Tujuh

27.1K 1.7K 33
                                    

Prilly memasuki kamar terlebih dahulu diikuti Ali di belakangnya. Prilly masih mendiamkan Ali hingga saat ini. Prilly bergegas membuka kerudungnya, lalu membawa baju tidur dan menggantinya di dalam kamar mandi. Sedangkan Ali hanya diam melihat gerak gerik isterinya yang saat ini Ali yakini sedang marah terhadapnya.

Setelah Prilly keluar dari kamar mandi, Prilly melihat Ali sekilas yang sudah berganti baju dengan baju tidurnya. Prilly mendekati ranjang dan tidur memunggungi Ali. Ali hanya bergeming dan menghembuskan nafasnya pelan. Ali bergerak mendekati Prilly dan mengelus punggung Prilly.

"Maafin kakak." Ali mengecup bahu Prilly lembut. "Tolong jangan diemin kakak kaya gini, lebih baik kamu marahin kakak, atau kamu pukulin kakak biar kamu puas." Prilly berbalik dan duduk menyandarkan dirinya di kepala ranjang.

"Prilly ngga mau jadi isteri durhaka. Prilly ngga mau marah-marah, ataupun memukul kakak. Lebih baik Prilly diam daripada harus memarahi kakak."

"Tapi kakak ngga bisa kamu diemin kaya gini."

"Kakak tahu, tiket menuju surga seorang isteri adalah suami, begitu juga sebaliknya. Prilly ngga mau semua masalah dalam rumah tangga kita diselesaikan dengan emosi. Bukankah masih ada cara lain untuk menyelesaikannya?" Ali terpaku mendengar kalimat Prilly. Hatinya benar-benar dipenuhi rasa bersalah yang begitu besar. Prilly gadis baik yang sudah dinikahinya, tidak memarahinya karena kejadian di restoran tadi. Beruntunglah Ali memiliki seorang isteri seperti Prilly. Ali menarik prilly ke dalam dekapannya.

"Maafin kakak, mungkin kakak udah nyakitin kamu." Prilly melepaskan pelukan suaminya.

"Bisa kakak jelaskan semuanya?" Prilly menatap Ali dengan lembut. Ali mengangguk.

"Dulu sebelum kita menikah, kakak adalah kekasih dari Amora tapi mama dan papa tidak mengetahui itu." Ali menarik nafas sejenak. Prilly diam tanpa berusaha memotong ucapan Ali. "Lalu, kakak mendengar bahwa kakak akan dijodohkan sama kamu. Awalnya kakak menolak mentah-mentah karena kakak sudah memiliki Amora, tapi melawan perintah orang tua sama sekali bukan sifat kakak. Jadi kakak bersedia menerima perjodohan ini. Dan saat kakak ke rumah kamu untuk megkhitbah, lalu ketemu kamu, kakak sudah jatuh hati sama kamu."

"Lalu kenapa kakak berbohong waktu bunda bertanya, kakak memiliki kekasih atau tidak?"

"Kakak ngga mau mengecewakan mama dan papa, peri cantik. Sebenarnya kakak bingung harus menjawab apa, tapi setelah melihat wajah kamu, kata-kata itu terlontar begitu saja." Prilly menarik nafas dan memejamkan matanya sesaat.

"Kakak tau? Di dalam pernikahan itu ngga boleh ada rahasia dan saling menutupi di antara pasangannya. Keduanya harus sama-sama terbuka." Ali mengangguk.

"Kakak tahu."

"Apa kakak udah memutuskan hubungan kakak dengan Amora sebelum menikahi Prilly?"

"Kakak ngga sempat memutuskan hubungan kakak sama dia, karena kebetulan Am sedang berada di London. Jadi kakak hanya mengirimkan undangan pernikahan kita."

"Jadi sampai saat ini belum ada kata putus atas hubungan kalian?" Ali menggeleng dan membenarkan pertanyaan Prilly. "Astagfirullah kak, pantas saja mama Am begitu marah sama Prilly. Prilly ngga mau pernikahan kita ini menjadi penderitaan bagi orang lain kak."

"Maafin kakak Pril, kakak janji akan berbicara baik-baik dengan Am begitu juga dengan mamanya."

"Kakak harus memberi penjelasan, wanita itu butuh kepastian kak. Kakak ngga boleh ninggalin gitu aja. Bicaralah baik-baik dengan mereka."

"Iya sayang, kakak besok akan bicara sama mereka."

"Kak, dalam suatu pernikahan itu sangat diperlukan adanya sebuah kejujuran. Prilly ngga mau di dalam pernikahan kita selalu diliputi kebohongan. Walaupun kejujuran itu hanya akan membuat hati kita sakit, tetapi dengan adanya sebuah kejujuran akan menumbuhkan rasa kepercayaan."

Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang