♡♡♡
Adam berjalan dari kelas menuju kantor dosen seusai mengawas ujian, ia melangkah dengan pikiran yang nyaris sepenuhnya berisi wajah salting, malu dan segan Shafa saat tadi menyerahkan file di depan ruangan. Wajah merona itu....
Tiba di depan bilik meja kerjanya, semua pikirannya tentang Shafa lenyap, digantikan oleh sosok nyata yang duduk di depan meja kerjanya.
"Asma?" Ada nada kaget bercampur ketidakpercayaan.
Asma tersenyum. "Assalamu'alaikum. Kak Adam...."
"Wa'alaikumussalam. Ada yang mau kamu bahas?" Adam sedang kehilangan minat untuk berbasa-basi.
"Aku hanya ingin mengajak kak Adam makan siang.... "
Ada satu aliran napas yang dilenguhkannya. "Duluan saja, Asma."
Asma memutar bola matanya. Hapal tabiat dingin Adam padanya. "Oh ayolah, Kak. Hanya makan siang...."
Adam membuka sebuah map, menelitinya sekilas lalu membubuhkan paraf di sana. "Aku tahu. Tapi ada yang masih harus aku selesaikan. Pergilah duluan."
Bila dahulu Asma diabaikan, mungkin ia peduli. Tapi tidak kali ini, ia ingin menulikan telinganya dan mengebalkan diri dari penolakan. Dahulu ia kalah oleh Khansa, kakaknya, dalam memenangkan Adam, karena ia lebih mengedepankan nuraninya sebagai saudara. Tapi kali ini, ia punya alasan untuk tidak mengedepankan nurani.
Asma duduk dengan dua tangan bersedekap, "Oke. Selesaikanlah, Kak. Aku punya banyak waktu untuk menunggumu."
Adam jengah, siang ini terlalu penat untuk berdebat. Ia hanya memainkan ponselnya sebentar. Lalu memastikan, bahwa selanjutnya Asma lah yang tidak akan dapat berkutik. "Aku akan makan siang dengan seseorang."
Ada kilat protes dalam mata Asma. "Dengan?"
"Kamu akan tahu."
Sementara di kantin, ada seseorang tengah mengernyit membaca pesan singkat yang benar-benar singkat, sesingkat sebutannya.
"Kenapa?" Pertanyaan ini terlontar dari Ayla, yang baru kembali dari kasir dan menemukan rekan semejanya dengan dahi berkerut-kerut menatap ponselnya.
"Aku duluan ya, Ay. Terima kasih untuk traktirannya dan jangan kapok."
"Loh loh loh. Ada apa sih? Aku ditinggal nih? Katanya mau jemput Faiz ke kontrakan, Fa?"
Shafa nyengir. "Maaf ya. Ada mandat dadakan. Duluan aja, Ay. Aku menyusul insyaAllah."
"Ha? Mandat?"
Shafa mengangguk cepat. Isi dari SMS yang diterimanya terbayang.
Mas Adam : [Mandat] Ke kantor. Skrg!!
Shafa Khumaira : 👌
Setengah tergopoh Shafa menuju ruang dosen yang letaknya tidak bisa dibilang dekat itu. Adam pasti punya maksud dibalik kalimat bertanda serunya itu.
"Assalamu'alaikum. Permisi, Pak. Benar Bapak memanggil saya?" Resmi Shafa menyapa Adam. Ia cukup tau diri setelah berhasil mengontrol jantungnya saat melihat suaminya berhadapan dengan seorang gadis yang bila dibandingkan dengan Shafa, akan mampu menciutkan pertahanan dirinya. Gadis itu, gadis yang telah mengusik harga dirinya di kantin setengah jam lalu.
Ekor mata Adam yang semula tegas, kini meredup, berbeda dengan mata Asma yang berkilat saat memutar kepala dan menangkap sosok Shafa yang berdiri satu hasta di sampingnya. Adam berdiri, mengemas ponsel dan dompetnya ke dalam tas selempang kecil. "Aku duluan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND CHANCE
Spiritual#1 Inspiratif (08-08-2018) ...... Dalam takaranku, kami bahagia... Delapan tahun menikahinya dengan dianugerahi dua orang buah hati yang lucu membuatku merasa sempurna. Bagiku, aku telah memenuhi hak kedua buah hatiku, yakni menjadikan mereka terla...