Dua Permintaan

5.7K 333 67
                                    

....

....

"Mama pegang janjimu. Oh iya, sebenarnya mama menelponmu karena ada yang ingin mama sampaikan."

Tebakan Adam tepat, apa yang disampaikan mamanya sebelumnya hanya muqoddimah.

"Ini tentang.... adik iparmu...."

Hanya demi mendengarkan kalimat selanjutnya, Adam sampai harus menyiagakan dirinya.

"...."

♡♡♡

"Kemarin dia main ke rumah...."

Adam melebarkan matanya. "Bukannya dia tugas di Bogor, Ma?"

"Iya. Dia ke Malang sekalian ada kunjungan kerja katanya...."

Adam sebenarnya tak berkeinginan menanyakannya. Tapi ia harus, "Lalu, Ma?" Adam merasa, ada lenguhan berat yang dibuang oleh mamanya di seberang pulau.

"Entahlah... kamu tau kan sifat adik iparmu bagaimana?"

"Maksud Mama?"

"Asma seperti nggak terima ketika denger kamu menikah lagi."

Ada hening sejenak, Adam menggunakannya untuk melenguh, menutup matanya dan mengusap wajahnya gusar. Iya tahu, Asma bahkan bisa lebih frontal dari apa yang siapapun kira.

"Sudahlah, Ma. Biarkan saja...."

"Iyaa... Mama mengerti. Mama cuma khawatir dia lebih agresif dari sebelumnya. Kamu tahu kan, dengan Khansa saja dia tak segan, apalagi dengan orang lain."

"Iyaa, Ma... mama bantu kami dengan doa terbaik ya...."

♡♡♡

Adam baru pulang dari masjid seusai menunaikan shalat Zuhur berjamaah saat mendapati Shafa tergeletak di atas sajadah, lengkap dengan mukena putih tulang andalannya.

Suhu tubuh Shafa yang masih cukup tinggi saat ditinggalnya tadi membuat pikiran ngawur terlintas di benak Adam. Pikiran negatif itu yang membuatnya sigap berlari dari pintu menuju sudut kamarnya. Kemudian buru-buru ditopangnya kepala Shafa di atas kedua pahanya.

"Innalillah. Shaf. Shafa... bangun, Sayang." Adam menepuk lembut pipi Shafa. Dan betapa leganya rongga dadanya saat kedua mata Shafa bergerak-kerak sebelum terbuka. Masa bodoh dengan panggilan sayang yang tak berniat diralatnya.

"Loh, Mas Adam udah pulang ya...."

"Ya Allah, Shaf... aku mengira kamu pingsan lagi."

Ada yang menabur bunga di hati Shafa saat melihat ekspresi khawatir Adam, membuatnya terkekeh singkat sebelum beranjak melepas mukenanya. "InsyaAllah aku sudah lebih baik, Mas. Mas mau makan siang apa? Aku siapin ya...."

Nyaris Adam mengira ia sedang bermimpi kalau tidak melihat Shafa beranjak. Tapi refleks tubuhnya lebih cepat dari gerak lunglai Shafa. "Cukup istirahat di sini dan pulih. Aku yang menyiapkan makan siang."

Shafa cengo. Melongo tak percaya. Sejenak ia seperti menemukan sebongkah es di Antartika sedang mencair.

Saat sadar, Adam sudah menghilang dari jangkauan matanya.

SECOND CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang