Para bibi ternyata menguping kami dari bawah tangga. Mereka sangat kaget melihatku turun. Mereka langsung ngacir ke arah lain. Kecuali Bi Inem yang memandangku heran.
"Loh, Non? Kok turun?" tanya Bi Inem.
"Iya. Itu kayaknya bicara pribadi Alex sama Sinta," kataku. Aku berjalan menuju kulkas dan mengeluarkan 3 cheesecake.
"Non Kiara cemburu ya?" tanya Bi Inem. Aku langsung menoleh pada Bi Inem yang membantuku mengambilkan piring dan sendok tanpa kuminta. Aku tertawa.
"Enggaklah, Bi. Ngapain saya cemburu sama mereka? Saya kan cuma temennya Alex," kataku. Ah mana mungkin aku cemburu.
"Tenang aja, Non. Den Alex pasti cintanya sama Non Kiara bukan sama Nenek Sihir itu," kata Bi Inem. Eh maksudnya apaan tuh? Tapi aku tertawa mendengar julukan Bi Inem untuk Sinta. Bi Inem menceritakan padaku kalau dulu Sinta pernah ke sini dan langsung ngeloyor masuk padahal ada orangtua Alex. Aku tertawa terbahak-bahak mendengar saat orangtua Alex mengira Sinta adalah maling. Dan setelah itu katanya Alex langsung dimarahin orangtuanya.
Saat aku asik bercerita dengan Bi Inem, tiba-tiba aku melihat Alex menyeret Sinta turun. Sinta mengomel terus. Terlihat wajah kesal Alex. Aku dan Bi Inem bengong. Alex melihatku. Refleks, aku memalingkan wajahku. Hah, ada apa denganku? Aku melirik Sinta yang sedang melihatku dan Bi Inem.
"Non, saya ke dapur dulu ya," kata Bi Inem langsung pergi. Aku kembali menyibukkan diri pura-pura menata mini cheesecake buatanku.
"Lex, kamu kok lebih milih cewek kayak diaa sih? Lihat itu mainnya sama pembantu kamu. Dasar gembel!" kata Sinta pedas. Aku menghiraukannya.
"Eh, lu jaga ya lidah lu yang tajam itu. Harga diri dia lebih baik dari lu," bela Alex. Aku melirik mereka.
"Ih, Lex! Kamu dikasih racun apa sih sama dia?! Jangan bilang kalau lu udah kepincut sama dia?" kata Sinta sinis. Apaan sih maksudnya dia? Lidahnya lebih tajam daripada pisau.
"Sekarang lu pergi dari sini! Lu balikan aja sana sama Aldi. Lu lebih cocok sama Aldi," kata Alex sambil menyeret Sinta ke pintu. Sinta berusaha melepaskan cengkramaan Alex. Alex membuka pintu. Dia langsung mendorong Sinta keluar.
"Jangan pernah lu ganggu hidup gue lagi. Dan orang-orang yang ada di sekitar gue!" kata Alex tajam. Kemudian dia membanting pintu. Aku menatap kejadian itu bengong. Alex menoleh padaku. Aku mengalihkan pandanganku lagi ke 3 mini cheesecake buatanku. Aku bisa merasakan Alex yang mendekat. Kok hawanya jadi nyeremin gini sih, keluhku dalan hati. Alex berdiri di depanku. Jantungku berdetak kencang lagi. Kembali normal jantungku! Ada apa dengamu?!
Aku tidak berani menggangkat kepalaku karena aku bisa merasakan tatapan tajam Alex padaku. Suasana sunyi membuatku jadi lebih gugup.
"Eh, kueku udah jadi loh. Mau coba?" tanyaku memecahkan keheningan. Aku memberanikan diri mengangkat kepalaku berniat menunjukkan cheesecake buatanku. Nafasku tertahan saat mataku bertatapan dengan mata abu-abu Alex dengan sangat dekat.
"Lu cemburu?" tanyanya. Nafasku tercekat. Aku langsung mendorongnya mundur.
"Cemburu? Aku? Sama siapa? Ngaco deh kamu," kataku tertawa. Namun Alex hanya menatapku. Kok jadi canggung gini sih.
"Kak Alex! Kak Lilia!" seru seseorang dari lantai dua. Aku melihat Lilia tersenyum menatapku. Wajahnya terlihat lebih segar. Penyelamatku dari Alex!
"Wah, Lilia sudah bangun ya. Kakak buatkan kue buat Lilia lho," kataku setengah berteriak. Aku menoleh pada Alex.
"Kamu mau coba kueku enggak?" tanyaku. Dia mengangguk.
"Gue makan di sini aja," katanya. Aku mengerutkan kening. Namun kuturuti permintaannya. Kemudian aku membawa dua mini cheesecake ke atas.
Alex's POV
Sialan si Sinta itu! Ngapain sih dia ke sini? Ganggu gue dan Kiara aja. Momen-momen gue bareng Kiara berdua itu enggak banyak. Dia emang cocok sama Aldi. Sama-sama penganggu!Gue sempet kaget waktu lihat muka kesal Kiara yang tiba-tiba meninggalkan gue dan Sinta. Jangan-jangan dia cemburu. Gue bersorak senang dalam hati. Tapi kecerewetan Sinta membuatku kesal dan mood gue turun. Gue langsung mencengkram tangannya dan menyeretnya turun. Telinga gue udah panas dengar suaranya. Tanpa sengaja aku melihat Kiara yang juga melihatku. Dia langsung membuang wajah. Hah, benar kan dia cemburu. Gue langsung mengusir Sinta pergi dan gue ancam dia kalau dia muncul dihadapan gue dan mengganggu orang-orang disekitar gue.
Tatapan gue langsung teralih pada Kiara. Dia bahkan tidak mau melihat wajah gue. Suasana jadi canggung. Gue enggak terlalu mendengarkan ucapan dia saat dia mendonggakkan kepala disaat gue berniat memeluknya. Mata kami menatap berdekatan. Kiara terkejut. Gue mengurungkan niat. Gue ada pertanyaan yang lebih penting.
"Lu cemburu?" tanya gue. Namun, dia langsung mendorong gue mundur.
"Cemburu? Aku? Sama siapa? Ngaco deh!" katanya sambil tertawa. Gue mengangkat alis. Pintar juga dia menutupinya. Belum sempat gue bicara, terdengar suara Lilia dari atas. Tuh kan! Kiara langsung mengalihkan perhatian pada Lilia.
Gue bad mood berat hari ini. Kue Kiara enak. Sangat enak malah. Tapi kalau enggak makan sama yang buat, jadi kurang lengkap. Gue menyumpah-nyumpahi kehadiran Sinta yang membuat hari gue jadi kacau.
*****
Malam harinya setelah makan malam, gue lihat Kiara turun membawa tas ranselnya yang besar.
"Lu mau pulang?" tanya gue heran. Dia mengangguk.
"Aku udah pamit sama Lilia. Aku harus mengecek keadaan rumahku juga," katanya. Gue menghela nafas. Apa enggak bisa dia tinggal di sini sampai besok? Mood gue masih belum balik juga. Tapi kalau alasannya gitu, gue juga enggak bisa melarang dia.
"Lilia sudah tidur?" tanya gue. Kiara mengangguk. Gue mengambil kunci mobil.
"Ngapain?" tanyanya heran.
"Nganterin lu pulanglah. Emang lu mau jalan kaki?" tanya gue kesal.
"Aku pulang naik taksi aja. Kamu dirumah aja. Mukamu udah kusut gitu. Istirahat aja," jawabnya. Oh my God! Dia enggak tahu apa aku lagi bad mood.
"Lu bisa enggak sih, enggak usah nolak gue?!" tanya gue ketus. Kiara terkejut. Aduh, gue jadi enggak enak.
"Lu udah pesen taksinya?" tanya gue lagi dengan nada biasa. Kiara menggeleng sambil menunduk. Huaaa, anak ini membuatku jadi makin bersalah.
"Gue anter pulang aja ya. Enggak ngerepotin kok. Sekalian gue mau pergi ke tempat om gue," kata gue. Gue enggak bohong. Niatnya habis ini gue langsung ke rumah Om Reza. Biasanya Sabtu malam ini, beliau ada di rumah. Kiara mengganguk. Gue tersenyum.
Selama perjalanan suasa sunyi. Kiara dari tadi diam enggak kayak biasanya yang tanya dari A-Z atau godain gue dengan keisengannya. Gue meliriknya. Dia lagi melamun.
"Ra, lu kaget ya gue ketusin tadi?" tanya gue. Kiara terkejut. Bener dugaan gue, dia lagi ngelamun.
"Eh, enggak sih biasa aja. Tumben aja sih kamu tiba-tiba gitu. Lagi bad mood yah?" tanya Kiara. Gue tersenyum mendengar pertanyannya.
"Nah, lu udah tau. Lu sih tiba-tiba ngeloyor enggak jelas tadi langsung ninggalin gue samaa Sinta," kata gue.
"Ya aku enggak mau ganggu kalian berdua pacaranlah. Geli aku lihatnya," kata Kiara.
"Dih, ogah gue pacaran sama dia. Cukup dua bulan gue tersiksa," tandas gue. Kiara tertawa.
"Oh iya, si Aldi itu mantannya Sinta? Makanya kamu enggak suka ya kalau aku ngomongin Aldi?" tanya Kiara. Sok tau banget nih anak.
"Enggak sih. Ada masalah lain," jawab gue singkat.
"Eh iya, aku baru inget. Yang buatin cupcake waktu itu kamu, kan? Bukan Lilia. Huu pembohong!" katanya. Lah, kok dia bisa tahu ya? Pasti ada pelayan gue yang ngasih tahu nih.
"Kenapa? Lu mau gue bikinin lagi?" tanya gue menggodanya. Kiara mencibir gue. Gue tertawa. Tak terasa, mobil yang gue kendarain sudah sampai di depan rumah Kiara. Tapi, Kiara enggak segera turun.
"Ra, ini bukannya rumah lu ya?" tanya gue.
"Eh, eh, udah sampe ya? Eh iya, hahaha," katanya gugup. Gue menatapnya bingung. Kemudian gue tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen Fiction[Beberapa part hanya bisa dibaca oleh followers] Kiara tidak pernah ingin jatuh di lubang yang sama. Tidak untuk kesekian kalinya merasakan sakit hati. Baginya hidup sendiri itu lebih menyenangkan. Sampai akhirnya dia bertemu dengan mereka, yang me...