Author pove
Ali meringis, mengusap bekas tamparan prilly di pipinya bukan hanya tamparan prilly tapi bogeman dari randy juga. Ya. Setelah kejadian tadi randy menuntutnya untuk menceritakan apa yang sudah terjadi dan randy tak terima ali memperlakukan sahabatnya seperti itu tentu saja sahabat mana yang rela melihat sahabatnya di sakitin tak ada kan?
Bukan rasa sakit yang masih membekas, tapi rasa nyeri yang masih menjalar di hatinya. Ia bingung, kenapa prilly marah padanya hanya karena surat itu, toh niatnya baik ingin memperjuangkan cintanya tpi kenapa wanita itu malah berbalik memarahinya.
Ali menghentakkan kakinya, meraih jaket kulit miliknya dan bergegas keluar kamar.Di nyalakan mesin motornya dan ia melenggang begitu saja meninggalkan rumah besar itu. Tak ada tujuan. Tentu saja. Tak ada tujuan yang ia tuju, ia hanya menginginkan pergi sejauh mungkin, menenangkan fikirannya yang kalut karena perubahan wanitanya.
Di parkirkan motor itu di pinggir sebuah danau yang luas, danau saksi bisu pertama kali prilly mengajaknya berkencan. Mungkin ini tujuan terakhir lelaki itu setelah lama membelok belokkan kuda besinya di jalanan. Ali turun, dengan sudut bibirnya menyungging,ia seperti melihat sesuatu di dekat danau itu. Apa ia masih sering kesini? Setelah satu tahun silam? Di dekatinya objek yang membuat senyumnya tak pudar itu, dengan sekali helaan nafas ia ingin sekali menyapa objek itu, namun ia urungkan. Objek itu terlihat nyaman dan sepertinya tak ingin di ganggu.
Ali memilih duduk dan membelakangi objek tersebut. Ya. Di danau ini ada dua bangku panjang, yang saling bertempuran dan ali memilih duduk di bangku belakang objek itu. Sperti waktu dulu mungkin.
Gadis itu diam, matanya terpejam. Anak rambut yang berterbangan karena hembusan angin, sesekali menyentuh permukaan hidung ali, membuat ali bisa menghirup wangi rambut yang diam diam ia sukai. Wangi.
Nafas gadis itu naik turun, terlihat saat sesekali ia membuang nafas kasar. Entahlah. Mungkin ia sama sperti ali memliki masalah yang pelik atau memang masalah mereka bersautan. Lama ali, berkelut dalam diam. Ia tak ingin merusak momen ini. Sekali saja ali bertingkah maka gadis di belakangnya ini akan berlari menjauh darinya. Maka dari itu ali memilih diam.
"Masih sering kesini?" Prilly berucap namun enggan menoleh bahkan enggan membuka matanya. Ia masih tetap seperti tadi, memejamkan matanya. Toh walau seperti ini, ia tau siapa yang duduk di belakangnya. Ia sangat hafal bau parfum ini.
Ali terkejut, menoleh sekilas pada gadis yang masih terpejam itu. Bagaiamana ia tau kalo aku ada disini. Batin ali.
"Hanya ini tempat yang tepat untuk saat ini..." ali menjawab dengan sesantai mungkin.
Prilly menyunggingkan senyum "Apa ada masalah yang pelik dengan mu?"
"Tentu, apa kamu juga mempunyai masalah, hingga memilih tempat ini?"
Prilly mengangguk dengan senyum kecil "sepertinya kita sama.." ucapnya. "Aku pernah berjalan di gelap malam tanpa bintang, aku juga pernah berenang di air keruh, aku pernah terbang tanpa sayap, tapi aku belum pernah hinggap dan tumbuh di padang pasir tanpa air. Apa aku salah jika aku mengingankan padang pasir itu?" Lanjut prilly.
Ali mengernyitkan kening, mendengar ucapan prilly. Itu isi dari suratnya dan apa prilly sudah membacanya? Tapi bukankah surat itu di buat prilly, tentu saja prilly mengingatnya.
"Jika terjun di jurang menyakitkan. Aku akan tetap memilih itu. Jika bermain api akan membuatku terbakar aku juga akan tetap memilih itu, asal aku bisa dapatkan cinta mu..." kata prilly dan di akhiri dengan senyuman. Ah dia sendiri tidak sadar kalo ia bisa sepuitis dan terlihat melankolis saat menulis surat itu. "Lucu yaa, aku tidak tau kalo aku selebay itu..." lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FULL KISS
Fanfiction"ali aku sayang kamu, ali aku cinta kamu, ali jawab dong...." -Prilly Latuconsina- *CUP* -Ali Syarief-