Yang udah menanti kelanjutan B.S ini, nih aku kasih. Maafin aku yaaa teman2, readers setiaku, bukan aku ngga mau cepet next nya, tapi aku juga butuh waktu sama ide juga hehe. Beruntung aku bisa nyempet2 in ngetik walau aku jaga d RS hehe ini demi kalian..(lebaydikitboleh)
Ini kelanjutannya ya, semoga dapet feelnya, semoga terhibur yaa... maklumi kalo agak terlambat next nya... Author juga manusia hehehe...
Happy reading ya guys...***
Ali membawa Prilly ke Rumah Sakit ditemani Bik Sum. Raut wajah Ali menandakan kekhawatiran terhadap Prilly apalagi calon anaknya. Kini bukan hanya perasaan bersalah yang dirasakan Ali, tapi perasaan berdosa karena telah bersikap yang seharusnya tidak Ali lakukan.
Rintihan demi rintihan Ali dengar dari mulut Prilly. Ali terus menggenggam tangan Prilly. Air mata Ali ikut menetes melihat Prilly yang tengah kesakitan seperti itu. Ali menemani Prilly di UGD. Ali tidak mau meninggalkan Prilly di saat Prilly kesakitan.
"Sakit..." rintih Prilly.
"Tahan sayang. Kamu harus kuat. Kakak ada disini sayang." Ali mengusap peluh yang membanjiri wajah Prilly.
"Kak, sakit. Perut Prilly sakit." Prilly bergerak tak karuan. Ali yang melihat Prilly gelisah seperti itu semakin merasa menyesal.
"Kakak tau. Kakak mohon bertahanlah. Kakak berjanji akan selalu memperhatikan kamu, kakak janji akan menuruti semua mau kamu sayang. Bertahan demi kakak."
"Sakiit... argghhhh..." Prilly semakin menggenggam erat tangan Ali.
"Sayang hey, yang tenang. Kakak disini sayang, kakak disini. Maafin kakak." Ali mengecup kening Prilly. "Kenapa kalian diam saja, kemana dokter? Apa kalian tidak melihat isteri saya kesakitan seperti ini hah?"
"Sabar Pak, dokter sedang menuju kesini." Suster itu tampak ketakutan melihat sorotan tajam dari Ali.
Air mata Ali ikut menetes. Baru sekarang Ali melihat Prilly begitu kesakitan. Jika bisa, Ali ingin menggantikan posisi Prilly dengan dirinya. Ali melihat dokter perempuan memasuki ruangan UGD dan memeriksa Prilly.
"Terjadi pendarahan hebat. Namun benturan yang dialami pasien tidak terlalu parah. Apa pasien mengalami stres dan banyak pikiran?"
Ali diam bergeming dan melihat ke arah Prilly yang masih merintih dan memegang tangannya kuat.
"Akhir-akhir ini isteri saya memang banyak pikiran dok."
"Kondisi kandungan pasien sangat lemah. Ditambah dengan stres yang dialami oleh pasien mengakibatkan pendarahan."
"Lakukan yang terbaik untuk isteri saya dok. Selamatkan isteri dan calon anak saya."
"Baik, kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien. Bapak bisa menunggu di luar."
Sebelum Ali meninggalkan Prilly yang masih kesakitan, Ali menghampiri Prilly. Memberikannya kekuatan dengan mencium keningnya dan membisikan sesuatu.
"Kakak mohon bertahanlah. Kakak menyayangimu."
Ali mengusap air matanya yang jatuh kemudian keluar dari ruangan UGD. Di luar ruangan sudah terlihat bunda Prilly yang sedang duduk dan menangis.
"Bunda..."
"Ali..." Bunda langsung memeluk Ali dan menangis di pelukan menantunya itu.
"Maafin Ali bunda. Ini semua gara-gara Ali. Kalo aja Ali ngga bersikap dingin dan menyalahkan Prilly atas kepergian Am, pasti Prilly ngga akan seperti ini."
"Bunda tidak menyalahkan Ali. Ini semua sudah menjadi takdir nak. Yang perlu Ali lakukan, jangan mengulangi hal yang sama. Jadikan semua ini pelajaran buat Ali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Surga
FanfictionCerita ini sebagian di private. Jadi follow terlebih dahulu. Bersatu karena sebuah perjodohan, bersama tanpa pernah saling mengenal. Tidak pernah terpikir, jika aku akan menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak aku kenal. Hanya karna perjodohan...