Mein Herz Gehort Dir

1.5K 115 3
                                    

PART 10

     Dinda sudah berada dalam perjalanan kesekolahnya ketika lampu merah menghadang laju mobilnya, dia duduk anteng dibelakang supir sambil terus cengengesan memikirkan bagaimana reaksi minuman kunyit bermerek kiranti yang Rizky minum pagi tadi. Ide gilanya itu akhirnya terealisasi.

     Matanya menjelajah kesekitarnya ketika dia melihat seseorang yang sangat dikenalnya tengah duduk diatas motornya, menatapnya dengan sorot mata yang sangat tajam. Rizky ditengah pengendara sepeda motor lain yang menunggu lampu merah berganti hijau. Lelaki itu sengaja menggas motornya menimbulkan suara motornya yang meraung-raung dan mengganggu pengendara lain, tak sedikit pengendara lainnya memprotes aksi rizky itu, tapi dia tak perduli.

     Dinda terkekeh, dia menurunkan kaca mobilnya sampai kebawah. Matanya membulat sambil lidahnya terjulur, sengaja mengolok-olok Rizky yang tampak kesal padanya. Setelah puas melihat mata Rizky yang semakin tajam menatapnya dia menaikan lagi kaca mobilnya sampai tertutup rapat. Tunggu, ada sesuatu yang mengganggunya, hapenya sepi. Biasanya Maxim pagi-pagi sudah menelponnya untuk sekedar membangunkannya ataupun mengucapkan selamat pagi, tapi pagi ini berbeda, tak ada telpon atau sms darinya. Ini aneh!

     Buru-buru dia melihat hapenya dan memencet nomor panggilan 1 yang langsung terbuhubung ke nomer Maxim. TUT~TUT~TUT. Dia tak mengangkat panggilan darinya.

     Maxim kenapa?

***

Di SMA 36 Jakarta
Pukul 06.20

     Maxim melihat handphonenya yang bergetar, dilayarnya tertera nama Pacarku, pikirannya kembali memutar kejadian kemarin malam, hatinya mencelos lagi. Ah dia ingin bernafas sebentar dari rasa kecewa itu, tangannya bergerak ragu-ragu, tapi dia buru-buru membiarkannya saja.

     PLAK… Seseorang menepuk bahunya cukup keras.

     “Bro, pas lo line tadi pagi gue tau ada yang ga beres.”

     “Ga ada apa apa kok!”

     “Boong lo!”

     Maxim menimbang-nimbang apakah dia harus bercerita soal kejadian semalam pada Alatas, tapi bibirnya kelu. Ini pertama kali terjadi dalam hubungannya dengan Dinda, karena itu juga dia tidak tahu harus bersikap bagaimana, yang jelas dia tidak ingin berhenti memperjuangkan hubungannya dengan Dinda, karena dia terlalu mencintainya.

     Alatas celingak-celinguk menatap ruang kelasnya yang masih sepi, sepertinya anak-anak kelasnya memang mempunyai kebiasaan hanya akan datang kalau jarum jamnya menunjukan jam 06,30 lebih, dia juga termasuk didalamnya, hari ini special karena dia sengaja datang pagi-pagi untuk sahabatnya yang mungkin membutuhkannya.

     “Kalau pacar lo, yang biasanya ga pernah boong tiba-tiba boong padahal dia tau kalau kita punya prinsip buat saling jujur apapun itu, apa lo bakal kecewa, terus elo bakal kaya gimana ngadepinnya ?”

     “Dinda boong sama lo ?” Alatas justru balik bertanya, dahinya berkerutan tak percaya ini pertama kalinya pasangan itu tampak memiliki masalah, terlebih Dinda yang dia tahu adalah orang yang jujur.

     “Malah balik nanya si kampret.”

     “Gue ga ngerti sih ada apa antara elo sama Dinda, karena ga biasanya kalian kaya gini, gue juga ga ngerti kenapa Dinda boong, pasti dia punya alesan. Intinya sih, tanyain yang elo pengen tau, berspekulasi justru buat elo makin kecewa tanpa nemuin jawabannya. Ia ga sih?”

     Maxim mengangguk-anggukan kepalanya, nasehatan dari sahabatnya itu simple tapi tepat sasaran, Tapi tetap dia tidak bisa menerima begitu saja kebohongan itu, karena suatu kebohongan terlontar pasti untuk menutupi kebenaran yang tak bisa diucapkan. Dia mengingat jelas bagaiamana Rizky keluar dari rumah Dinda bagai sudah terbiasa, dan bila membayangkan lelaki itu sudah sampai mengotak-atik hape Dinda bahkan membalas pesannya membuat hatinya, ehm… cemburu.
    
***

"JATUH HATI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang