Tiga Puluh Satu

17.4K 1.1K 65
                                    

Setelah peristiwa yang tidak di sengaja dengan Lisa seminggu yang lalu, kini kehidupan Ali dan Prilly kembali membaik. Tawa dan canda selalu menghiasi rumah mereka berdua. Walau tidak jarang masih ada perdebatan kecil karena perbedaan pendapat antara Ali dan Prilly.

Misalnya saja ketika Ali yang akan berangkat kerja dengan memakai kemeja biru, namun Prilly dengan tegas tidak setuju jika Ali harus memakai kemeja biru. Yang prilly ingin kan, Ali ke kantor memakai kemeja pink dan hal itu membuat Ali menekukan wajahnya.

Ali yang tidak bisa membuat istri nya kecewa akhir nya pasrah saja dan menggunakan kemeja yang disukai oleh istri nya. Ya, perbedaan pendapat seperti itu sudah tidak jarang dan seperti makanan sehari-hari bagi keduanya.

Sementara Nadira? Mau tau mengenai dia? Kini dia membuka butik di sebuah pusat perbelanjaan untuk sekedar mengisi hari-harinya.

"Kak Nanad hebat ya, baru sebulan disini udah bisa berbisnis." Ucap Prilly sambil melipat mukena nya karena usai melakukan shalat isya.

"Ya bagus dong, berarti dia ngga nyusahin kakak."

"Kak..."

"Iya...iya..."

Ali tau jika Prilly sudah memanggil nya seperti itu, Prilly akan menceramahi nya dan lebih membela Nadira. Jadi lebih baik Ali mengalah daripada harus berdebat kecil dengan istri nya.

"Sayang sini deh..." titah Ali yang sudah berada di kasur.

"Kenapa kak?"

"Ngga apa-apa. Kakak pengen bilang kalo kakak sayang banget sama kamu."

"Kakak ini apaan sih, kirain ada apa."

"Jangan pernah ninggalin kakak ya sayang. Kakak ngga tau gimana jadi nya kalo kamu ninggalin kakak." Prilly langsung menatap suami nya lekat.

"Kakak ini ngomong apaan sih? Siapa yang mau ninggalin kakak coba."

"Ya kakak takut aja, kakak udah berkali-kali nyakitin kamu, bikin kamu nangis. Kakak takut kamu ninggalin kakak."

"Kak, sampai kapan pun Prilly akan selalu di samping kakak. Kita akan berpisah jika maut yang memisahkan kita kak."

"Ih serem deh, jangan bawa-bawa maut kali yang. Hidup kita masih panjang, Insha Allah."

"Bukan gitu, kita kan ngga tau umur kita sampai kapan. Bisa aja besok Prilly meninggal, kita kan ngga tau."

Ali langsung membawa Prilly ke dalam dekapan nya. Lalu mencium kening Prilly, kedua mata Prilly, hidung Prilly dan yang terakhir bibir Prilly.

"Kita emang ngga akan pernah tau, sampai kapan umur kita. Tapi yang jelas selama jantung ini masih berdetak..." Ali mengarahkan tangan Prilly ke dadanya. "Kamu harus ingat kakak akan selalu setia menjaga kamu. Kita berdua akan melewati semua jalan yang berliku dan semua rintangan-rintangan dalam rumah tangga kita."

"Iya, Prilly percaya kakak pasti selalu jaga Prilly. Tetap menjadi suami Prilly yang selalu menjaga kokoh istana cinta kita ya kak, seberapa besar pun badai dan terjangan ombak menerpa istana kita, tapi kita punya perisai dan tameng untuk menjadikan istana kita tetap berdiri kokoh, yaitu kekuatan cinta kita yang tulus."

"Tentu, kakak akan selalu menjaga istana cinta kita sayang. Berapa banyak ujian yang udah kita lalui, tapi Allah senantiasa menyatukan kita menjadi keluarga kecil yang utuh."

"Aamiin. Tumben banget ya suami Prilly bisa bijak kaya gini." Ali mendengus kecil. Suasana sudah romantis dengan cahaya yang hanya berasal dari lampu tidur, tapi Prilly malah merusaknya.

"Kamu tuh ya, harus nya bangga punya suami bijak gini."

"Iya deh iya..." Prilly cengengesan di depan Ali.

Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang