Kakak Adik

1.3K 95 1
                                    

Ketika seluruh dunia memalingkan wajah darimu
Hanya ada satu tempat pulang terindah
Sebuah rumah yang membuka pintunya lebar-lebar untukmu
Sebuah Keluarga

PART 25

Di SMA 36 JAKARTA
Pukul 14.30

Dinda menunggu didepan gerbang sekolahnya, melihat jam tangannya beberapa kali. Gadis ini berulang kali mengambil dan menaruh lagi handphonenya didalam saku baju seragamnya. Menunggu seseorang yang mengabari akan menjemputnya.

TIT-TIT-TIT

Suara klakson motor menggema dibelakangnya, sepeda motor siapa lagi kalau bukan sepeda motor milik Rizky. Dinda menoleh kebelakang mencari tahu apa yang diingankan pria ini darinya.

"Apaan? Berisik!"

"Bareng gue aja pulangnya." Ajak Rizky.

"Ga gue udah janjian sama Maxim." Tolak Dinda.

Mendengar penolakan Dinda, Rizky langsung mengenakan lagi helmnya, tangannya menggulir gas motornya kuat, dan motornya melaju dengan sangat cepat dalam hitungan detik, meninggalkan Dinda yang merasa kecewa karena Rizky tak membujuknya untuk pulang bersama. Jangan heran, wanita memang begitu, jual mahal tapi sebenarnya hanya ingin diperjuangkan lebih lagi. Kadang berkata tidak dimulut saja, tapi hatinya meminta.

"CK, baru ditolak gitu aja udah pergi."

Tak berapa lama mobil Maxim muncul dan berhenti didepan Dinda, Maxim langsung turun dan membukakan pintu mobilnya untuk Dinda yang sudah menunggunya dari tadi. Dinda terlihat sedikit kesal, bibirnya menggulung cemberut, menunggu penjelasan dari Maxim.

"Kenapa sih sekarang jadi sering telat?"

"Maaf. Aku kan udah bilang ada urusan keluarga."

Dinda diam saja, dia menikmati pertengkaran ini, seumur hubungannya dengan Maxim baru kali ini dia merasakan marah pada lelaki baik ini. Pertengkaran seperti ini tidak patut dibanggakan memang, tapi dia senang bisa mengalaminya.

"Jangan marah..." Pinta Maxim.

"Abisnya kemaren malem telat, sekarang telat lagi."

"Janji ga akan telat lagi deh..."

Dinda melirik Maxim serius, kata janji yang diucapkan Maxim pasti bernilai 99% akan ditepati, jadi dia terenyuh. "Oke" Jawab Dinda singkat.

"Gimana tadi disekolah?"

"Ga gimana-gimana."

"Ih singkat banget jawabanya. Udah dong marahnya."

Dinda diam lagi. Sebenarnya dia sudah ingin tertawa melihat muka Maxim yang hopeless dipinggirnya. Tapi dia senang dengan pertengkaran kecil ini. Setiap hubungan memang perlu pertengkaran, untuk membuat orang didalamnya takut akan perpisahan dan menghargai arti kebersamaan.

Dinda hanya berpura-pura marah sekarang, dia menekuk wajahnya berlipat-lipat agar Maxim kebingungan. Ditambah lagi hari ini mereka tidak punya waktu bertemu yang banyak, sekarangpun mereka pergi bukan untuk berkencan, Maxim hanya sengaja mengantar Dinda ke lokasi shootingnya. Gadis ini menekan tombol disisi kiri kursinya untuk membuat kursinya lebih rendah, dia harus istirahat sebelum shooting.

Maxim melirik Dinda diam-diam, lelaki ini tahu kalau Dinda kesal padanya, tapi dia juga tahu kalau marah Dinda saat ini tidak sungguh-sungguh, dia hanya pura-pura tidak tahu. Gadis yang diliriknya sedang melentangkan tubuhnya dikursi mobil, berusaha tertidur, kedua tangannya memegang safe bealt yang melingkar ditubuhnya sangat imut. Gadis itu berulangkali mengedipkan matanya karena cahaya matahari yang menembus kaca mobil mengarah langsung padanya.

"JATUH HATI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang