Partner For Life - Part 4

2.5K 144 1
                                        

Rabu, 14 Januari 2015 ( 08:30 WIB )

Jalan Wilhelmina, Yogyakarta

Sebuah gedung berukuran sedang telah berdiri tegak di pinggir jalan besar Wilhelmina, Yogyakarta. Gedung itu berlantai dua dengan kaca – kaca tertutup oleh tirai berwarna hijau tua. Orang awam pasti akan berpikir bahwa tak ada kejelasan tentang gedung itu, entah hanya sekedar sebagai gudang atau sebagai gedung kantor sebuah perusahaan. Terlalu sulit untuk ditebak. Padahal di samping kanan dan kirinya merupakan gedung – gedung perkantoran dari perusahaan – perusahaan yang cukup terkenal.

Dengan langkah pelan dan memasang wajah serius, Cakka memasuki gedung itu. Tak ada sambutan selamat datang, karena begitu memasukinya hanyalah sepi dan tak seorangpun sedang berada di situ. Cakka tahu kemana ia harus melanjutkan langkah kakinya. Ia terus berjalan hingga menaiki sebuah tangga menuju ke lantai dua. Barulah di lantai dua itu ia melihat dua orang laki – laki seperti saling memukul. Entah apa yang mereka lakukan, Cakka tak peduli sama sekali. Tak lama kemudian ia sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu terbuka. Dilihatnya seorang laki – laki sedang duduk membelakanginya.

"Gue nggak terlambat kan ?" dengan masih berdiri di depan pintu, Cakka berbicara kepada laki – laki yang duduk membelakanginya itu. Dan laki – laki itupun beranjak dari kursinya.

"Udah dateng loe. Loe duduk dulu, gue bakal jelasin target kali ini." Jawab laki – laki itu.

"Yo, ini bukan buat ngabisin nyawa orang kan ?" tanya Cakka sesaat setelah ia duduk. Kini di depannya, laki – laki yang adalah Rio itupun sudah duduk kembali di kursinya. Kini mereka duduk berhadapan dengan berbataskan sebuah meja kayu.

"Sorry Kka, gue belum bisa memastikan gimana akhirnya. Tapi tugas loe adalah menculik seorang cewek, dia pacar dari jaksa penuntut di sidangnya Gabriel."

"Emang kenapa harus pake culik si pacar jaksa itu ? Apa loe nggak mau langsung aja nyerang si jaksa itu ?"

"Ya, loe tahulah gimana Gabriel. Dua hari yang lalu gue jengukin dia di penjara, dan dia mau gue untuk ngeluarin dia dari penjara gimanapun caranya. Dia bilang kalo jaksa penuntutnya namanya Alvin, dan gue nggak tahu kenapa bisa kayak gini, yang jelas Alvin itu dulu adalah sahabat gue waktu SMA."

"Jaksa itu mantan sahabat loe ? Tragis. Jadi, apa loe mau menggunakan pacar jaksa itu sebagai alat untuk ngeluarin Gabriel ? Hmm, maksud gue, kita menculik cewek itu biar si jaksa itu ngalah di pengadilan ?" Cakka mencoba menebak hal yang ada di balik dari rencana Rio.

"Gue salut banget sama loe, Kka. Otak loe itu gampang banget buat ngerti maksud orang lain. Heran gue sama loe, kenapa loe lebih milih untuk pergi dari rumah daripada mimpin perusahaan bokap loe. Cakka...Cakka...loe ini orang yang cerdas lulusan universitas, seharusnya loe nggak kerja yang kayak gini." Kata Rio, ia menatap mata Cakka yang kini terpejam.

"Ya udahlah Yo nggak usah dibahas, kalo emang jalan yang gue pilih kayak begini ya gue rasa ini yang terbaik buat gue." Kata Cakka masih dengan mata terpejam dalam duduknya. Kini ia membuka matanya perlahan, dan menghembuskan nafas berat. Ia merasa seperti ada tekanan di dalam dadanya setiap membahas masalahnya dengan orang tuanya.

"Iya, gue ngerti Kka, terserah loe aja. Gue kemarin udah minta sama Ray dan Ozy buat cari tahu soal cewek itu. Ini fotonya." Kata Rio, lalu menyerahkan dua lembar foto berukuran 4R kepada Cakka.

Sejenak Cakka memperhatikan dua lembar foto itu. Memang, perempuan muda yang menjadi targetnya kali ini mampu membuatnya terkesan. Perempuan berbaju biru tua dengan rambut panjang sedikit di bawah bahu dan agak bergelombang di bagian bawahnya itu terlihat cantik di dalam foto yang sedang ia pegang.

"Cantik..." ucap Cakka tanpa sadar.

"Apa ? Loe bilang apa tadi Kka?" tanya Rio, ia samar – samar mendengar ucapan Cakka."

"Nggak ada."jawab Cakka datar.

"Inget Kka, jangan sampai loe jatuh cinta sama tu cewek." Kata Rio, dan Cakka hanya tersenyum sinis memandang Rio.

"Ya udahlah, terus apa lagi selanjutnya ?"

"Itu cewek namanya Shilla, umur 25 tahun, dia kerja di kantor pengacara milik Riko Anggara, si pengacara yang akhir tahun kemarin naik daun lagi karena menang dalam kasus Oik yang dituduh ngebunuh pacarnya sendiri."

"Terus, gue harus culik dia di kantor pengacara itu ? Gila loe Yo, nyuruh gue buat culik orang di area kantor pengacara." Protes Cakka.

"Tenang kali Kka, kita ini bukan orang – orang yang nggak berpengalaman untuk melakukan hal semacam itu. Loe ini ya, heran gue, kenapa sih masih aja ada hal – hal yang loe takutin, hah ?"

"Gue bukan takut, sorry ya Cakka Kawekas Nuraga bukan seorang pengecut ! Gue cuma khawatir, di kantor pengacara itu banyak didatengin polisi dan penegak hukum lainnya. Bisa – bisa berantakan rencana loe itu."

"Udah, loe nggak sendiri, loe bakal dibantuin sama Ray, Ozy, Debo, juga Dayat. Jam 12 siang ini, loe semua stand by di tempat parkir mobil itu kantor. Gue yakin, tiap jam 12 siang, Alvin selalu jemput itu cewek ke kantornya buat keluar makan siang."

"Yakin banget loe kalo mantan sahabat loe itu bakal jemput ceweknya siang ini."

"Dua hari yang lalu gue udah ketemuan sama Alvin pas jam makan siang, dan saat itu dia ternyata ditunggu sama cewek itu di luar restoran."

"Loe udah bicara sama jaksa itu, Yo?"

"Udah, tapi dia tetep nggak mau ngalah di pengadilan, jadi jalan satu – satunya adalah dengan rencana gue ini, oleh karena itu gue butuh loe buat hal ini. Loe tinggal ikutin aja perintah gue dan nggak usah banyak protes, Kka. Loe tenang aja, gue udah siapin bayaran buat loe kayak biasanya."

"Setelah gue berhasil bawa itu cewek ke sini, udah kan tugas gue selesei ?"

"Siapa bilang itu cewek bakal disekap disini ? Loe bawa itu cewek ke rumah loe, borgol aja itu cewek di rumah loe."

"Apa ? di rumah gue ? Gila loe,Yo !" Cakka cukup terkejut dengan ucapan Rio, tentu dia merasa keberatan jika gadis muda itu harus berada di rumahnya apalagi dengan status korban penculikan.

"Gue bilang gitu juga pake pertimbangan,Kka. Nggak mungkin gue nyekap itu cewek di sini, loe tahu sendiri anak – anak kayak gimana. Apalagi si Ray, bisa – bisa itu cewek mati di sini." Jelas Rio.

"Ya itu urusan loe kali Yo. Mana mungkin gue bawa itu cewek ke rumah gue. Arrrrggggghhhh, dasar gila loe, Yo !" Cakka berkata dengan penuh rasa frustasi, lalu ia meremas rambutnya dengan kesal. Rio lalu berdiri dari kursinya kemudian berjalan mendekati Cakka.

"Denger Kka, cuma sementara waktu aja sampai sidang Gabriel selesei, habis itu gue bakal ambil itu cewek dari rumah loe." kata Rio sambil menepuk bahu kanan Cakka dan menyeringai. Sedangkan Cakka, ia hanya diam, matanya memandang menerawang lurus ke depan, nafasnya terdengar cepat dan memburu, seperti ada sesuatu yang menghimpit dadanya hingga membuatnya sulit untuk bernafas panjang.

Aku seperti pedang yang akan melukaimu...

Yang menjebakmu untuk menjadi sama sepertiku...

Aku ini pedang yang kejam...

***

Bersambung...

Teman - teman pembaca, tinggalkan jejak - jejaknya ya :) pliss

Partner For LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang