Ekstra : AL-MAWADDAH

2.2K 142 27
                                    

Assalamualaikum....
Setelah seribu purnama, akhirnya Second Chance menemukan jalan juga untuk melanjutkan Ekstra Part-nya.
Semoga ini bisa jadi buah manis dari kesabaran kalian.
Terimakasih, untuk kalian yang bersedia menunggu.
Terimakasih, untuk kalian yang masih dengan sangat baiknya berharap lanjutan dari cerita ini.
Kalian semua benar-benar luar biasa berharga.

Saya benar-benar siap bila kalian merasa cerita ini perlu untuk dikritik dan diberikan saran... Karena saya yakin, kalian selalu punya cara untuk tetap santun ketika mengungkapkannya.

Oiya, ini IG saya @apriyantileny, kalau sedang luang, kalian boleh mampir.

Salam,
Leny Orion.

♡♡♡

"Ssshhh... tolong, Mas. Perutku, perutku sa... kit." Shafa terduduk bersimpuh memegangi perutnya, cairan bening mengalir di bawahnya, gamis putih yang dipakainya mulai lembab. Rasa sakit di perutnya membuat energinya melemah. Suaranya benar-benar tidak mampu mencapai Adam yang berdiri membelakanginya di ujung lorong, asyik berbincang entah dengan siapa. Shafa meringis menahan nyeri tak tertahan di bawah perutnya. Rasanya benar-benar sakit, seperti saat ia kehilangan sebelumnya. 

Wanita yang berdiri menjulang di sisinya hanya terkekeh sinis, "Kamu benar-benar terlalu percaya diri. Apa kamu sungguh berpikir kalau kak Adam benar-benar menginginkanmu?"

Air mata Shafa menderas, "Mbak... Asma... Ahh. Huh... Huh... Kumohon. Tolong kami...."

Asma kembali terkekeh, menikmati pemandangan yang nyaris sama untuk kedua kalinya benar-benar menyenangkan, "Bukankah selama ini kamu bisa menanggungnya? Aku bahkan berpikir kalau kamu manusia bernyawa sembilan." Lalu saat Asma benar-benar akan berjalan melewatinya, ia memandang Shafa sekali lagi, "Ah, iya. Aku pikir perlu untuk mengatakannya... Kamu telah mengambil semuanya dari kak Khansa. Maka pantaslah bila Tuhan mengambilnya sekali lagi darimu," ekor matanya melirik perut Shafa sebelum wanita bergaun maroon selutut berkaki jenjang dengan heels tinggi itu berjalan dengan menulikan telinganya dari rintihan Shafa.

♡♡♡

"ASTAGHFIRULLAH!"

Pekikan Shafa benar-benar mampu mengagetkan Adam di detik selanjutnya. Diiringi dengan upayanya mengumpulkan kesadaran, dilihatnya Shafa yang terduduk dengan meringis memegangi perutnya. 

"YA Allah, Shafa... Kamu kenapa?" di usapnya peluh yang mengalir di wajah Shafa. "Mimpi buruk kah?" 

Dengan mengatur nafas dan menggigit bibirnya, Shafa mengangguk. "Perutku... Sakit, Mas."

"Ya Allah, kontraksi?!" Adam menyibak selimut, meraih jam tangan di nakas lalu mengambil posisi di belakang punggung Shafa, menggunakan tubuhnya sebagai sandaran. Lalu ia ikut mengusap perut Shafa dengan sebelah tangan lainnya mengecek jam tangan. Menghitung lama kontraksi. Tapi belum detik kelima, fokusnya hilang justru melihat Shafa menangis. "Ya Allah, Shafa. Semakin sakit? Kita ke rumah sakit ya?"

Tapi belum sempat bergerak untuk beranjak, Shafa mencekal lengan Adam. Lalu ia menggeleng. Mengambil nafas dalam-dalam. "Aku... hiks. Aku nggak papa. Kontraksinya udah reda."

"Nggak papa gimana, kamu sampai menangis kesakitan gini."

Shafa menggeleng. "Aku takut, Mas," Shafa justru sesegukan. 

"Loh-loh," pelan-pelan Adam memutar tubuh Shafa. "Apa yang kamu takutkan?" Adam menghapus air mata Shafa dengan telaten. Lalu mengecup salah satu mata sembab istrinya. 

SECOND CHANCE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang