SECOND CHANCE : PROLOG

17.1K 592 67
                                    

Dalam takaranku, kami bahagia....

Delapan tahun menikahinya dengan dianugerahi dua orang buah hati yang lucu membuatku merasa sempurna.

Bagiku, aku telah memenuhi hak kedua buah hatiku, yakni menjadikan mereka terlahir dari rahim seorang istri shalihah, perhiasan terbaik yang aku miliki.

Tapi...
Tampaknya, neracaku kini tak lagi dapat dipercaya, ketika kemudian dia berujar ingin membagi posisinya.

Oh, Allah....
Ada apa ini?! Bahkan denganmu hatiku sudah merasa terpenuhi.
Bila kamu sodorkan yang lain, kuletakkan dimana lagi dirinya yang sudah terisi penuh olehmu?

♡♡♡


"Mas?" panggilnya. Berbaring pewe di atas tempat tidur, tepat di sampingku.

"Ya?" sahutku. Masih tetap memusatkan perhatianku pada laptop di pangkuanku.

"Mas?" panggilnya lagi, lebih keras dan menuntut dari sebelumnya.

"Hmmm..." Aku bukannya tak berniat mendengarkannya malam ini, tapi materi ajar untuk besok memang harus aku selesaikan malam ini juga. Agar hak-hak mahasiswa yang kuajar besok terpenuhi.

"Maaas..." rengeknya, menuntut perhatianku seutuhnya. Hal yang biasa dilakukannya bila sikap dinginku muncul.

"Aku dengerinnya sambil nyelesein slide ya istriku sayang. Ini materi ajar buat besok pagi soalnya."

Ekor mataku melihatnya mengangguk. Kemudian ia bergerak. Memiringkan tubuhnya menghadapku yang masih bertahan di posisi semula, duduk bersandar di kepala tempat tidur. Tangan kanannya menopang kepala, menjadikan sikunya tumpuan.

"Mas ingat nggak satu binaanku yang pernah aku ceritakan itu? Yang cantik dan mandiri?"

"Ya..." Setengah berniat aku menjawab. Aku sebenarnya paling enggan membahas masalah perempuan lain dihadapan istriku. Tapi sering kali memang aku harus memasang telingaku. Karena beristri dia sama saja merelakan diriku menjadi diary berjalan untuknya.

"Sekali lihat saja orang pasti tahu dia akan menjadi perhiasan yang sangat berharga buat suaminya kelak, Mas." Pujian dari bibirnya mengalir deras.

"Aku bahkan lebih beruntung dari siapapun memilikimu." Skakmat. Kuharap kalimat pamungkasku menghentikan aliran pujiannya.

Dia mendungus sebal.
Loh? Eh? Nggak salah nih? Biasanya ia tersipu-sipu seperti gadis puber yang baru mengenal cinta.

"Aku serius nih, Mas." Ia malah bersungut.

"Loh, aku kan juga serius," sahutku, menantangnya. Kubalas tatapannya yang mulai menyipit dan menajam ke arahku. Kalau sudah begini, tertebak siapa yang akan kalah.

"Ya sudah... apa maumu?" Lagi. Aku yang harus mengalah. "Kamu mau aku proseskan dia dengan salah satu binaanku?"

Jeda.
Sedetik.
Dua detik.

"Bukan dengan binaanmu, Mas. Tapi denganmu," jawabnya, seringan bulu.

Dzing. Gerak tubuhku beku. Seakan ter-pause. Napasku pun sempat terhenti sejenak.

Kucari kebenaran lewat matanya. Cara yang selalu manjur, karena istriku tipikal yang sangat mudah terbaca ekspresinya. Delapan tahun bersamanya membuatku hapal semua ekspresi wajahnya. Tapi tak kulihat raut bergurau di sana, seperti ketika suaranya memang terdengar seringan bulu.

Kupalingkan wajahku kembali ke layar laptopku. Aku yakin, ia pasti sudah cukup puas melihat raut keenggananku. "Nggak lucu, Sayang."

"Aku serius, Mas. Aku rela dia jadi maduku."

Tubuhku menegang.
Emosiku sudah hampir meledak di ubun-ubun. Tapi logikaku masih berjalan, hal yang paling tidak ingin kulakukan seumur hidupku adalah, marah padanya. Kutarik napas dalam-dalam, sebelum napasku kemudian berontak keluar.

Kututup laptopku. Kuletakkan di nakas samping tempat tidur. Lalu kutarik selimut dan merebahkan tubuhku. "Tidurlah..." Hanya itu yang kuloloslan dari bibirku sebelum merapatkan kedua mataku.

♡♡♡

Assalamu'alaikum readers...
Welcome to My second project....
Semoga bisa menambah warna baru di WATTPAD.
Please... give me some 'Vote' or 'Comment'.
:-)

Regards,
Leny Orion

|COPYRIGHT|SECONDCHANCE|LENYORION|14042016|

SECOND CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang