Partner For Life - Part 16

3.1K 91 0
                                    

Kedua orang tua Cakka sudah berdiri di kamar Cakka, mereka baru saja memasuki pintu kamar Cakka. Kemudian Ify dan Shillapun sudah berada di belakang mereka. Mama Cakka dapat melihat dengan sangat jelas keadaan putranya saat ini. Ia tahu kalau anak laki – lakinya itu sedang dalam keadaan yang tidak baik – baik saja. Dilihatnya Cakka sedang terbaring di tempat tidur dengan mata terpejam dan masker oksigen di hidung dan mulutnya. Mama Cakka menutup mulutnya dengan tangannya, ia menahan tangis.

Sedangkan papa Cakka tidak sedikitpun melepaskan pandangannya dari tubuh putranya itu. Laki – laki yang masih tampan di usianya yang sudah 50 tahun itu menatap putranya yang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan. Sebenarnya kondisi seperti ini bukanlah yang pertama kali dilihatnya. Papa Cakka sangat tahu jika putranya itu memang tidak bisa hidup tanpa masker oksigen jika asmanya sedang kambuh. Hingga kini sudah 25 tahun ia menjadi ayah kandung Cakka, dan setiap asma Cakka kambuh, ia adalah orang yang selalu menjaga Cakka semalaman. Dan kini untuk sekian kalinya, papa Cakka menyaksikan putranya itu dalam kondisi lemah.

Sedangkan Shilla dan Ify berdiri bersebelahan tidak jauh dari tempat tidur Cakka. Mereka berdua memandang Cakka dengan tatapan yang sama. Tatapan miris, dan juga tatapan penuh perasaan cinta untuk laki – laki yang terbaring lemah itu. Ah, ternyata Cakka dicintai oleh dua orang gadis cantik yang tulus menyayanginya. Bukankah sebenarnya Cakka adalah seorang pemuda tampan yang beruntung ? Dikaruniai kedua orang tua yang mencintainya serta dua orang perempuan muda yang mencintainya. Lalu apa lagi yang kurang dari lelaki tampan itu ? Ah, ya, dia adalah seorang penderita asma parah yang harus bergantung dengan alat bantu oksigen setiap kali penyakit asmanya itu kambuh. Cakka...

"Cakka kenapa sampai seperti ini, Shill ? Kenapa asma itu tega sekali bikin Cakka kayak gini ?" tanya Ify spontan. Matanya masih memandang Cakka yang tidak berdaya di tempat tidurnya.

"Iya, semalam tiba – tiba asmanya kambuh. Untunglah persediaan tabung oksigennya masih, jadi Cakka bisa bertahan untuk bernafas. Dan semalaman dia nggak sadarkan diri, Cakka seperti sedang koma, Fy. Dan beberapa menit sebelum kalian datang, Cakka baru sadar." Jawab Shilla lembut. Tanpa sedikitpun melihat Ify di sampingnya. Shillapun tetap memandang Cakka yang matanya sedang terpejam tidur.

Beberapa detik kemudian, kedua orang tua Cakka mendekat pada Cakka yang masih terbaring. Mereka berada di samping tempat tidur Cakka untuk melihat putra mereka itu dari dekat. Kedua mata Cakka masih terpejam dengan masker oksigen, ia belum menyadari kedatangan kedua orang tuanya. Mama Cakka yang berada di samping kiri Cakkapun segera menyentuh tangan Cakka dan menggenggamnya. Lalu tangannya beralih untuk membelai pipi putranya itu. Dan papa Cakka yang berada di sisi kanan Cakkapun mencium kening putranya itu. Cakka yang merasa ada ciuman hangat di keningnyapun mulai membuka mata.

"Cakka, ini mama sama papa, sayang. " kata mama Cakka.

"Hhh...Mama ? Papa ? Mama sama Papa kenapa di sini ?" kata Cakka pelan. Suaranya berat di dalam masker oksigennya. Kemudian mama Cakka mencium kening Cakka dengan lembut.

"Cakka, asma kamu kambuh ya ? Bagaimana bisa selama tiga tahun ini kamu menghadapi asma kamu sendirian setiap kali kambuh tanpa kami di samping kamu ? Papa ingin kamu pulang ke rumah. Dan sekarang lebih baik kita membawa kamu ke rumah sakit." Ujar papa Cakka. Tangannya membelai rambut Cakka.

"Hhh... papa, Cakka nggak papa kok pa, hhh..."

"Nggak papa bagaimana ? Kamu nggak ngerasain jadi mama sama papa! Kamu nggak tahu betapa rindu dan khawatirnya kami sama kamu, Cakka." Sahut mama Cakka. Tangannyapun membelai rambut Cakka penuh kasih sayang.

"Iya, papa ingin kamu kembali ke rumah! Dan papa juga ingin membawa kamu ke dokter Duta lagi, kita ke rumah sakit, karena papa yakin selama tiga tahun ini kamu pasti nggak pernah memeriksakan kondisi kamu ke dokter Duta kan ? Kamu nggak akan pernah mengerti kekhawatiran kami. Kamu juga nggak pernah tahu perasaan kami setiap melihat kamu terbaring dengan masker oksigen seperti ini, Cakka." Kata papa Cakka. Ia memandang putranya dengan perasaan miris. Ia tahu, meskipun masker oksigen terpasang menutup hidung dan mulut Cakka, tapi putranya itu tetap saja berjuang keras dalam menarik nafas. Suara nafas putranya itupun terdengar memilukan di telinga seorang ayah sepertinya.

Partner For LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang