Hay hay guys... lanjut lagi nih ceritanya. Mumpung ada waktu, aku update aja ya. Thanks ya guys yang udah kasih vote and komennya, aku hargain banget. Maaf juga kalo alur dan ceritanya ngga sesuai mau kalian. Aku hanyalah manusia biasa, penulis abal-abal yang hanya ingin menyalurkan hobby menulis aku lewat tulisan acak adul ini.
Bagi yang setia menunggu cerita-cerita aku, thanks banget ya. Semoga terhibur ya sama ceritaku ini hahaha..
Tantan^^
***
Hari demi hari Prilly lewati dengan sabar. Kesehatan Am tampaknya juga semakin menurun, sehingga mengharuskan Ali untuk lebih ekstra menjaga dan memperhatikan Am. Prilly hanya bisa mengelus dadanya berharap rasa sakit di dadanya bisa segera menghilang. Namun ternyata rasa sakit itu semakin terasa.
Suara adzan subuh membangunkan Prilly yang masih terlelap dengan mimpi indahnya. Matanya mengerjap dan terbuka perlahan. Matanya sedikit sembab akibat semalam dia menangis. Prilly melihat di samping tempat dia berbaring. Dan kosong tidak ada siapapun.
Biasanya di samping Prilly saat ini adalah suaminya Ali, tapi semenjak ada Am di rumahnya, Prilly harus mulai terbiasa jika Ali harus tidur bersama Am. Bukankah Prilly sendiri yang mengijinkan Ali untuk tidur bersama Am, walaupun hatinya tidak rela.
"Kak, biasanya Prilly bangunkan kakak, tapi sudah seminggu ini kakak tidur disini hanya tiga malam dan selebihnya bersama Am. Prilly merasa kehilangan kakak."
Usai menunaikan shalat subuh, Prilly sengaja melewati kamar Ali dan Am. Prilly sedikit mengintip kamar itu. Sesak di dadanya kembali Prilly rasakan melihat Ali terlelap dengan memeluk Am. Mata Prilly tampak berkaca-kaca menahan air mata yang siap keluar kapan saja.
Prilly berjalan gontai menuju dapur dan bersiap membantu bik Sum untuk memasak. Cukup lama Prilly memasak. Hingga Ali datang dan memeluk Prilly dari belakang. Bik Sum yang melihat majikannya seperti itu hanya tersenyum kemudian meninggalkan Ali dan Prilly berdua.
"Kakak, udah bangun?" tanya Prilly.
"Sudah sayang, pagi ini kamu masak apa?" Ali menaruh dagunya di bahu Prilly, mencium aroma masakan Prilly.
"Prilly masak ayam goreng, perkedel jagung dan tumis brokoli, kak."
"Wah kayanya enak. Ya udah kakak ke kamar Am dulu ya, kakak bangunkan dia biar bisa sarapan sama-sama."
"Iya kak." Ali mencium pipi Prilly sekilas kemudian berlalu meninggalkan Prilly yang sedang sudah payah menahan tangisnya.
Prilly menghidangkan masakannya di meja makan. Namun tiba-tiba perutnya terasa mual. Prilly buru-buru menuju wastafel dan menutup mulutnya. Hal itu terlihat oleh Ali yang sedang mendorong kursi roda yang ditumpangi Am. Karena kamar Am sudah pindah dari asalnya di lantai atas sekarang di lantai bawah.
Ali yang melihat Prilly seperti itu langsung bergegas menyusul Prilly, namun tangannya ditahan oleh Am. Ali melirik Am yang wajahnya yang pucat dan tatapan matanya yang sayu. Akhirnya Ali tidak segera menyusul Prilly.
"Hueek... huekkk..." Prilly memegang perutnya dan sedikit menekan tengkuknya dengan tangan kirinya agar semua isinya keluar, namun nihil. Yang keluar hanyalah cairan putih.
"Astagfirullah non, non kenapa? Non ngga apa-apa?"
"Ngga apa-apa bik. Prilly baik-baik aja. Huekk..." Prilly kembali memuntahkan isi perutnya namun tetap saja yang keluar hanya cairan putih.
"Ya Allah non. Muka non pucat."
"Prilly ngga apa-apa bik, paling masuk angin aja."
"Sayang..." Prilly menoleh dan terlihat Ali berlari menghampirinya dengan wajah khawatir. "Kamu kenapa? Kamu sakit? Wajah kamu pucat, kita ke Rumah Sakit ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Surga
FanfictionCerita ini sebagian di private. Jadi follow terlebih dahulu. Bersatu karena sebuah perjodohan, bersama tanpa pernah saling mengenal. Tidak pernah terpikir, jika aku akan menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak aku kenal. Hanya karna perjodohan...