Kiara langsung berlari memeluk Alex. Alex memeluknya erat. Dia terkejut melihat pakaian Kiara yang berlumuran darah dan penampilan Kiara yang acak-acakan.
"Apa yang terjadi?" tanya Alex lembut. Kiara menghela nafas. Air matanya sudah kering. Dia bercerita kepada Alex secara singkat. Alex melirik Ray yang dari tadi hanya menatap mereka. Alex menghampirinya.
"Oh, jadi lu yang nabrak temen guee?!" tanya Alex emosi. Ray berdiri.
"Gue enggak sengaja menabraknya. Gue juga udah minta maaf sama Kiara," kata Ray.
"Maaf? Lu pikir itu bisa merubah semuanya?!" tanya Alex lagi. Dia berniat meninju Ray. Tapi langsung ditahan Kiara.
"Udah, Lex! Aku udah capek hari ini. Lihat kalian berantem, tambah buat aku capek," kataku. Alex menurut. Dia menatap tajam Ray. Dia menoleh pada Kiara.
"Lu enggak lapar?" tanya Alex lembut.
"Aku sudah makan," jawab Kiara. Alex tersenyum. Dia merapikan rambut Kiara yang berantakan. Kiara ingat perkataan Vera. Vera suka pada Alex. Kiara jadi sedih membayangkannya. Dia ingin menepis tangan Alex. Tapi dia biarkan saja sekarang. Tatapan Kiara beralih kepada seorang lelaki yang baru saja sampai."Ayah!" seru Kiara. Dia langsung memeluk ayahnya. Sama seperti Alex, ayah Kiara langsung kaget melihat baju Kiara yang berdarah.
"Ya Allah, Nak! Ada apa ini?" tanya ayah Kiara khawatir. Kiara menceritakan semuanya. Dia menangis lagi. Ayahnya langsung memeluknya erat. Ayahnya berusaha menenangkan Kiara.
Satu jam kemudian, dokter keluar dari ruang ICU. Kiara langsung menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.
"Eh eh, Anda siapanya?" tanya dokter itu terkejut. Kiara diam.
"Dia kakaknya, Dok," kata Alex santai. Aku langsung mengiyakan.
"Oh, kalau begitu perkenalkan saya Dokter Vero. Adik Anda baik-baik saja. Hanya sekarang masih koma. Sebenarnya dia kehilangan banyak darah, tapi sudah ada penggantinya. Dan saya juga sudah menjahit kepalanya yang bocor," kata Dokter Vero. Kiara menghela nafas lega dan bersyukur.
"Makasih banyak, Dok. Apa adek saya sudah bisa saya lihat?" tanya Kiara. Dokter Vero menggeleng.
"Untuk malam ini, biarkan pasien beristirahat total dulu," jawab Dokter Vero. Kiara mengangguk lemas.
"Lebih baik sekarang lu pulang aja. Istirahat di rumah. Besok, setelah pulang sekolah, lu ke sini," kata Alex.
"Iya, Nak. Kamu sudah kecapekan seperti ini. Ayo pulang," ajak ayah Kiara. Kiara hanya mengangguk. Kiara menatap pintu kamar Vera sebentar. Kemidan dia pulang bersama ayahnya.
*****
Sudah tiga hari, Vera berada di rumah sakit. Dia belum juga sadar. Kiara selalu datang ke rumah sakit. Dia mendapatkan kartu bebas menjenguk. Selama tiga hari itu juga, Kiara menjaga jarak dari Alex. Dia selalu ke rumah sakit bareng ayahnya, padahal dia bisa saja bareng Alex karena selalu ditawari Alex bareng. Dia sebenarnya sangat ingin bareng dengan Alex saja. Tapi dia tidak mau mengkhianati Vera. Sejujurnya dia bingung sendiri dengan perasannya kepada Alex. Tidak hanya saat itu saja. Kiara tidak pernah makan di kantin lagi bersama Alex dan Alvin. Kalau di tanya Alex, dia selalu menjawab sekenanya saja. Alex mulai heran dengan sikap Kiara yang tiba- tiba berubah. Disamping itu, Ray selalu datang ke rumah sakit dan mulai akrab dengan Kiara. Dia selalu membantu Kiara disaat dia butuh. Ray bertanggung jawab penuh terhadap biaya rumah sakit Vera. Om dan tante Vera, yang biasanya mengurus Vera dan Rere, bersyukur mendengarnya. Sabtu ini, Vera, Rere, Alvin, dan Ray asyik berkumpul di kafe dekat rumah sakit.
"Alex kok enggak ke sini?" tanya Ray heran. Kiara langsung terdiam mendengar nama Alex disebut.
"Gue udah ngajak dia ke sini. Katanya dia nyusul," kata Alvin. Baru saja dibicarakan, orangnya langsung muncul. Alex terkejut saat melihat Kiara juga ada di sana. Padahal niatnya dia adalah bicara pribadi dengan Ray. Kiara merasa canggung.
"Eh, Rere, mau balik ke rumah sakit? Sudah jam setengah tujuh nih," tanya Kiara berusaha pergi dari kafe ini. Rere mengerutkan dahi. Tapi kemudian mengangguk.
"Hati-hati, Ra. Kalau nyebrang lihat kanan-kiri dulu," ingat Ray. Kiara mengacungkan jempol. Alex yang melihat mereka hanya memalingkan wajah. Kiara dan Rere pergi.
Suasana hening di meja Alex, Alvin, dan Ray. Alvin mengaduk-aduk kopi susunya. Ray memainkan ponselnya. Sedangkan Alex dari tadi memperhatikan Ray.
"Lu ngapain sih ngajak gue ke sini?" tanya Alex pada Alvin.
"Emm... gapapa sih. Gue cuma pengen nongkrong bareng bertiga," jawab Alvin. Alex kembali melirik Ray.
"Eh, gue enggak suka ya kalau lu deket-deket Kiara," kata Alex. Ray mengangkat kepalanya.
"Lu ngomong sama gue?" tanya Ray.
"Enggak! Sama minuman lu itu! Yaiyalah sama lu! Enggak pinter banget sih!" seru Alex kesal. Ray tertawa.
"Selow aja, Bro. Jangan kejem-kejem gitu dong. Emang napa sih? Lu enggak suka gue deket sama Kiara?" tanya Ray. Alex mendelik kesal.
"Makanya, Lex, kalau suka itu ngomong dong. Sebelum Kiara diambil yang lain," nasehat Alvin tiba-tiba. Ray terkekeh.
"Iya, Lex. Cewek kayak Kiara itu banyak yang tertarik loh," kata Ray santai. Alex sudah sangat ingin meninju Ray kalau bukan di tempat umum seperti ini. Ray kembali memperhatikan hpnya.
"Eh, gue pergi dulu ya. Kiara minta gue nganterin Rere," kata Ray. Alex hanya diam. Ray menjabat tangan Alvin. Kemudian melirik Alex.
"Pergi dulu ya, Bro!" seru Ray. Alex mulai tidak sabar. Ray langsung pergi sebelum diapa-apakan Alex. Alex mendengus kesal.
"Lu udah denger Ray ngomong apa, kan? Ada saatnya lu nunggu, tapi ada saatnya juga lu mulai bergerak," kata Alvin. Alex terdiam.
Kiara's POV
Aku mengsms Ray untuk mengantarkan Rere pulang. Awalnya aku bingung harus menghubungi siapa. Enggak mungkin Alvin, karena dia biasanya menggunakan motor ninja. Kalau Alex, yaiyasih dia bawa mobil, tapi aku sedang dalam misi menjauh dari Alex. Ayah, jam segini masih kerja. Om dan Tantenya Vera, enggak ke sini hari ini. Pilihan terakhir jatuh pada Ray.Sebenarnya siih aku enggak mau ikut nganterin juga. Tapi karena Rere memaksa ya terpaksa aku ikut. Meskipun Ray baik, tapi entah kenapa aku enggak nyaman aja kalau hanya berdua. Susana hening selama perjalan kembali ke rumah sakit setelah menurunkan Rere.
"Ra, kamu emang enggak sayang sama Alex ya?" tanya Ray memecahkan kesunyian. Aku mendengus kesal. Kenapa sih?! Aku bosen dengernya. Mau aku suka atau enggak terserah aku.
"Biasa aja," jawabku sekenanya.
"Jangan pernah membohongi perasaanmu, Ra. Itu sakit nanti," kata Ray mengingatkan. Aku diam.
"Udah ah jangan bahas ini," kataku mengalihkan perhatian. Ray menghela nafas. Tapi akhirnya kami mengalihkan pembicaraan.
*****
"Oh iya?! Hahahah... untungnya udah diputusin yah," komentarku saat Ray menceritakan mantan pacarnya yang cerewet abis. Sama aja kayak mantannya Alex. Eh, kok jadi mikirin dia sih. Kami baru saja sampai di rumah sakit dan masih asyik membahas mantan pacar Ray.
Tiba-tiba seseorang menahan tanganku dari belakang. Aku menoleh dan terkejut melihat Alex yang ternyata menahan tanganku.
"Gue mau ngomong sama Kiara pribadi," kata Alex dingin pada Ray. Ray tersenyum.
"Yaah, silahkan. Kalau gitu gue balik dulu ya," pamit Ray. Aku menatap kepergian Ray kok bingung. Kok jadi aku sama Alex berdua sekarang?!
"Ayo! Ikut gue!" seru Alex menarik tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen Fiction[Beberapa part hanya bisa dibaca oleh followers] Kiara tidak pernah ingin jatuh di lubang yang sama. Tidak untuk kesekian kalinya merasakan sakit hati. Baginya hidup sendiri itu lebih menyenangkan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan mereka, yang me...