Shafa baru selesai membacakan doa penutup majlis saat ponselnya berdenting, tanda sms masuk. Dari patung esnya yang, ehm, kesayangannya.
Sudah selesai?
Aku di selasar mushola. Titip Faiz ya...
Sebentar lagi adzan Ashar.Jari Shafa bergerak di atas keypad. Kirim. Berhasil.
Iya.
Otw.Shafa bangkit menuju selasar, adik-adik binaannya sudah bersiap mengambil wudhu.
Sementara di selasar, Adam mengernyit geli membaca balasan Shafa. Otw katanya? Bahkan tempatnya berdiri menunggu itu tak sampai sepuluh langkah dari tempat Shafa.
"Mas..."
Suara lembut itu, kalau bukan lantaran adzan yang kemudian berkumandang, boleh jadi Adam akan mabuk oleh panggilan merdu itu.
Adam mendongak. "Sudah?"
Shafa mengangguk. Kemudian Faiz yang tertidur di gendongan Adam pun beralih ke Shafa. "Rewel, Mas?"
"Enggak juga..." Adam baru akan berbalik tapi terhenti oleh panggilan Shafa.
"Makasih banyak, Mas."
Senyum Adam setipis kertas HVS, tapi Shafa melihatnya. "Itu bagian dari kewajibanku."
Hanya itu. Dan Shafa tak berharap lebih. Hanya dengan itu pun dia bahagia.
♡♡♡
Shafa tidak segera naik ke boncengan bahkan saat Adam sudah memasang kuda-kuda dengan kedua kakinya di sisi motor.
Ada sesuatu yang ingin disampaikan Shafa, tapi ragu sekaligus takut-takut.
"Aku suamimu. Bukan hakim yang akan menghukummu ketika kamu salah bicara. Jadi, bicaralah...."
Shafa menelan ludah. Lagi-lagi ekspresinya terbaca. "Eng... boleh tidak, Mas, kita ke pasar dulu? Untuk makan malam hari ini, kita tidak punya persediaan untuk aku masak."
"Nggak mau beli masakan jadi aja?"
Shafa menggeleng. "Hanya akan aku lakukan bila aku memang sedang tidak mampu menyiapkan."
Senyum bangga di bibir Adam mati-matian ditahannya. "Atau mau ke Supermarket aja lebih mudah?"
Kali ini Shafa menggeleng cepat, setengah geraknya adalah refleks tubuhnya. Bibirnya hampir menganga menjawab, tapi Adam menyelanya lebih dulu, "Ah iya, aku lupa kamu tak bernyali pada eskalator." Ada tawa dalam kalimatnya.
Shafa merengut, merasa diolok terang-terangan. "Belanjaku tidak akan lebih lama dan menyusahkan daripada di supermarket."
Adam terkekeh kecil, Shafa sedang ngambek padanya. Dengan masih tersenyum ia menelengkan kepalanya, "Naiklah."
♡♡♡
Adam dan Shafa ternganga melihat tamunya yang terantuk-antuk nyaris tertidur dalam posisi duduknya di kursi teras rumah mereka.
"Abang!!"
"Ngapain kamu terdampar di sini?" serang Adam, tamu tak diundangnya itu, Hassan, sudah kehilangan kantuknya dan sedang nyengir lebar.
"Ayo dah masuk dulu. Pegel ini punggung. Sejam selonjoran nggak banget di kursi yang busanya irit gini. Ganti yang lebih empuk kek."
Sebelah alis Adam terangkat. "Nggak usah ngelunjak."
Adam bergerak memutar kunci saat Hassan menyerbu Shafa dengan merangkul bahu adiknya. Lalu yang membuat Adam jengah adalah saat Hassan mencium pipi Shafa dengan gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND CHANCE
Spiritual#1 Inspiratif (08-08-2018) ...... Dalam takaranku, kami bahagia... Delapan tahun menikahinya dengan dianugerahi dua orang buah hati yang lucu membuatku merasa sempurna. Bagiku, aku telah memenuhi hak kedua buah hatiku, yakni menjadikan mereka terla...