Perintah

4.8K 318 65
                                    

Kamu akan belajar memaknai keberadaan, dengan adanya kehilangan.
Kamu akan belajar menghargai kehadiran, dengan kealpaan.
Maka, tetaplah berusaha untuk tidak berputus asa.
Karena sejatinya, ada indah setelah susah.
(LenyOrion)

♡♡♡

"BUNDA!!!"

Suara melengking riang Naura memecah kesuraman. Adam membeku, tepat ketika setapak langkahnya berada di depan pintu. Obat dari segala rindunya sedang disongsong Naura yang berlarian, menarik-narik wanita bergamis hijau toska yang baru saja menutup gerbang.

Obat dari segala kiasan rindu yang membuatnya kehilangan nafsu makan itu, kini bahkan berjalan menujunya. Padahal, belum ada sepuluh menit lalu ia berujar, mengajak Naura menjemput Shafa. Hal yang benar-benar akan dilakukannya.

Adam mematung, benar-benar enggan melepaskan sejengkal pandangannya dari Shafa. Seolah, sekali ia lengah, Shafa akan hilang dibawa angin.

Tepat di hadapan Adam, Shafa yang sisi gamisnya dicengkeram tangan mungil Naura, berucap lirih nyaris berbisik, "Mas... Maaf. A-Aku__"

Greb!
Adam tidak peduli, pada apapun kata yang akan diucapkan Shafa. Dan tidak peduli pada Naura yang masih enggan melepaskan gamis bundanya. Yang Adam inginkan hanya....

"Innalillah!" pekik Shafa panik. Beberapa detik setelah memeluknya, tubuh Adam luruh tak berdaya. Menjadikan tubuh mungil Shafa sebagai tumpuan. Tak cukup kuat, akhirnya Shafa pun luruh perlahan, terduduk memangku kepala Adam.

Mata terkatup rapat, wajah pucat, bibir memerah, keringat dingin dan... "Ya Allah, Mas. Mas Adam! Badan Mas Adam panas banget. Ya Allah..." Shafa menepuk pipi Adam berkali-kali.

"Bunda... Hiks. Hiks." Naura terbawa suasana kepanikan. "Abi kenapa? Hiks. Hiks."

"Ya Allah. Shafa. Adam kenapa itu?" tergopoh mama Ami keluar dari rumah, kepanikan di teras sepertinya cukup nyaring didengar hingga ke dalam.

"Nggak tahu, Ma. Tadi tiba-tiba pingsan. Tapi badan mas Adam panas banget, Ma." Dibantu mama Ami, Shafa memapah Adam.

"Ya Allah Adaaam. Ini pasti gara-gara dia paksain puasa ayyamul bidh, tapi nggak pernah mau sahur dan setiap buka cuma ngeteh."

Shafa meringis ngilu mendengar rutukan mertuanya.

♡♡♡

Shafa menarik termometer dari lubang telinga Adam. 38,8 derajat, masih cukup tinggi. Tapi setidaknya menurun dari sebelumnya yang mencapai 39,5. Adam bergerak gelisah, entah sudah kali keberapa dilakukannya, meracau tak jelas, dengan mata terpejam memanggil lirih, "Shafa... shafa...."

Lalu Shafa akan berbisik di telinganya, menjawab lembut untuk sekedar memberikan tanda keberadaannya. Dan perlahan Adam akan kembali tenang.

Shafa mengusap peluh di sekitar leher Adam. Lalu jemarinya bergerak meraih handuk kecil di dahi Adam, mencelupkan ke dalam mangkuk air hangat, memeras lalu kembali menempelkan ke dahi lelaki bertubuh gemetar itu.

Melihat betapa lemahnya Adam kali ini, Shafa benar-benar merasa ngilu. Kata-kata yang diucapkan Hassan pagi tadi, menohok egonya semakin dalam saat ini.

"Dengan pemahaman agamamu. Harusnya abang tidak lagi mengingatkanmu tentang kewajibanmu untuk taat pada suami, De." Intonasi jenaka yang biasa tumpah dalam setiap ucapan Hassan kini secuil pun tak berasa. Yang ada, Hassan justru menghela napas berat beberapa kali sebelum mengucapkannya. "Tapi biar bagaimanapun, abang adalah satu-satunya walimu yang harus kamu dengarkan...."

SECOND CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang