Partner For Life - Part 22

2.6K 87 0
                                    

"Ma, jari – jari Cakka bergerak, ma!" ujar papa Cakka. Ia masih menggenggam tangan Cakka yang kini mulai bergerak. Lalu spontan memandang istrinya yang masih mencium kening Cakka.

"Ya Tuhan... Cakka..." lirih mama Cakka setelah ia melepaskan kecupannya di kening Cakka.

Jari – jari tangan kanan Cakka terus bergerak di dalam genggaman tangan papa Cakka. Mama Cakkapun kini juga menggenggam tangan kiri Cakka yang terpasang selang infus.

"Cakka, iya sayang ini papa di sini. Coba buka mata kamu, nak." Ujar papa Cakka. Ini mungkin adalah waktu yang ia tunggu – tunggu sejak tadi. Waktu di mana ia akan melihat putra kesayangannya sadar dari komanya. Jari – jari Cakka terus bergerak di dalam genggaman laki – laki 50 tahun itu.

"Cakka, ini mama juga ada di sini." Kata mama Cakka. Iapun terus mengenggam tangan kiri Cakka yang terpasang selang infus itu.

Tidak lama kemudian kedua mata sayu milik pemuda tampan itu terbuka perlahan – lahan. Cakka mengerjap beberapa kali hingga ia dapat melihat dengan jelas. Kini kedua mata pemuda tampan itu sudah benar – benar terbuka. Cakka mendapati dirinya mengenakan masker oksigen yang menutup hidung dan mulutnya dengan rapi, serta kabel – kabel medis terpasang di dadanya. Suara monitor detak jantungnyapun masih terdengar nyaring di telinganya. Ia dapat melihat kedua orang tuanya berada di samping kanan dan kirinya. Ya, Cakka kini telah sadar dari komanya.

"Eergghh..." Cakka mengerang pelan di balik masker oksigennya.

"Cakka, kamu sudah sadar, sayang ?" kata mama Cakka. Wanita cantik itu tersenyum memandang wajah putra kesayangannya yang kini sudah membuka matanya itu. Lalu mencium punggung tangan Cakka dengan lama. Dan Cakka hanya mengangguk pelan karena tubuhnya masih sakit untuk digerakkan.

"Cakka, aku senang kamu udah sadar." Kata Ify, ia berdiri di samping mama Cakka. Gadis itu tersenyum tulus melihat Cakka yang sudah bangun dari komanya.

"Syukurlah, kamu sudah sadar Cakka. Selamat datang kembali, nak. Papa dan mama sangat mengkhawatirkan kamu." Ujar papa Cakka sambil membelai rambut Cakka. Cakkapun tersenyum kecil di balik masker oksigennya. Kemudian papa Cakka mencium kening putranya itu.

"Hhh... Cakka kenapa ma ? Apa yang terjadi sama Cakka, pa ? hhh..." Cakka mencoba berbicara meski nafasnya masih terasa sesak di balik masker oksigennya.

"Kamu koma, Cakka. Tadi pagi, setelah salah satu anak buahnya Rio memukul dada kamu, kamu tidak sadarkan diri. Ditambah dengan asma kamu yang sedang kambuh, menyebabkan kamu koma, tadi detak jantung kamu sempat berhenti. Tapi syukurlah dokter Duta berhasil mengembalikan detak jantung kamu meski kamu berada dalam keadaan koma. Dan sekarang papa sungguh bersyukur karena kamu sudah sadar dari koma, Cakka." jelas papa Cakka. Tangannya masih membelai rambut putranya itu dengan kasih sayang.

"Iya sayang, gara – gara Rio dan teman – temannya itu mama dan papa hampir saja kehilangan kamu. Mama takut sekali Cakka, dada kamu memar karena pukulan anak buahnya Rio. Mama nggak ingin kamu koma lagi. Dan jangan pernah kamu meninggalkan mama, sayang." Ujar mama Cakka sambil membelai pipi Cakka.

"Hhh... Shilla... Bagaimana dengan Shilla, ma ? Tadi... hhh... tadi sebelum Cakka pingsan, Shilla akan dibawa Rio. Pa, Shilla di mana, pa? Hhh...hhh...hhh..." tanya Cakka dengan nafas terengah – engah, padahal masker oksigen masih setia menutup hidung dan mulutnya.

"Cakka, tenang sayang. Kamu jangan banyak bicara dulu. Kamu baru sadar dari koma. Dan tentang Shilla, dia dibawa Rio dan teman - temannya. Papa nggak tahu Shilla dibawa kemana oleh mereka. Kamu jangan memikirkan hal itu dulu, kamu harus ingat penyakit asma kamu, Kka." Jawab papa Cakka. Ia mencoba untuk menenangkan putranya itu, sebisa mungkin ia harus bisa membuat Cakka tenang dan tidak panik. Jika Cakka sampai panik, maka asma parah yang dideritanya bisa semakin menyiksa Cakka.

Partner For LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang