Satu minggu berjalan dengan cepat. Senin pagi, aku berangkat lebih awal daripada biasanya. Aku tidak naik sepeda. Tidak diantar ayah juga. Ayah sudah kembali sibuk dengan pekerjaanya. Vera datang menjemputku. Acara LDKS ini dilaksanakan selama lima hari empat malam. Sebelum berangkat, kami disuruh berkelompok berlima-lima untuk satu tenda. Setelah itu perwakilan dari kelompok mengambil tenda dan memasukkannya ke dalam bagasi. Kelompokku, Vera bagian membawa tenda. Di dalam bus, aku duduk dengan Vera. Seperti biasa, aku ngobrol macam-macam dengannya. Tapi kebahagiaanku pagi ini langsung di rusak oleh Sinta yang aku enggak tahu dia bakal satu bus denganku.
"Heh jelek!" panggil Sinta saat dia berhenti padaku. Aku tidak menoleh. Walaupun aku tahu panggilan itu ditunjukkan padaku.
"Heh! Aku bicara padamu!" seru Sinta sambil menarik bahuku agar menoleh padanya.
"Bicara padaku? Kurasa kamu tidak memanggil namaku," kataku polos.
"Oww... kayaknya gadis dingin sekolah kita sudah berubah ya," katanya menatapku tajam. Dia mendekatkan telinganya padaku.
"Sampai aku lihat kamu dekat-dekat dengan Alex, lihat aja nanti!" bisiknya di telingaku. Apa-apaan nih? Bawa-bawa nama Alex pula? Lagian siapa juga yang mau dekat dengan cowok aneh kayak dia. Sinta meninggalkanku. Aku menghela nafas.
"Abaikan saja dia," kata Vera. Dia kembali mengajakku bicara dan membuatku lupa kejadian pagi ini.
Perjalanan dua jam setengah yang ditempuh membuat badanku pegal-pegal. Tapi semua kepegalan itu hilang saat melihat tempat yang akan kami tinggali selama lima hari empat malam. Setelah acara pembukaan di terop besar yang disediakan, kami langsung di suruh membangun tenda. Setelah itu, kami diberi waktu istirhat sampai pukul tujuh malam.
"Eh, ketemu lagi!" sapa seseorang di sebelahku saat aku duduk untuk persiapan makan malam. Aku terkejut. Aku tidak tahu kalau orang yang disebelahku adalah Alex. Berniat pindah, tapi Alex manarik tanganku untuk duduk lagi.
"Udah sini aja. Gue ga bakal buat masalah," katanya. Aku meliriknya. Awas aja sampai dia buat masalah! Sambil menunggu jam makan malam, aku bercanda dengan Vera. Dia emang anak yang sangat asyik. Sampai waktu makan malam tiba, aku masih ngobrol dengannya sambil makan.
"Ra, kalau makan jangan ngomong," kata Alex tiba-tiba.
"Apa sih?" tanyaku sinis padanya.
"Lu kenapa sih benci banget sama gue?!" tanyanya gemas.
"Lu kenapa sih kepo banget?!" tanyaku balik dengan nada mirip Alex saat bertanya.
"Seriusan, Ra!" katanya dengan wajah serius. Aku jadi bingung. Kupikir dia akan marah. Wajahnya benar-benar serius.
"Eh, kalau makan jangan sambil ngomong," kataku balik mengingatkan. Alex mendengus kesal. Kenapa aku benci dengan dia? Karena aku benci tipe orang sepertinya. Lihat aja saat dia pertama kali bertemu denganku di kantin. Sikapnya yang sok, merendahkan orang, itu semua karena dia adalah seorang yang terkenal dan disanjung di sekolah. Hidup dalam tipuan muslihat orang-orang yang melihatnya hanya dari luarnya. Aku benci orang yang seperti itu.
Hari kedua, acaranya adalah jelajah alam. Satu kelompok terdiri dari 8 orang. Sebenarnya kelompok jelajah alam ini gabungan dua kelompok KIR yang dijadikan satu. Awalnya aku semangat. Kapan lagi bisa jalan-jalan di tempat yang udaranya masih bersih seperti ini. Tapi begitu melihat gabungan kelompok yang satunya, aku langsung lemas. Kelompok KIRku bersama kelompok Sinta. Dia bersama Helena, Haryono, dan Tio. Aku enggak kenal mereka bertiga karena enggak ada satu pun yang sekelas padaku. Tapi mereka langsung ramah padaku. Hanya Sinta yang dari tadi sinis dan mengejekku terus. Aku merasa jijik menatapnya saat bergelayuatan manja di tangan Alex. Aku memutuskan berjalan di depan mereka.
"Ver, kamu seriusan mau ikut?" tanyaku khawatir. Aku takut kalau terjadi apa-apa dengan Vera. Dia hanya bisa memandang hitam, putih, abu-abu. Kalau dia menginjak hal yang dia tidak tahu apa, dan itu bahaya, bisa terjadi apa-apa dengannya. Vera mengangguk.
"Enggak papa kok, Ra," jawabnya yakin.
Jalanan yang kita lalui sungguh berbeda dari yang kupikirkan. Aku pikir kita hanya menjelajahi hutan yang tanahnya datar dan keras. Tapi ternyata, itu hanya berlangsung beberapa menit pertama. Saat melewati jembatan bambu aku mulai tidak yakin. Setelah itu jalannya berbatu dan naik-turun. Belum lagi saat kita harus mengerjakan sandi-sandi yang ada. Sandi-sandi itu adalah kunci ke mana arah selanjutnya. Apalagi ditambah suara cempreng Sinta membuatku jadi frustasi.
"Heh cerewet banget sih!" seruku kesal saat melewati jalan batu yang naik. Dia dari tadi selalu megomentari apa saja yang dia lihat.
"Jahat banget sih. Lex, lihat dia marahin aku! Marahin dia sana!" kata Sinta. Suara-suara manjanya pada Alex membuat telingaku gatal.
"Ngapain bilang ke gue? Emang lu cerewet juga kok," kata Alex. Sinta mendengus kesal. Yang lainnya tertawa.
"Sinta, sinta. Lu tuh ya, ngarep banget sih sama Alex. Gak ada cocok-cocoknya juga kali lu sama dia," kata Alvin. Sinta semakin kesal mendengarnya.
"Eh! Tutup ya mulut kalian! Lihat aja, aku balas kalian satu-satu!" seru Sinta kejam.
"Yang harus tutup mulut itu kamu, Sinta," kata Helena lembut. Sinta hanya memutar bola matanya. Kami kembali melanjutkan perjalanan. Belum lama berjalan, Haryono, yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya.
"Guys, jalan kita bener, kan?" tanyanya ragu-ragu. Aku mengintip dari balik bahunya. Kemudian mendelik. Jalan yang akan kami lewati, sangat sempit. Dan kanan dan kirinya adalah jurang. Jurangnya tidak terlalu dalam sih kalau menurutku. Tapi sama saja, siapa yang mau jatuh ke jurang?
"Iya, kok. Emang ke sini jalannya," kata Vera membaca kertas yang dia bawa. Beberapa menit pertama kita hanya diam-diaman. Kemudian akhirnya Haryono memulai langkahnya. Jalannya hanya cukup untuk satu orang. Kenapa sih, guru-guru kok milih jalannya ekstrem banget?
Author's POV
Satu per satu mereka mulai jalan menyusul Haryono sebagai pembimbing jalan. Di belakang Haryono ada Helena. Di belakanya ada Alvin kemudian di susul Vera sesuai permintaan Kiara agar Vera enggak jauh-jauh dari Alvin karena Kiara takut terjadi apa-apa pada Vera. Setelah itu di susul Tio, kemudian Kiara, Sinta, dan Alex paling belakang. Awalnya Kiara mau dibelakang Vera. Tapi akan lebih baik jika Tio di belakang Vera biar dia yang ngeliatin Vera. Kiara bahkan suka lupa diri kalau sudah gugup seperti ini. Yah, pada akhirnya dia harus mendengarkan cacian-cacian Sinta kepada para guru yang mengarahkan kami ke jalan ini.
"Heh diem!" seru Kiara kesal tanpa menoleh. Sinta mendelik ke arahnya. Sebuah ide muncul di benak Sinta. Dia mempercepat langkahnya. Sinta berusaha mendekatkan dirinya pada Kiara. Dan, tiba-tiba saja Sinta menjegal kaki Kiara dari belakang.
"KIARA!" jerit Alex.
Part selanjutnya hanya bisa dibaca oleh followers.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen Fiction[Beberapa part hanya bisa dibaca oleh followers] Kiara tidak pernah ingin jatuh di lubang yang sama. Tidak untuk kesekian kalinya merasakan sakit hati. Baginya hidup sendiri itu lebih menyenangkan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan mereka, yang me...