Sabtu, 17 Januari 2015 ( 13:25 WIB )
Jalan Wilhelmina, Yogyakarta
Sabtu siang yang begitu menyesakkan. Jalan raya itu sungguh tidak kondusif, terasa seperti keramaian dan keributan dari aksi kejahatan. Semua mata tertuju pada seorang perempuan muda yang terduduk di tengah jalan dengan benda yang tidak biasa melekat di tubuhnya. Perempuan itu menangis dengan kondisi panik seolah meminta pertolongan kepada siapapun yang bersedia menolongnya saat ini juga. Ia tak memiliki banyak waktu. Tangisannya semakin memilukan bersamaan dengan bunyi decitan mobil – mobil yang berhenti tak jauh dari posisinya. Ditambah dengan suara sirine yang begitu bising terdengar oleh telinganya, membuatnya semakin pusing dan mulai kehilangan kendali diri.
Ternyata sejak beberapa menit yang lalu, mobil – mobil polisi telah berdatangan di Jalan Wilhelmina. Para penegak hukum itu mendapat laporan tentang seorang perempuan yang duduk tergeletak di jalan dengan bom waktu di tubuhnya.
Bunyi decitan mobil = mobil polisi dan juga suara sirine benar – benar menunjukkan bahwa di tempat itu sedang terjadi hal serius. Dan di salah satu mobil itu, seorang laki – laki berkaca mata baru saja keluar dari pintu mobil. Alvin. Ternyata iapun ikut serta bersama para polisi itu dengan statusnya sebagai jaksa. Ia dapat melihat seorang perempuan yang sedang terduduk di jalan raya dengan sebuah bom waktu.
"Shilla? Ternyata Rio emang nggak main – main dengan ucapannya." Kata Alvin datar. Ia hanya bisa memperhatikan Shilla dari jarak yang agak jauh. Ia membiarkan para petugas kepolisian itu untuk maju mengawasi Shilla. Namun entah mengapa para penegak hukum itu justru belum berani bertindak untuk menyelamatkan Shilla.
Tidak jauh dari tempat itu, sebuah mobil berwarna hitam berhenti dan terparkir dengan asal. Ketiga orang yang menaiki mobil hitam itupun keluar dari pintu mobil dan menyaksikan adegan memilukan yang sedang terjadi di hadapannya. Mereka adalah kedua orang tua Cakka dan juga Ify.
Mobil papa Cakka ternyata berhasil mengikuti taksi yang tadi dinaiki oleh Cakka, hingga sekarang mereka dapat menemukan Cakka. Namun yang mereka lihat adalah, putra mereka itu berada dalam situasi yang membahayakan nyawanya.
"Cakka..." kata papa Cakka.
"Ya Tuhan, Cakka.... Pa, Cakka sedang apa di situ ? Itu... bukankah itu Shilla, Pa ? Cakka dan Shilla sedang apa di sana ? Kenapa banyak sekali mobil – mobil polisi di sini, Pa?" kata mama Cakka.
"Papa juga nggak tahu, Ma. Apa yang sedang dilakukan Cakka di sana ?" ujar papa Cakka. Ia terus memandang putranya yang berada di tengah jalan bersama Shilla.
"Cakka..." Lirih Ify, ia tidak sanggup berkata apa – apa lagi.
"Ya Tuhan...." ujar Shilla di sela isakan tangisnya. Ia tak bisa melakukan apapun saat ini. Pasrah, itulah yang ada di benaknya, meski samar – samar ia masih bisa mendengar suara yang akhir – akhir ini selalu didengarnya. Ia masih terus menundukkan kepalanya dan menangis.
"Shilla..." seorang pemuda tiba – tiba berada di hadapannya dan memegang kedua bahunya.
"Cakka ? Kamu... kamu udah sadar dari koma ?" kata Shilla. Ia masih belum percaya jika pemuda tampan di hadapannya ini adalah Cakka. Cakka yang dinantinya telah sadar dari koma dan kini berada di hadapannya.
"Hhh... iya Shill, hhh.. aku baru aja sadar dari koma. Hhh... aku akan nyelamatin kamu. Hhh... hhh..." ujar Cakka, nafasnya semakin tersengal – sengal, nampaknya ia sudah merasa nyawanya tinggal satu detik saja.
"Cakka... tapi ini udah terlambat, aku akan segera mati dengan bom waktu ini, Kka. Kamu... kamu terlambat buat nyelamatin aku! Kamu mau apa ? Lebih baik kamu jangan deketin aku. Kamu jahat! Kamu jahat karena kamu udah culik aku, Kka!" Ia meronta, berusaha melepaskan rengkuhan pemuda itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Partner For Life
Novela JuvenilTELAH DITERBITKAN VERSI BUKU NOVEL CETAK Cakka, seorang pemuda tampan yang memilih pergi dari rumah kedua orang tuanya dan bekerja sebagai orang suruhan dari komplotan penjahat, hingga hidupnya tidak lagi teratur. Namun, semuanya berubah saat seoran...