Dua

23.3K 1.8K 9
                                    

Pukul tujuh malam Prilly sudah bersiap-siap mempercantik diri. Gamis berwarna hijau pastel menutupi lekukan tubuhnya, tak lupa kerudung yang berwarna soft pink ikut mempercantik tampilannya. Wajahnya dipoles make up sederhana, tidak perlu glamour, hanya bedak dan lip balm yang dia oleskan.

Sebenarnya saat ini hatinya sedang berdetak tak karuan. Malam ini adalah malam dimana dia akan bertemu dengan calon suaminya. Dalam hatinya terselip ketakutan. Apakah lelaki itu akan menerima dia sebagai calon istrinya atau tidak. Tangannya sudah basah oleh keringat. Berkali-kali dia berucap bismillah hanya untuk sekadar menenangkan hatinya yang saat ini bergemuruh.

"Ya Allah, kenapa jantung aku deg-degan seperti ini, semoga semuanya lancar."

Prilly menghembuskan nafasnya pelan dan memejamkan matanya. Ketika itu pula pintu kamarnya terbuka. Bundanya terlihat menghampiri Prily yang saat ini sedang duduk di depan meja rias.

"Waah... cantik sekali anak bunda." Bunda menatap Prilly melalui cermin di depannya.

"Ah... bunda bisa aja, Prilly jadi malu."

"Kamu sudah siap sayang?" tanya bunda.

"Prilly udah siap bunda, tapi Prilly grogi bunda, Prilly deg-degan."

"Tidak apa-apa, kamu sudah cantik bunda yakin mereka akan menyukai kamu."

"Oh ya, apa mereka udah datang bunda?"

"Belum sayang, mungkin sebentar lagi mereka sampai."

"Semoga mereka menyukai Prilly ya bunda, dan semoga ayah disana lihat kalo Prilly akan menuruti wasiatnya." Prilly tersenyum dan mengelus tangan bundanya yang berada di pundak Prilly.

"Insha Allah sayang, ya sudah bunda ke bawah dulu ya, bunda tunggu di bawah ya sayang."

Prilly mengangguk menjawab pertanyaan bundanya. Prilly menarik nafasnya berkali-kali. Rasanya kini dia sedang dihadapkan untuk menjalani sidang di pengadilan. Suara mobil di depan rumah terdengar di indera pendengaran Prilly. Jantungnya semakin cepat berdetak. Prilly memandang dirinya di cermin dan menegakan seraya berucap bismillah.

"Bismillah Pril, kamu siap. Malam ini kamu bakalan ketemu sama calon suamimu, semoga semuanya lancar."

Prilly berjalan pelan dan menuruni anak tangga satu persatu. Wajahnya yang gugup sebisa mungkin dia tutupi dengan senyuman di bibirnya. Prilly melihat di ruang tamu sudah ada keluarga dari calon suaminya. Seorang wanita dan pria paruh baya, serta pria yang terlihat masih muda yang Prilly yakini bahwa dia adalah calon suaminya yang sudah dijodohkan oleh almarhum ayahnya. Prilly mendekati ruang tamu itu, refleks semua tatapan di ruangan itu menuju kepada Prilly. Tak terkecuali Aliandra Fatha Bagaskara yang sering disapa Ali, kini tatapan matanya terus tertuju kepada Prilly hingga tidak berkedip sedikitpun.

"Eh Prilly, ayo sini nak. Ini keluarga Bagaskara, ayo beri salam kepada mereka." ucap bunda Prilly. Prilly tersenyum dan menyalami calon mertuanya.

"Assamualaikum, om tante. Perkenalkan saya Prilly."

"Cantik banget kamu Pril, iya kan pah?" papa Ali mengangguk menyetujui pendapat mamanya.

"Kenalkan ini anak tante, namanya Aliandra Fathan Bagaskara, kamu bisa panggil dia Ali dan dia adalah calon suami kamu, Pril."

Prilly melihat Ali sejenak kemudian menundukan kepalanya. Sedangkan Ali tersenyum genit melihat tingkah laku Prilly yang menurutnya malu-malu seperti itu. Sungguh cantik! Batin Ali bersorak.

"Jadi ini nak Ali? Wah tampan sekali, pasti banyak wanita yang mengejar-ngejar nak Ali." ceplos bunda Prilly diikuti tawa papa dan mama Ali.

"Tapi tetap saja tidak ada wanita yang bisa mendekatinya tanpa persetujuanku." tegas papa Ali.

"Emangnya Ali tidak punya pacar?" tanya Bunda Prilly.

Ali tertohok dan bingung harus menjawab apa kepada bunda Prilly. Haruskah dia menjawab sudah memiliki kekasih ataukah belum? Sementara dia sudah menyetujui untuk melakukan perjodohan ini.

"Eh... eng Ali ngga punya pacar tante."

"Panggil bunda aja nak Ali."

"Prilly ko dari tadi diam aja, apa Prilly terpesona melihat ketampanan Ali?" goda mama Ali. Ali yang sedang menikmati teh hangatnya otomatis tersedak dan menyenggol mamanya dengan sikutnya. Sementara Prilly hanya tersenyum.

"Mama apa-apaan sih, jangan bikin Ali malu." bisik Ali tepat di telingan mamanya.

"Nak Prilly..." suara tegas papa Ali terdengar. "Kamu sudah tau maksud dan tujuan kami datang kesini kan?" Prilly mengangguk. "Bagus, jadi langsung saja apa Prilly menerima perjodohan ini?"

Prilly tertegun. Prilly memandang ke arah bundanya yang kini sedang tersenyum manis ke arah Prilly. Selanjutnya pandangannya berpindah ke arah Ali yang masih menatapnya intens dan tersenyum lembut.

"Jika ini yang terbaik buat Prilly, maka Prilly bersedia menerima perjodohan ini."

"Bagus, dan kamu Li, kamu terima perjodohan ini kan?" tanya papa tegas.

Ali menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, rasanya lidahnya kelu untuk menjawab pertanyaan papanya. Lalu Ali menatap Prilly dan tersenyum ke arahnya.

"Ali terima perjodohan ini pah."

Mama dan papa Ali tersenyum bahagia mendengar kalimat yang dilontarkan Prilly. Tidak hanya mereka, bunda Prilly pun tak kalah bahagianya. Walaupun dirinya diselimuti kesedihan karena sebentar lagi harus berpisah dengan putri yang sangat dimanjanya. Ali yang sedari tadi memandang Prilly ikut berbahagia, apa dengan perjodohan ini hidupnya akan bahagia? Tapi tidak bisa Ali pungkiri juga, bahwa Ali penasaran dengan sosok Prilly. Gadis berkerudung yang mampu menarik perhatiannya walaupun baru kali ini dia bertemu dengan Prilly.

"Jangan dilihatin terus Li, Prilly tidak akan kemana-mana." sindir mama Ali.

"Emangnya salah kalo Ali mandangin calon istri Ali?" Ali mencibir ke arah mamanya disambut kekehan dari papa Ali.

"Belum muhrim, simpan pandangan kamu saat Prilly sudah SAH menjadi istri kamu." papa Ali menekan kata sah membuat Prilly menunduk malu.

"Betul itu Li, nanti jatuhnya jadi Zina mata." mama Ali ikut menimpali.

"Itu karena Prilly cantik, jadi Ali tidak berhenti memandang Prilly, mah."

"Ya iyalah pah, menantu mama harus cantik, apalagi Prilly. Dia sudah seperti bidadari."

"Udah mah, pah, kasian Prilly dari tadi menunduk gitu, Pril jangan nunduk terus dong, apa ngga pegel?" Prilly menggeleng.

"Enggak."

"Giliran ngomong irit banget." Ali mendesah. Prilly menutup mulutnya yang sedang tersenyum.

"Jadi kapan pernikahan putra putri kita dilangsungkan?" bunda Prilly bertanya dan memandang mama Ali.

"Kami sudah menentukan pernikahan untuk mereka, satu minggu lagi mereka menikah."

Prilly dan Ali membulatkan matanya kaget. Menurut mereka pernikahannya terlalu cepat, bahkan Ali dan Prilly baru saja bertemu dan belum mendalami karakter serta sifat masing-masing.

"Apa itu ngga terlalu cepat pah?"

"Tidak Ali, satu minggu saja itu terlalu lama."

"Tapi pah, Ali sama Prilly kan belum tahu sifat dan karakter masing-masing."

"Itu bisa menyusul setelah kalian menikah, seiring berjalannya waktu kalian bisa mengetahui sifat pasangan kalian." sahut mama Ali.

Ali dan Prilly diam bergeming. Satu minggu lagi mereka berdua akan menjadi pasangan suami istri. Terlalu cepat? Tentu saja terlalu cepat, mereka baru saja bertemu dan berkenalan. Tapi pernikahan mereka sudah ditentukan, itu artinya tidak ada waktu lagi untuk pendekatan lebih lama dan mendalami karakter masing-masing.

***

Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang