"Ayla!"
Setelah kepergian Dilla, Ayla berniat menutup pintu kontrakannya sebelum sebuah suara dibalik punggungnya, memanggil namanya. Kembali ia berbalik.
"Bude Mimi?"
Sosok itu mendekat cepat, tepat di posisi Dilla sebelumnya. "Gimana? Bude baru denger kalau Shafa__"
Pundak Ayla melemas. "Iya, Buda. Shafa belum ada kabar sampai sekarang...." Sudut matanya berair. Sekilas diliriknya putra bude Mimi, yang berdiri selangkah di belakang ibunya, masih dengan seragam polisi yang hanya dibalut jaket hitam khas.
Bude mendekat, bergerak memeluk Ayla. Selama ini, bude Mimi-lah yang menjadi sosok ibu bagi Ayla dan teman-temannya, terutama Shafa yang merupakan yatim-piatu. Luruh sudah air mata yang sedari tadi di tahan Ayla.
"Ssshhh... sudah-sudah, bude percaya Shafa akan baik-baik saja. Kita berdoa dan berbaik sangka sama Allah."
Ayla melerai dekapan bude Mini, lalu menghapus air matanya dan mengangguk.
"Kamu sendirian?"
Ayla menggeleng, "Ada Naura, putri pak Adam, Bude."
"Yang lain pada ke mana?"
"Yang lain pada keluar ikut bantu nyari Shafa bude...."
"Ehmm...." Sosok di belakang bude Mimi berdehem. "Maaf sebelumnya, Mbak Ayla. Boleh saya tahu lokasi awal hilangnya Shafa?"
Ayla mengangguk. "Menurut cerita adik tingkat, terakhir melihat Shafa saat naik angkot di daerah Cempaka, tapi anehnya angkot yang dinaiki Shafa bukan ke arah kota, Mas. Tapi ke arah Cempaka."
Shiddiq mengernyit. Tiba-tiba kilasan saat ia bertemu Shafa bersama dengan seorang lelaki muda tempo hari, hadir di ingatannya. Pasti ada yang tak beres dengan raut ketakutan Shafa. Ada hubungannya kah?
"Bukannya Shafa trauma naik angkot?"
Ayla mengangguk sendu. "Itulah, Bude. Ada yang aneh, karena Shafa pun izin dengan pak Adam kalau ia akan naik taksi, bukan naik angkot."
"Ammah... Ammah...." Naura berlari dari arah dalam rumah. "Hp Ammah bunyi terus dari tadi." Gadis kecil yang kerudungnya mulai miring dan mengembuskan beberapa anak rambutnya itu mengangsurkan ponsel Ayla yang berkedip-kedip
"Makasih, Sayang...." Diusapnya kepala Naura, sebelum gadis itu kembali masuk.
Ayla membulatkan mata, demi melihat nama di layar ponselnya. Segera diangkatnya, tatapan khawatirnya diarahkan ke bude Mimi yang bertambah cemas pula. "Hallo, Bang. Gimana?".
"...."
Bahu Ayla melemas turun. "Alhamdulillah, Bude. Alhamdulillah. Shafa udah ketemu."
"Alhamdulillah..." koor bude Mimi dan putranya.
"Terus di mana dia sekarang?"
"Di rumah sakit, Bude. Ternyata angkot yang ngebawa dia itu memang berniat menculik."
"Ayo kita jenguk."
"Iya, Bude. Tapi Naura...."
"Nggak papa kita ajak aja."
"Bu, biar Shiddiq yang antar ya. Sekalian minta keterangan, jadi kasusnya bisa diproses."
Bude Mimi mengangguk cepat mendengar tawaran putranya.
"Ayla siap-siap dulu ya, Bude."
♡♡♡
Adam berdiri mematung. Pandangannya tak lepas dari sosok yang terbaring di ranjang khas rumah sakit, masih belum berniat untuk membuka matanya sedari awal masuk. Sudut terbesar di hatinya amat takut. Ingatannya tentang Khansa saja belum kering, kini ia dihadapkan pada kenyataan yang kurang lebih sama, istri yang terbaring tak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND CHANCE
Espiritual#1 Inspiratif (08-08-2018) ...... Dalam takaranku, kami bahagia... Delapan tahun menikahinya dengan dianugerahi dua orang buah hati yang lucu membuatku merasa sempurna. Bagiku, aku telah memenuhi hak kedua buah hatiku, yakni menjadikan mereka terla...