Kami menyebutnya ...
Malam Bina UKhuwah.
***Barulah bisa disebut sahabat, bila mereka telah berurusan dengan dua perkara, yakni perkara uang dan tidur bersama.
Maka ikatan aqidah akan membuat ikatan mereka lebih kental dari darah.
Bila sudah begitu, bahagianya adalah utama bagimu.
Dan kedukaannya adalah resahmu.
Maka, tinggal disempurnakan dengan saling bersapa dengan doa.♡♡♡
Dari kejauhan Shafa sudah dapat menangkap sosok Ayla berjalan ke arahnya yang duduk menekuri laptop di kursi taman. Sekalipun koridor sempit yang dilalui Ayla sempat membuat sosok kurusnya timbul tenggelam karena harus melawan arus dengan beberapa mahasiswa yang menghambur keluar dari salah satu kelas. Hingga membuatnya beberapa kali harus menyingkir memberi jalan. Langkahnya yang tergesa membuat khimar lebar yang dikenakannya sedikit berkibar.
"Belum balik, Fa? Bukannya udah kelar bimbingannya?" Todongnya ketika berhasil duduk mulus di kursi tepat di depan Shafa. Tangannya bergerak mengusap peluh.
"Assalamu'alaikum, Ayla?" balas Shafa. Menyindir.
Ayla nyengir. "Duh, kebiasaan. Wa'alaikumussalam."
"Udah kadung pewe di sini," jawab Shafa kemudian.
Alis Ayla terangkat. "Revisian?"
Shafa mengangguk.
"Kertasmu semerah darah nggak?"
Shafa tersenyum geli melihat pertanyaan Ayla. Isyarat yang hanya mereka berdua yang tahu. Isyarat yang digunakan Ayla karena kebiasaan dosen pembimbing mereka yang gemar mencoret-coret berkas bimbingan dengan tinta merah.
"Ya, begitulah. Sesuatu yang belum bisa kuhindari. Sekalipun nggak semerah sebelumnya." Enteng, bercampur kepasrahan Shafa menjawab. "Kamu sendiri? Bukannya baru besok jadwal bimbinganmu?"
"Abis kencan sama adek-adek."
Kencan, isyarat kedua yang seringkali mereka pakai untuk mengganti kata 'liqo atau halaqoh', pengajian rutin mingguan, dimana kali ini Ayla diamanahi menjadi salah satu mentor. Di kampus, mereka menyebutnya mentoring. Kajian rutin yang diperjuangkan rohis kampusnya agar mendapatkan legalitas yang dilandasi sebuah kemirisan mengingat sebelumnya pendidikan Agama Islam hanya diberikan di semester awal, itupun hanya satu jam setiap pekannya. Sangat-sangat jauh dari kata cukup.
Hingga pada akhirnya usaha tersebut membuahkan hasil dengan diturunkannya surat keputusan rektor agar seluruh mahasiswa baru mengikuti mentoring dengan rohis kampus menjadi pelaksana di bawah bimbingan langsung oleh dosen PAI.
Sekalipun semester selanjutnya mereka tak lagi diwajibkan mengikuti mentoring. Tapi pasti masih ada banyak hati yang sudah terlanjur nyaman dan telah terpaut indahnya Ukhuwah Islamiyah. Persaudaraan dalam islam. Ayla dan Shafa contoh nyatanya.
"Abis ngisi kok mukanya kusut?" selidik Shafa.
Susah memang menyebunyikan ekspresi kalau sudah berhadapan sengan Shafa. "Yah, gimana... endingnya mereka ngeluh semua...."
Shafa terkesiap. Kalimat Ayla berusaha menyita perhatiannya yang sebelumnya sibuk dengan laptop. "Ngeluh gimana? Males dateng mentoring?"

KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND CHANCE
Spiritual#1 Inspiratif (08-08-2018) ...... Dalam takaranku, kami bahagia... Delapan tahun menikahinya dengan dianugerahi dua orang buah hati yang lucu membuatku merasa sempurna. Bagiku, aku telah memenuhi hak kedua buah hatiku, yakni menjadikan mereka terla...