Labil (lagi)

3.7K 326 76
                                    

FYI.
Just call me, Len or Leny.
Ngerasa aneh ketika dipanggil 'Thor' 😂😂😂

♡♡♡

"Assalamu'alaikum..." sapa Adam. Hening. Tak ada jawaban. Adam masuk ke kamarnya, sunyi. Perasaan aneh melingkup dirinya. Setengah panik ditujunya kamar mandi tapi tetap sama, kosong.

Adam terduduk di atas tempat tidur, melirik meja rias Shafa, biasanya ponsel dan ransel Shafa tersandar di sana. Tapi meja itu pun kosong. Kedua tangan Adam menopang kepalanya. "Ya Allah, Shafa... kamu dimana, Sayang?"

Baru saja pikirannya akan melanjutkan ke hal-hal negatif lainnya, dari celah pintu kamarnya yang terbuka, ia mendengar suara pintu dibuka. Sekonyong-konyong Adam menuju pintu. Rasa-rasanya, tidak pernah ia seberharap ini.

♡♡♡

Melewatkan makan malam untuk kesekian kalinya karena skripsi, Faiz yang tiba-tiba rewel dan mual yang terkadang muncul, tak ayal membuat lambungnya protes juga. Bayangan tentang sambal goreng hati dan teri Medan yang dibuatnya tadi sore menari di ingatannya. Ah, mungkin tidak akan masalah, jika lauk yang disisakannya untuk Adam itu dihangatkannya sekarang.

Kalau saja, Hassan tahu Shafa bermasalah dengan selera makan, habislah sudah ia akan dijejali tausiyah tak berujung. Atau malahan benar-benar akan menjejalinya dengan bersendok-sendok nasi. Abangnya itu memang terlalu lebay untuk ukuran memberi perhatian.

Dari Hassan, tiba-tiba pikirannya beralih sosok. Shafa menutup pintu kamar Naura dan Faiz dengan lenguh napas berat. Apakah Adam akan sama perhatian dan protektif saat tahu bahwa__

Pikiran Shafa terinterupsi saat mendengar suara langkah serabutan di belakangnya, Shafa berbalik. Adam berdiri, tak lebih lima langkah darinya, dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan. Ekspresi yang baru kali ini dilihatnya. "Oh... Mas, sudah pulang. Maaf, tadi Faiz rew___"

Greb!
Kalimat Shafa terhenti, pikirannya kosong saat tiba-tiba didekap erat oleh Adam dari belakang. Kedua tangan Adam yang berbalut kemeja merah hati dan digulung sembarang itu melingkari bahunya. Memeluk dari belakang. Mendadak, Shafa jadi lupa caranya bernapas.

Tapi, dari jarak sedekat itu, Shafa merasa aneh saat mendengar degup jantung Adam. Jelas dan cepat.

Shafa berniat melepaskan diri, atau setidaknya mengendurkan dekapan Adam, saat dirasanya mereka akan saling menempel saking eratnya. Alih-alih sukses, yang ada malah semakin erat. "Mas, kamu__"

"Sebentar saja. Biarkan begini," lirih Adam.

Shafa mengangguk. Meski masih dilingkupi kebingungan. "Emm. Aku hanya__"

"Maaf...."

Eh?
Pupil mata Shafa membesar. Barusan itu, ia tak salah dengar kan?

Perlahan, Adam melepas dekapannya. Memutar tubuh Shafa hingga akhirnya mereka berhadapan. "Aku lega... kamu baik-baik aja."

Shafa mengernyit.

"Hasan yang cerita..." Adam memberi jeda dengan nafasnya. Tak tau kalau detik itu Shafa setengah mati menyamarkan degub jantungnya. "Tentangmu yang dihadang di gang Kasturi."

Shafa mengerjap. Bersiap diterjang amuk badai patung es. "Itu..."

Greb!
Lagi. Untuk hari ini entah sudah kali keberapa kalimatnya dipotong. Tapi apa daya kalau pikiran Shafa selalu macet saat didekap Adam.

SECOND CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang