Partner For Life - Part 19

2.4K 85 0
                                    

Rio memasuki sebuah ruangan yang tidak jauh dari ruangan di mana Shilla disekap. Ia dapat melihat Ray, Ozy, Dayat, dan juga Debo sedang serius memperhatikan sesuatu yang kini terletak di sebuah meja di ruangan itu. Dayat terlihat mengecek benda itu dengan sangat cermat, memastikan kabel – kabel di benda itu tidak ada yang salah dan kurang. Di sampingnya, ada Debo yang terlihat sedang memainkan sebuah benda kecil mirip seperti sebuah remote control dengan beberapa tombol kecil.

Ozy dan Ray hanya memperhatikan apa yang ada di hadapannya. Ozy lebih memilih diam dan melipatkan kedua tangan di dadanya, ia membiarkan saja dengan apa yang dilakukan oleh teman – temannya. Yang jelas prinsipnya adalah hanya menuruti perintah saja dan tidak ingin banyak berdebat dengan yang lain apalagi dengan Rio.

Sedangkan Ray, ia memandang benda berkabel yang sedang dipegang oleh Dayat. Mata Ray nampak sayu dan menatap miris. Sebenarnya ia ragu dan bimbang sekaligus tidak percaya jika semuanya akan menjadi seperti ini. Percaya atau tidak, saat ini telah tumbuh benih pikiran di dalam otaknya bahwa Rio adalah seseorang yang terlalu kejam. Ray memandang Rio dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Yo, loe yakin mau melakukan ini ? Loe serius ? Gue pikir loe bener – bener udah jadi orang gila Yo!" ujar Ray tiba – tiba.

"Kenapa loe masih pake nanya, hah ? Loe tahu kan gue ini nggak pernah bercanda ataupun main – main dengan hal yang gue omongin! Ray... Ray... jangan – jangan loe udah ikut – ikutan Cakka yang jadi berbalik ngelawan gue?" jawab Rio. Ia memandang Ray dengan wajah sadisnya. Sedangkan Ray mengerutkan keningnya.

"Wah, Ray, saran aja sih ya buat loe, kalau loe bener – bener mau ngelawan, mending saat ini juga loe pergi dari sini dan jangan pernah ikut kita lagi." sahut Ozy yang berdiri di samping Ray.

"Ray, loe kenapa sih ? Loe nyesel tadi udah nyakitin Cakka ? Loe merasa bersalah tadi mukul dada Cakka sampai Cakka sekarat, hah ?" tanya Dayat serius.

"Ray, gue ngerti perasaan loe, mungkin nggak mudah memang untuk nyakitin teman sendiri. Gue tahu loe sebenernya nggak tega kan mukul dada Cakka ?" sambung Debo.

"Ah, Ray.. Ray... jadi karena kejadian tadi loe jadi berubah kayak gini ? Oh, kasihan sekali ya Cakka. Dia sampai sekarat gara – gara pukulan loe di dadanya. Hhh... menyedihkan, tapi sayangnya itu yang gue mau, gue menginginkan Cakka sekarat dan mati secepat mungkin. Dan nggak ada lagi penghalang bagi gue buat menghabisi nyawa Shilla. Hmm, sebentar lagi rencana gue bakal terlaksana. Dengan bom waktu ini, cewek bodoh itu bakal mati. Dan Cakka, gue yakin hari ini juga dia bakal mati dijemput malaikat maut dalam koma dan sekaratnya itu. Wuh, bener – bener pasangan serasi dan tragis." Ujar Rio santai. Sejak bicara tadi ia sudah memegang dan mengamati detail benda berkabel yang tadi berada dalam kuasa Dayat. Benda itu adalah bom waktu. Bom yang akan digunakan Rio untuk membunuh Shilla. Kejam, tak ada seorangpun yang bisa melawan Rio.

Ozy dan Dayat memilih untuk memasukkan kedua tangan mereka ke dalam saku celana. Mereka memandang bom waktu yang berada di tangan Rio itu dengan tatapan menerawang. Mereka diam tak bersuara sepatah katapun, namun senyuman licik tersungging di bibir mereka berdua.

Dan Debo memilih untuk menarik nafas panjang hingga menghembuskannya dengan berat sambil mengalihkan pandangannya pada jendela di samping kanannya. Ada rasa aneh di dalam hatinya, entah apa itu, ia sendiripun sulit untuk memaknainya.

Sedangkan Ray masih berdiri mematung di tempatnya. Pikirannya melayang dan pusing. Ia menyayangkan perbuatannya sendiri. Hingga kini ia masih merasa tidak percaya jika tangan kanannya itu telah memukul dada Cakka dengan keras berkali – kali. Ada perasaan menyesal dalam hatinya.

Jika bukan karena menuruti perintah Rio, ia tidak akan memukul dada Cakka. Ray sudah mengenal Cakka selama tiga tahun terakhir, mereka sudah sering bekerja sama melakukan pekerjaan kriminal bersama. Hanya saja kali ini memang parah dan ekstrim. Ray tahu kalau Cakka punya penyakit asma parah, ia tahu bahwa dada Cakka itu lemah. Dan dengan entengnya, tadi pagi ia memukul keras dada Cakka yang lemah itu dengan tangannya sendiri.

Partner For LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang