaknya beneran enggak beres deh. Ada apa sih dengan cowok-cowok ini?!

"Kalian pacaran?" tanya Aldi heran. Aku langsung menggeleng keras dan melepaskan rangkulan Alex.

"Enggaklah. Mana mau aku sama dia?! Tapi maaf ya kayaknya hari ini aku enggaak bisa," kataku hati-hati. Aldi terlihat kecewa. Tapi dia mengangguk. Setelah berpamitan, dia pergi. Sekarang aku menatap Alex tajam.

"Gue mau ngajak lu pergi beneran!" serunya sebelum aku ngomel.

HA???!!!

Alex's POV

Gue tau coklat yang di pegang Kiara itu dapat dari siapa. Teman sekelas gue, Aldi. Gimana gue bisa tahu? Karena kelas gue udah ribut dari tiga hari lalu setelah seseorang memergoki Aldi ngasih coklat ke Kiara. Enggak tahu kenapa, yang jelas gue ilfeel berat waktu tau itu. Kalau biasanya gue bakal ikut jodoh-jodohin anak, sekarang gue cuma diem dan menatap sinis pada Aldi. Walau akhirnya gue tahu Kiara enggak pernah makan coklat itu karena coklat itu selalu berada di tangan Vera. Gue bakal tetep antisipasi kalau Kiara kelaperan dan makan coklat itu. Pokoknya gue enggak rela!

Gue minta bantuan Lilia buat bantuin gue bikin cupcake. Jelaslah Lilia kaget banget. Gue, seorang Alex, Pengeran sekolah, merelakan waktu yang biasanya gue habisin untuk nongkrong sekarang ke dapur hanya untuk seorang cewek. Gue aja bingung dengan sikap gue. Gue beneran telah jadi Alex yang berbeda. Acara membuat cupcake selama tiga jam dengan omelan Lilia membawa hasil yang memuaskan. Gue sengaja buat tiga cupcakes untuk gue, Lilia, dan akan gue kasih ke Kiara. Gue bersyukur waktu Lilia bilang bikinan gue enak banget. Akhirnya...

Dugaanku gue benar. Keesokan harinya gue lihat Kiara mau makan itu coklat. Gue yang baru saja masuk ke kantin bareng Alvin-yang secara enggak resmi jadi temen deket gue sekarang- langsung buru-buru ke meja Kiara dan Vera. Gue merebut coklatnya dan gue kasih cupcake yang gue buat tadi malam dengan usaha keras dengan mengatas namakan nama Lilia. Gue yakin kalau gue mengatas namakan diri gue, Kiara bakal lebih milih coklat itu. Kiara selalu menolak apa aja yang gue tawarin. Gue bernafas lega saat Kiara bilang kuenya enak. Usaha gue tiga jam terbayar sudah dengan melihat senyumnya.

Ternyata Aldi sudah berniat melakukan lebih jauh daripada hanya sekedar mengasih coklat diam-diam. Buktinya dia mencegat Kiara saat baru balik dari kantin. Feeling gue mengatakan Aldi bakal ngajak Kiara ketemuan dan dia akan melancarkan aksi menembak Kiara nanti sore.

Kiara menyuruh kami balik ke kelas dulu. Tapi gue cuma pura-pura. Saat hampir sampai di kelas, gue balik lagi ke tempat Kiara dan Aldi yang masih berdua di sana. Gue enggak terima kalau Aldi bakal nembak Kiara. Aduh, Alex! Kayaknya gue beneran punya perasaan deh sama Kiara. Kalau enggak, otak gue enggak mungkin memerintahkan kaki ini untuk jalan kepada mereka dan memerintahkan tangan gue untuk merangkul Kiara.

"Eh maaf gue denger ucapan lu tadi. Gue baru inget mau ngajak Kiara pergi sepulang sekolah," kata gue tiba-tiba. Bahkan kata-kata itu muncul sendiri dari mulut gue. Ngajak Kiara pergi? Pergi ke mana coba? Tubuh Kiara menegang dibawah rangkulan gue. Kayaknya dia kaget deh tiba-tiba gue rangkul. Dia menatapku heran.

"Kalian pacaran?" tanya Aldi heran. Kiara langsung menggeleng keras dan melepaskan rangkulan Alex. Gue cuma tersenyum kecut. Kenapa sih anak ini enggak ngomong iya aja biar cepat selesai. Cewek lain yang gue gituin juga bakal bilang iya.

"Enggaklah. Mana mau aku sama dia?! Tapi maaf ya kayaknya hari ini aku enggaak bisa," katanya. Aldi terlihat kecewa. Gue bersorak senang dalam hati. Gue langsung tersenyum. Setelah kepergian Aldi, Kiara menatapku tajam. Oke, gue tahu apa yang akan terjadi.

"Gue mau ngajak lu pergi beneran!" seru gue asal sebelum gue mendengar omelannya.

"Enggak bisa! Satu minggu lagi uts. Aku enggak mau nilaiku jelek gara-gara kamu. Bye!" serunya langsung meninggalkan gue. Gue hanya bengong menatap kepergiannya. Ya enggak papa deh asalkan dia enggak ketemu Aldi.

Mata gue langsung bertemu pandang dengan Aldi saat gue baru saja masuk kelas. Gue menatap sinis padanya. Sedangkan dia menatapku tajam. Tanpa gue duga, dia menghampiri meja gue. Oh, berani sekali dia mengahadapi gue.

"Apa?" tanya gue dingin.

"Gue mau bicara dengan lu sepulang sekolah di halaman belakang," kata Aldi tajam.

"Dengan senang hati," balas gue.

Makasih yang setia membaca, vote, dan komennya... 

Jangan lupa vote dan komennya...   :))

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang