"Pa, ayo kita kejar Cakka, Pa!" ujar mama Cakka yang kini melihat taksi yang dinaiki Cakka sudah berjalan meninggalkan area rumah sakit.
"Cakka..." lirih Ify. Iapun terus memperhatikan taksi yang dinaiki Cakka semakin menjauh.
"Ayo, Ma, Fy kita kejar Cakka dengan mobil, kita susul Cakka, kita ikuti taksi itu dengan mobil." Kata papa Cakka. Iapun langsung menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri, dan diikuti oleh mama Cakka dan juga Ify. Papa Cakka segera menghidupkan mesin mobilnya. Tidak lama kemudian, mobil itu melesat mengikuti taksi yang dinaiki Cakka.
***
"Pak, Jalan Wilhelmina, Pak." Kata Cakka kepada sopir taksi yang duduk di depannya.
"Baik mas." Dengan tetap menyetir, sopir taksi yang terlihat berumur sekitar 50 tahun itupun menjawab dengan ramah.
"Hhh... Mama, Papa, maafkan Cakka. Cakka janji akan kembali buat mama sama papa. Hhh... aarrgghh...hhh...hhh..." Cakka mengerang kesakitan, nafasnya semakin sesak dan memburu, entahlah yang jelas kini dadanya sakit sekali dan sesak, lalu ia melihat dadanya yang masih memar akibat pukulan Ray. Dan asma sialannya itu memang sangat mengganggunya. Cakka memejamkan matanya sejenak untuk menahan sakit di dadanya dan mencoba menarik nafas sebisa mungkin. Ia sangat membutuhkan alat bantu oksigen. Sungguh, Cakka tidak boleh pingsan sekarang. Bertahanlah Cakka...
"Mas... mas nggak papa mas ? Kelihatannya mas sedang kesakitan, apa sebaiknya kita kembali ke rumah sakit saja mas ? Sepertinya, mas sedang sesak nafas." Ujar bapak sopir taksi itu masih sambil menyetir mobil taksinya. Ia dapat melihat kondisi Cakka dari kaca yang tergantung di depannya. Wajah Cakka terlihat sangat pucat karena kekurangan oksigen.
"Hhh... nggak usah pak, tolong jalan terus ya pak, hhh... saya masih bisa bertahan, bapak tenang saja. Hhh...hhh..." jawab Cakka pelan. Ia tidak boleh menyerah dengan sakitnya. Ia harus bertahan.
"I..Iya mas..." jawab sopir taksi itu. Meski sebenarnya ia tidak tega dengan kondisi Cakka yang sudah seperti hampir pingsan, namun walau bagaimanapun juga ia harus menuruti permintaan setiap penumpang taksinya. Dan sopir taksi itupun mengemudikan taksinya dengan lebih cepat lagi. Ia berharap pemuda tampan yang menjadi penumpang taksinya itu tidak jatuh pingsan dan masih bisa bertahan, tetap dalam keadaan sadar.
"Hhh... Shilla, tunggu aku Shill, aku segera datang untuk menyelamatkan kamu. Hhh..." kata Cakka dalam hatinya.
***
Sabtu, 17 Januari 2015 ( 13:10 WIB )
Jalan Wilhelmina, Yogyakarta
Di sebuah jalan raya, jalan Wilhelmina, seorang perempuan muda sedang terduduk pasrah di tengah jalan itu. Tubuhnya bergetar dengan suara isakan tangisnya yang miris. Semua orang yang melewati jalan itu melihatnya dengan tatapan keheranan, entah apa yang mereka pikirkan, mungkin saja kebanyakan dari mereka berpikir bahwa perempuan muda itu adalah pasien rumah sakit jiwa yang baru saja kabur dan ingin menabrakkan dirinya di tengah jalan raya di siang hari yang panas ini. Shilla. Perempuan itu adalah Shilla.
"Hhh... Cakka, aku takut, apa ini memang akhir hidupku ? Apa ini caraku untuk sampai pada kematianku ? Kenapa kamu jahat, Kka ? Kenapa kamu harus sampai koma, Cakka ? Kalau aja kamu nggak menculik aku, pasti aku nggak akan seperti ini, Kka. Kenapa kamu harus menculik aku ? Kenapa kita harus saling kenal, Kka ? Kamu jahat, Cakka." ujar Shilla. Air matanya kembali menetes di kedua pipi chubbynya. Ia hanya bisa terduduk pasrah di tengah jalan raya. Tubuhnya sudah dipasangi bom waktu, di mana detik demi detik terus berjalan untuk menunggu detik yang terakhir pada bom waktu itu. Ayolah Shill, Cakka sedang berjuang untuk tetap bisa bernafas dan ia ingin menyelamatkanmu. Ia baru saja sadar dari komanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Partner For Life
Genç KurguTELAH DITERBITKAN VERSI BUKU NOVEL CETAK Cakka, seorang pemuda tampan yang memilih pergi dari rumah kedua orang tuanya dan bekerja sebagai orang suruhan dari komplotan penjahat, hingga hidupnya tidak lagi teratur. Namun, semuanya berubah saat seoran...