Firasat

5K 267 30
                                    

Jangan menuntut, bersandar pada bahu sosok yang tak berada disampingmu bila disekelilingmu banyak yang menguarkan cinta kasih padamu. Dan menarik kepalamu untuk senantiasa bersandar pada mereka.
Dia, hanya tak berada disisimu. Tapi ia senantiasa membersamaimu.
(Shafa K. Hamid)

♡♡♡

Tin tin tin.
"Assalamu'alaikum, bude Mimi!" Sapaan khas Shafa sukses menyedot perhatian seorang ibu paruh baya yang sedang menenteng keranjang belanja.

Nama ibu berkerudung instan itu sebenarnya Rahmi. Hanya saja, tiga tahun bertetangga dengan Shafa dkk membuatnya hafal siapa yang selalu mamanggilnya demikian.

"Wa'alaikumussalam. Loh, Shafa?"

Masih diatas motornya yang dibiarkan menyala, Shafa nyengir. "Hehe. Iya, Bude... Bude dari mana?"

"Bude abis belanja di pasar."

Shafa melirik keranjang belanjaan yang ditenteng bude Mimi. Nampak seikat kangkung dan kacang panjang menyembul dari sana. "Borong ya bude?"

"Ya gini. Biar nggak balik-balik ke pasar."

"Biasanya dianter Mas Shiddiq, Bude?"

"Iya. Tapi dia lagi ada tugas pengawalan gubernur. Jadi tadi Bude naik angkot deh, makanya diturunin di depan gang."

"Ya udah. Ayo bude naik aja. Shafa bonceng." Shafa mengendikkan dagunya ke jok belakang motor maticnya.

Bude Mimi mengangguk. Lalu saat kaki Shafa memasang kuda-kuda di sisi kanan kiri motor, bude Mimi pun memantapkan posisinya di jok belakang motor. Shafa pun melajukan motornya kembali.

"Nggak biasanya jam segini udah pulang, Shaf?" Suara bude Mimi sedang bersaing dengan deru angin.

"Iya, Bude. Nisa lagi sakit. Jadi gantian sama temen-temen jagain dia," sahut Shafa, menyaringkan suaranya agar tak kalah dengan desau angin yang melaluinya.

"Innalillah. Sakit apa? Pantes tadi Bude liat dia dipapah sama Maryam naik taksi."

"Iya, tadi Maryam nganter Nisa ke Puskes. Gejala thyfus katanya."

"Nggak di opname?"

"Enggak, Bude. Dia liat jarum suntik udah kayak liat rudal. Jadi minta rawat jalan aja deh."

"Makanya kalian itu walaupun mahasiswa yang super sibuk yang namanya asupan makan itu juga kudu diperhatikan, jangan sembarang makan, apalagi yang kurang bersih. Kan kalo sakit gitu malah bisa menghambat aktivitas."

Shafa tersenyum mendengar nasihat bude Mimi. Momen yang paling disukainya, sekaligus dirindukannya. Bahkan, mendengar omelan dari seorang wanita yang dipanggilnya ibu pun ia teramat rindu. Saat dimana ia pulang terlambat atau kelewat sore dan mendapati ibunya sudah berdiri tegak dengan ekspresi kemurkaan khas seorang ibu yang memuntahkan segala macam omelan akibat rasa khawatir yang menumpuk setiap menit keterlambatan putrinya. Shafa rindu saat-saat itu.

Kalau waktu bisa mundur ke belakang, Shafa ingin mengulang saat-saat itu, dan mengganti wajah masamnya dengan senyum termanis yang ia punya ketika mendengar omelan ibunya. Tapi bagaimana lagi, seorang anak tak bisa lebih mencintai ibunya lebih dari Allah mencintai ciptaanNya.

"Iya, Bude. InsyaAllah."

"Lah itu, kamu dari mana bawa-bawa rantang?"

"Oh, itu Bude... bang Hassan minta dianterin makan siang ke kantornya." Shafa melambatkan laju motornya. Menghabiskan gasnya, lalu menarik rem tangan.

SECOND CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang