Kekecewaan

1.5K 107 10
                                    

PART 9

Flashback

Gw capek, Gw tidur duluan.

     Maxim mengernyitkan dahinya, alisnya yang tebal dikulitnya yang seputih kapas itu hampir bertautan. Menyisakan sebuah tanya yang mendasar, karena tak biasanya Dinda menggunakan kata gue.

     Apa mungkin dinda marah karena aku ga bisa anterin dia pulang?

     Jari jemarinya langsung saja memencet beberapa huruf dilayar handphonenya, mengirimkan bbm balasan untuk Dinda.

Gw?
Kamu ga lagi marah sama aku kan ?
Apa gara-gara aku tadi ga bisa nganterin kamu pulang?

     1 menit berlalu, tapi belum juga bbm darinya dibaca oleh Dinda, Maxim masih saja menunggu, dia sudah beberapa kali berganti posisi karena tak tenang.

     Aku ga bakalan tenang kalo gini!!

     Dia bangun lalu memakai jacket yang tadinya tergantung rapih dilemarinya, begitu melewati meja belajarnya dia melirik buku fisikanya teringat pada Dinda yang sudah pasti malas-malasan mengerjakan pr pelajaran yang tidak disukainya. Jadilah Maxim membawa buku itu bersamanya.

     Dengan gaya coolnya dia langsung masuk kedalam mobil sport berwarna merah darah yang terparkir digarasi rumahnya.

     Kemana lagi lelaki tampan dan pengertian ini pergi selain kerumah Dinda yang dipikirannya sedang marah padanya itu. Karena tak ada yang bisa membuatnya tenang selain memastikannya sendiri, dan tentu saja ini salah satu alasannya untuk bisa melihat wajah sang pujaan hati.

     Tak butuh waktu lama untuk sampai dirumah Dinda dengan kecepatan mobil sport yang dikemudikannya itu. Sesampainya didepan rumah Dinda, dia langsung mengambil handphonenya dan menelpon Dinda yang tampaknya sedang asyik memakan sesuatu dikamarnya, Maxim bisa melihat dari bayangan digorden kamar Dinda.

     Telponnya belum terhubung, ketika sesuatu menggangu perhatiannya, motor yang sama yang membonceng pacarnya tadi pagi keluar dari garasi rumah Dinda. Hati Maxim mencelos. Rizky!

     Rizky tampaknya mengenali mobil Maxim yang terparkir didepan rumah Dinda, dia menepi sedikit untuk menyapa, begitupun Maxim, dia menurunkan kaca mobilnya perlahan.

     "Max lo mau ketemu Dinda?" Tanyanya.

     Maxim menjawab pertanyaan Rizky dengan anggukan mantap, senyuman yang biasanya menghiasi wajah tampannya hilang entah kemana.

     "Yaudah masuk aja Max, oya tadi gue iseng bales bbm lo lewat hape Dinda, Sorry ya."

     Iseng? Bales bbm lewat hape Dinda? Terjawab sudah pertanyaan Maxim. Sebenarnya dia ingin sekali marah pada Rizky yang sudah tidak sopan dan keterlaluan membaca dan membalas bbm darinya untuk Dinda, tapi dia tetap memendamnya sendiri. Dia tak terlalu suka keributan.

     "Oke."

     Rizky mengangguk dan akhirnya melaju kegarasi rumahnya, meninggalkan Maxim dengan handphone yang masih menempel ditelinganya.

     Telpon terhubung. "Yang kamu marah?" Maxim langsung menanyakan hal yang membuatnya tak tenang dan pertanyaan yang juga mengantarkannya kerumah Dinda sekarang meskipun dia sudah tau jawaban dari pertanyaannya.

     "Engga, itu tadi ponakan lagi nginep bajak bbm aku."

     Hati Maxim mencelos lagi. Dia tahu Dinda tak mempunyai ponakan. "Ouh aku kira kamu marah, ga biasanya kamu pake kata gue soalnya. eh iya emang kamu punya ponakan?"

"JATUH HATI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang