Aku kasih dua part langsung deh hari ini, part 36 dan 37 ya, dibaca dan vote,comment sangat aku harapkan dari readers semua ^^ ,,
"Cakka, kamu jangan sedih. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu apapun keadaan kamu. Aku tetap cinta sama kamu, dan aku akan selalu nemenin kamu selamanya. Kita akan hadapi ini bersama. Aku janji, Kka." ucap Shilla getir masih dengan membelai rambut Cakka yang kini telah tumbuh panjang dibandingkan saat sebelum terbaring koma dulu.
Bernafas saja pemuda tampan itu masih bersusah payah, hingga masker oksigen Cakka pun berembun dan berhasil membuat Shilla bertambah sedih melihat kekasihnya itu. Shilla lalu mengecup kening Cakka dengan lembut, sedangkan Cakka terus menarik nafas dalam – dalam dari masker oksigennya. Kecupan Shilla membuat Cakka merasa hangat hingga membuat pemuda itu kembali memejamkan matanya.
Dalam pejaman matanya, pemuda tampan itu mendengar suara monitor detak jantungnya masih berbunyi. Ya, saat ini memang masih berbunyi, dan ia tidak tahu kapan jantungnya akan berhenti berdetak. Namun, yang ia tahu bahwa ia bangun dari koma adalah untuk Shilla dan juga untuk kedua orang tuanya. Dan selanjutnya, Cakka menyerahkan nafas dan detak jantungnya kepada takdir. Biarlah takdir Tuhan yang menghentikannya.
Mungkin,
Tuhan membangunkan aku dari tidur panjang bukanlah tanpa alasan...
Dan alasannya adalah agar aku dapat melihat wajahmu untuk terakhir kalinya...
Setelah itu, kuserahkan nafas dan detak jantungku padaNya...
Tetaplah kuat wahai bidadari hatiku...
Meski sedikit waktu untukku, percayalah bahwa nafas ini hanya untukmu...
***
Sabtu, 20 Juni 2015 ( 12:10 WIB )
Jalan Oleander, Yogyakarta
Terlihat seorang pemuda sedang duduk bersama dengan seorang gadis cantik berkulit putih di ruang tamu sebuah rumah. Ya, Alvin dan Sivia. Saat ini adalah jam istirahat kantor Alvin, jadi ia selalu meluangkan waktunya untuk pergi ke rumah Sivia setiap jam istirahat.
Sepertinya gadis itu memang sudah membuat Alvin tergila – gila, hingga dengan santainya Alvin menceritakan tentang perbuatan jahatnya yang telah melepas masker oksigen Cakka dengan sengaja.
Sivia terlihat panik dengan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan dan sangat ketakutan. Sedangkan Alvin hanya tersenyum tanpa beban dan rasa bersalah. Serasa ia puas telah menyakiti Cakka.
"Al, jadi kamu bener – bener serius melakukan itu? Kamu bener – bener melepas masker oksigen Cakka yang sedang koma? Ya Tuhan, Alvin, aku kan udah bilang kalau kamu nggak perlu melakukan hal jahat seperti itu. Biarkan Shilla sama Cakka. Aku bener – bener nggak nyangka ya, Al!" Sivia berkata cukup keras pada Alvin yang duduk di sampingnya. Ia tidak menyangka dengan yang telah dilakukan Alvin. Gadis itu sedang marah.
"Kamu kenapa sampai marah kayak gini sih, Siv? Aku hanya nggak rela kalau Shilla nantinya bahagia sama Cakka. Udah itu aja." Jawab Alvin sekenanya.
"Alvin, kamu ini bener – bener ya! Aku nggak suka kamu ngelakuin itu, aku takut kamu ketahuan."
"Nggak bakal, Siv."
"Kamu nggak sadar apa kalau di rumah sakit ada kamera cctv? Jelas – jelas ini membahayakan kamu, Alvin. Terus gimana keadaan Cakka sekarang?" Sivia mencoba mengatur nafasnya yang sedikit terengah karena marah – marah pada Alvin.
"Ya mana aku tahu keadaan Cakka sekarang. Yang penting aku udah melepas masker oksigennya dan selanjutnya terserah aja ya. Aku harap Cakka mati." Jawab Alvin dengan sangat tenang.
"Terus kalau Cakka mati, kamu mau apa, Al? Kamu mau minta Shilla kembali sama kamu? Terus gimana dengan aku, Al? Kamu bilang kamu cinta sama aku, tapi kenapa kamu masih aja mencampuri Shilla dan Cakka?"
"Sivia, aku serius aku cinta sama kamu. Aku nggak akan minta Shilla kembali sama aku. Aku hanya mau Cakka mati dan Shilla nggak bahagia sama dia." Alvin mencoba meyakinkan Sivia. Ia memegang kedua bahu Sivia dan menatap kedua matanya.
"Alvin, kamu ini ya bener – bener bikin aku kesal. Kamu ini seorang jaksa, Al. Jaksa semestinya memberi contoh tindakan yang terpuji buat masyarakat, bukannya melepas masker oksigen orang yang sedang koma." Sivia mulai meneteskan air matanya dan menatap Alvin dalam – dalam.
"Huh, maafkan aku Siv. Aku janji setelah ini nggak akan melakukan hal – hal yang kamu nggak suka." Ujar Alvin yang kini mengenggam tangan Sivia.
"Iya, tapi aku takut kalau kamu ketahuan dan kamu ditangkap polisi terus kamu di......" Kata – kata Sivia terpotong ketika tiba – tiba pintu rumahnya terbuka dengan suara yang sangat keras hingga mengagetkannya dan juga Alvin.
"Braaakkk..." Sebuah suara keras muncul ketika pintu rumah Sivia ternyata dibuka secara paksa oleh sekelompok orang dengan senjata pistol di tangan mereka.
"Angkat tangan! Jangan ada yang bergerak! Kami polisi." Ujar salah satu orang yang berada di barisan paling depan dalam sekelompok penegak hukum itu.
Mereka langsung masuk ke dalam rumah Sivia hingga Alvin serta Sivia terkepung. Terlihat pula di antara para polisi itu, seorang laki – laki paruh baya dengan kemeja biru tua yang ternyata adalah Papa Cakka yang juga ikut dalam aksi penangkapan Alvin. Papa Cakka hanya ingin memastikan bahwa Alvin, orang yang telah melakukan kejahatan melepas masker oksigen Cakka, putranya, benar – benar tertangkap dan dihukum setimpal.
"Apa – apaan ini?" Alvin mencoba berontak, namun salah seorang polisi langsung mencekal kedua tangannya ke belakang. Sivia, ia hanya diam saja, ia cukup terkejut dengan yang terjadi. Kaki gadis itupun tidak mampu bergerak kemanapun.
"Cepat, Pak! Tangkap orang jahat ini! Dia benar – benar orang yang telah mencoba membunuh putra saya!" ujar Papa Cakka yang sudah sangat tidak sabar. Rasanya ia ingin sekali memukul wajah Alvin karena telah tega mencoba membunuh putranya saat sedang koma.
"Anda ini siapa? Saya tidak kenal dengan anda! Saya ini jaksa ternama!" Alvin tidak mau kalah.
"Kamu tidak usah mengelak! Kamu kan yang sudah melepas masker oksigen Cakka, putra saya, hingga menyebabkan ia hampir saja kehilangan nyawanya. Cepat tangkap dia, Pak!" ujar Papa Cakka yang kembali bergemuruh.
"Saudara Alvin Jonathan Sindunata, anda ditangkap atas tuduhan kasus percobaan pembunuhan terhadap Saudara Cakka Kawekas Nuraga beberapa waktu lalu saat beliau sedang koma di rumah sakit. Bukti dari kamera cctv sudah kami amankan, dan untuk selengkapnya kita lanjutkan di kantor polisi. Jadi, mulai hari ini, anda kami tahan!" ujar salah satu polisi sambil menunjukkan surat perintah penangkapan.
"Argghh,,, shiittt!!!" umpat Alvin seketika.
Dengan sigap, seorang polisi yang sedari tadi mencengkeram tangan Alvin pun memasangkan borgol pada tangan Alvin. Alvin tidak bisa berbuat apa – apa, ia hanya mampu mengepalkan tangannya yang telah tertaut oleh borgol. Sungguh dramatis. Apa yang telah ia lakukan tetap saja akan menuntut pertanggungjawabannya.
"Alvin..." lirih Sivia pelan saat Alvin mulai digiring keluar oleh para polisi itu. Alvin menoleh sejenak pada Sivia yang mulai menangis pelan.
"Maafkan aku, Siv." Ujar Alvin bergetar. Lalu ia berlalu dan menjauh dengan tubuh berada dalam penjagaan ketat dari para polisi.
Dan Sivia, gadis cantik berkulit putih itu hanya bisa tertunduk. Kini, ia hanya bisa menangis, bahkan menegakkan tubuhnya sajapun ia tidak mampu, perlahan tubuhnya merosot ke lantai ruang tamu rumahnya. Suara tangis seenggukan mulai terdengar dari mulutnya. Sesak, itu yang ia rasakan kini.
***
Bersambung...
Berhubung ketunda lama bgt karena aku opname di rumah sakit, jadi aku kasih langsung 2 part ya hari inii, part 36 dan 37,,, vote dan commentnya diharap banget ya, jgn jadi pembaca gelap terus,,, kasih respon ya dear :D
Sebenernya aku udah nulis selesai sampai ending, tp mau lihat respon vote dan comment dari kalian dulu ya dear ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner For Life
Genç KurguTELAH DITERBITKAN VERSI BUKU NOVEL CETAK Cakka, seorang pemuda tampan yang memilih pergi dari rumah kedua orang tuanya dan bekerja sebagai orang suruhan dari komplotan penjahat, hingga hidupnya tidak lagi teratur. Namun, semuanya berubah saat seoran...