Kunci Hati (1)

1K 88 4
                                    

Ketika bertemu sebuah ketulusan
Cinta tak membutuhkan alasan
Cinta tak meninggalkan
Dia akan senantiasa kembali dan menemukan jalan pulang

PART 30

Di Rumah Dinda
Pukul 19.20

Dinda diantar oleh supir Maxim tepat sampai depan pintu gerbang rumahnya, setelah Inez mengatakan kalimat penuh makna sebelumnya Dinda jadi berpikiran rumit, dia tidak tahu harus dari mengurai benang yang kusut ini, semua ujung yang merupakan kuncinya sama sekali tak bisa ditemukannya.

Gadis manis itu turun dari mobil Max, kakinya meluncur tepat diaspal. Dia melihat pintu mobil Maxim akan ditutup dari dalam oleh sahabatnya, tapi sahabatnya itu tampak memiliki sesuatu yang masih ingin dikatakannya.

"Benang kusut itu mudah terurai, kalau lo bener-bener niat buat nyari ujungnya. Lo bisa mulai nyari ujungnya dari orang-orang terdekat lo." Ucap Inez, sekarang dia menutup pintu mobil itu rapat-rapat, dan mobil tersebut melaju kencang meninggalkan Dinda sendirian ditengah kebingungannya. Dia harus menemukan kunci untuk kembali pulang ke rumah dihati Maxim. Tapi dadanya sesak, karena ternyata selama ini dia tidak tahu apa-apa soal lelaki yang dipacarinya itu, yang dia tahu lelaki itu selalu ada disampingnya untuk mendukungnya.

***

Di Rumah Maxim
Pukul 19.25

Rizky menyusul Maxim naik ke lantai atas, langkahnya besar-besar agar bisa menyamai dan menyusul langkah kakaknya, dan dia menang, dia berdiri dihadapan kakaknya dengan ekspresi yang serius dan tegas.

"Lo udah putus sama Dinda, tapi bukan berarti lo bisa ngacuhin dia kaya tadi, lo pasti tau kalo dia masih sayang sama lo, dan sikap lo yang kaya tadi bakal nyakitin dia, apalagi lo tadi pulang bareng Inez." Rizky memperingatkan.

"Oke."

Maxim benar-benar tak sedang ingin bertengkar ataupun adu mulut, yang dia perlukan sekarang ada sendiri. Sesederhana itu. Hati dan Pikirannya butuh untuk tenang, tanpa ada yang mengganggu, tanpa memikirkan banyak persoalan yang melibatkan banyak hati. Lelaki itu masuk kedalam kamarnya meninggalkan adiknya yang melongo karena kaget menerima respon yang datar seperti tadi.

"Dasar aneh lo." Umpat Rizky, dia juga masuk ke dalam kamarnya.

Ibu Maxim mendengarkan percakapan Maxim dan Rizky, dia tahu Rizky tidak salah dan tidak juga dalam posisi yang benar, tapi yang diyakininya saat ini, dari semua permasalahan yang melibatkan banyak hati ini, hati anaknya lah yang paling terluka, memperjuangkan kebahagiaan gadisnya dengan mengorbankan perasaannya.

***

Dibawah langit malam yang sama, empat hati berada dalam perenungannya sendiri, Dinda si tokoh utama duduk dan menyandar ke kepala ranjangnya, Maxim berbaring ke sisi kanan ranjang, menghadap kearah meja disamping ranjangnya yang penuh dengan photo dirinya sendiri dan Dinda, Rizky yang sekarang merasa dirinya menjadi perusak hubungan orang duduk menyandar keranjang dan duduk dilantai kamarnya sambil memegang gitar, dan Inez baru saja sampai kerumahnya, dia memandang langit malam yang terbentang indah. Pikiran mereka seolah terhubung tapi terbatas oleh dimensi bernama ruang dan waktu.

"Memperjuangkan untuk memiliki cinta tanpa merebut cinta orang lain, mewujudkan kebahagiaan tanpa merampas kebahagiaan orang lain. Itu prinsip gue Din, Mencintai dan Dicintai Maxim emang impian gue, tapi kalau harus ngerebut kebahagiaan lo, gue gak akan pernah bahagia." Pikir Pinka.

"Semua orang punya caranya sendiri buat bahagia kan, dan gitu juga gue. Kalau bisa milih, gue juga ga bakal milih jatuh cinta sama orang yang udah punya orang lain, tapi Cinta itu datang tanpa sebuah pilihan dimana dan pada siapa akan berlabuh." Resah Rizky.

"Penyesalan emang datengnya selalu terlambat. Dan aku nyesel udah nyakitin kamu dengan kesalahan bodoh aku." Sesal Dinda.

"Kesalahan yang mungkin kamu bilang bodoh, udah begitu sempurna nyakitin aku." Tegas Maxim.

***

Di Rumah Dinda
Pukul 07.00

Hari minggu membuat Dinda bangun siang karena tak punya kewajiban untuk shooting dan sekolah, dia bangun dan langsung turun ke dapur mencari makanan yang sedari tadi aromanya menggoda hidungnya. Dia melihat ibunya sedang menyiapkan piring dan makanan dimeja makan.

"Enak." Dinda melahan sepotong roti bakar yang disajikan ibunya.

"Kamu anak gadis baru bangun jam segini. Makan juga ga gosok gigi dulu. Nanti susah dapet pacar." Ucap Ibunya kesal melihat kelakuan anak gadisnya.

"Dinda kan udah punya Ma..." Ucapannya tertahan diudara, dia baru ingat kalau Maxim bukan pacarnya lagi.

Ibunya hanya diam, tak ingin mengusik luka hati anaknya yang memang sudah cukup kesulitan mengendalikan perasaannya sendiri. Dinda jadi teringat perkataan Inez, agar mulai mencari kunci untuk membuka hati Maxim kembali.

"Kunci buat ngebuka hati. Biasanya kunci itu disimpen dimana?" Tanya Dinda spontan.

"Jawabannya simple emang kamu ga tau?"

Dinda menggelengkan kepalanya, pertanyaan itu simple menurut ibunya tapi tidak menurutnya yang masih kurang pengalaman.

"Biasanya orang ngebuka hatinya dipertemuan pertama mereka, meskipun setelah ngebuka hatinya orang itu masih bakalan menilai dan milih untuk mempersilahkan orang itu masuk lebih dalam ke hatinya atau engga. Mungkin yang disebut kunci buat ngebuka hati itu sebuah pertemuan."

Otak Dinda berputar keras mencerna kata-kata ibunya. Ya benar, pertemuan pertama mereka sangat berkesan dulu, dan mungkin disanalah dia bisa menemukan kunci untuk membuka hati Maxim lagi. Dengan semangat 45, gadis itu langsung berlari, membawa kunci mobilnya dari kamarnya dan berlari lagi kearah garasi, dia masuk dan mengendarai mobilnya tanpa menyadari kalau dia keluar rumah memakai piyama tidur dan tak memakai alas kaki. Ceroboh. Kecerobohannya itupula yang membawa dia bertemu dengan Maxim.

***

Di Rumah Maxim
Pukul 07.05

Maxim mengucek matanya, handphonenya bergetar diatas meja disebelah kanan ranjangnya, lengkap sudah paginya, dibuka dengan melihat photonya bersama dengan Dinda dan panggilan pertama di handphonenya juga Dinda.

Sebenarnya lelaki ini ragu untuk menjawab telepon itu, tapi hatinya juga merengek ingin mendengar suara Dinda, mungkin akan mengobati sedikit kerinduannya untuk berbincang dengan gadis manis ini.

"Hallo..." Suara Dinda terdengar renyah begitu Maxim mengangkat telponnya.

"Ya ?" Tanyanya seadanya, padahal dia ingin sekali menanyakan banyak hal. Dia ingin menanyakan apakah gadis ini juga merindukannya sama seperti dirinya.

"Aku nemuin kuncinya, tempat pertama kita ketemu, tempat dimana kita sering ngabisin waktu dulu. Aku inget kamu ngubur sebuah buku disana. Taman sekolah."

Maxim tertegun, dia belum siap, tidak buku itu tak seharusnya Dinda cari sekarang, karena belum saatnya, sama seperti Dinda, Maxim langsung bangkit berdiri, mencabut sesuatu dari lengannya dan langsung turun ke lantai bawah, masuk dan mengendarai mobilnya. Memorinya dibawa ke masa satu tahun lalu dimana sebuah pertemuan membawa mereka kedalam sebuah hubungan, meskipun hubungan itu dimulai dengan segala resiko dan keegoisan.

"JATUH HATI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang