Duka

1.5K 115 15
                                    

Sujud...
Berbisik kearah bumi, tapi terdengar langit...
Disampaikan oleh udara ke sang pemilik bumi dan langit...

PART 33

Dirumah Dinda
Pukul 19.00

Dinda masuk kedalam rumahnya dengan wajah yang jauh lebih bersemangat setelah mendengar ajakan Maxim untuk bertunangan, sampai ke ruang tamu dia melihat papah dan mamahnya tengah menunggunya dengan wajah serius yang tampak jelas sekali di air muka mereka. Dinda tahu pasti ini ada hubungannya dengan pertunangan yang Maxim rencanakan.

"Assalamualaikum Pah, Mah..." Ucapnya. Gadis itu langsung menghampiri Papah dan Mamahnya seraya mencium punggung tangan mereka satu persatu.

Berbeda dengan papahnya yang emosinya tampak bercampur tapi menahannya, Mamahnya lebih frontal dia langsung memeluk anaknya tanpa aba-aba, merasa miris sendiri dengan nasib dan jodoh yang mempermainkan anaknya.

"Kenapa Mah?" Tanya Dinda bingung mendapatkan pelukan yang tiba-tiba seperti itu.

Mamahnya langsung menghapus air matanya, dan menatap anaknya hangat. Dia menggelengkan kepala seolah menyembunyikan sesuatu yang belum boleh diketahui anaknya. Kamu gadis kuat Din, mamah yakin kamu bisa ngelewatin semua ini.

"Kamu ganti baju dulu Din, nanti papah sama mamah ke kamar kamu buat bicara, papah yakin kamu udah tahu apa yang bakal papah sama mamah bicarain..." Perintah Papahnya dengan nada tegas.

Dinda tak banyak bertanya, dia tahu kata-kata papahnya tadi bukan untuk dipertanyakan tapi dilaksanakan. Dia naik ke lantai atas dan masuk kedalam kamarnya, mandi dan mengganti bajunya sesuai yang diperintahkan papahnya.

***

TOK TOK TOK

Dinda sedang menyisir rambutnya ketika pintu kamarnya diketuk, dia berdiri dan membuka pintunya, papah dan mamahnya muncul dari balik pintu, seketika itu perasaannya berkecamuk, antara bahagia dan bertanya, dia tidak menyangka kalau hari dimana seseorang akan menautkan cincin dijari manisnya sebagai tanda pengikat akan datang secepat ini, meskipun dia tidak tahu sampai kapan pria yang mengikatnya bisa bertahan.

"Papah mau bicara..." Buka Papahnya, Ibunya bersidekap dan menyandar ditembok tanpa banyak bicara, karena memang dia tidak mengerti bagaimana harus mendeskripsikan situasi seperti apa ini sebenarnya, tadi siang ada seorang ayah yang datang kerumahnya dan meminta anak gadisnya untuk terikat dengan anak lelakinya. Tapi herannya keterikatan itu sama sekali tidak membuatnya bahagia ataupun sedih, perasaannya mengambang dan miris.

"Pasti soal pertunangan aku kan pah, aku setuju, aku mau tunangan sama Maxim meskipun dia sakit."

Dinda duduk diranjangnya, dan papahnya mengikutinya duduk disana membelakangi anaknya karena tak ingin anaknya mengetahui apa yang berkecamuk diotaknya kali ini.

Papah Dinda menghela nafas. Matanya menatap ubin yang kali ini terasa begitu dingin menggerogoti setiap tulangnya. "Pertunangan ini gak sama kaya yang kamu bayangin, semuanya bakal sulit Din..." Mathias papah Dinda membagi pemikirannya dengan anaknya. "Ini diluar kemampuan kamu..." Ucapnya lagi.

"Pah, ini permintaan Maxim buat aku, ijinin aku buat Menuhin permintaan dia, aku mau mencintai dia tanpa penyesalan pah, meskipun itu artinya aku harus siap dengan segala resiko." Dinda menyandarkan dagunya dibahu papahnya yang tampak begitu kokoh dan siap dibagi bebannya.

"Ini juga permintaan Maxim ke papah dan mamah. Papah sama Mamah sayang sama Maxim udah kaya ke anak sendiri tapi Jujur hati papah ga bisa ngijinin pertunangan ini, karena hati anak papah sendiri jadi taruhannya." Wajah Mathias-papah Dinda berubah menjadi sendu, tahu seperti apa sebenarnya rencana pertunangan yang dirancang Maxim.

"JATUH HATI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang