(Masih) tentang dia

4.2K 264 8
                                    



Kita lagi ada di atas jemuran. Ya. Geng Jemuran. Dengan anggota yang lengkap. Neng Alfi dengan jubah biru muda dan cadar putihnya, Vani dengan setelan modis gamis tosca dan khimar abu-abunya, Marwa dengan gamis polos cream dan pashmina lebar hitamnya, dan Aku, dengan sarung klowor , atasan kaos, dan jilbab paris yang berantakan.

Lah ngapain mikirin penampilan orang cuma nongkrong di atas jemuran gini. Apalagi aku tengah dalam proses pengkritingan rambut dengan dua tumpuk kitab yang harus ku lahap hari ini. O Allah, besok imtihan.

Tapi ngomong-ngomong soal penampilan sobat-sobat aku yang syari but modis, mereka itu habis dari jalan-jalan ke kota. Setiba di pondok, main seret aku aja yang lagi ngemil kopi sambil minum kripik jagung di kamar. Hehe.ini salah satu ritualku di pondok kalo lagi pusing. Satu bungkus kopi akan habis ku sendoki, dan kripik jagung ini akan ku beri susu, jadi mirip sereal deh. Sereal ala anak as salaffi.

"Kapan terakhir kali kita nongkrong begini, ?"Tanya Vani memecahkan konsentrasiku .

"Udah lama, 3 bulan yang lalu kah? Kalau aku si sering kesini sendirian, abisnya kalian sibuk bingit"Jawab Neng Alfi.

Tiba-tiba aku menyadari satu hal ganjil. Marwa ? Sejak kapan dia ada di sini? Bukankah dia ada di solo?

"MasyaAllah Aisy, ane lupa cerita sama elu" Ujar Vani sambil menepuk jidat.

"Marwa kembali ke pondok sini karena disana dia sudah khataman, sudah di wisuda, sudah menjadi hafidzah, waaaaaaa... " Vani menangkupkan kedua tangannya di dua pipinya yang semakin membulat.Matanya berbinar-binar memancarkan kebahagiaan yang tulus untuk sahabat nya ini.

"Subhanallah..." aku berdecak kagum dan menatap marwa lekat-lekat. Lihatlah, sahabatku yang selalu mampu mengerti aku kembali. Beruntungnya aku , aku bisa belajar matematika untuk ujian madrasahku dengan marwa. Tapi, ada yang lain dari marwa. Matanya. Senyumnya. Seperti, ada sesuatu yang tersembunyi dibalik wajah ceria itu.

"sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Neng Alfi tiba-tiba. Marwa tersentak. Dia menggigit bibirnya, sebelum akhirnya menceritakan hal yang menimpa dirinya.

"Ibuku sudah meninggal. Jadi, ayah mengizinkanku kembali." katanya pendek yang berhasil membuat kami mengarahkan pandangan kepadanya.

"Aku sedih atas kepergian ibuk. Tapi aku bahagia bisa kembali kesini. Perasaan yang, benar-benar membingungkan"

"kenapa kau tidak bilang sih, wa? Kita kan bisa kesana. Kalau begini aku yang jadi merasa bersalah. Waktu bapak meninggal, kau menyempatkan diri datang ke Semarang"Ucapku prihatin.

"Tidak apa-apa aisy, sudah aku baik-baik saja. Aku juga bangga, insyaAllah, jubah kemuliaan untuk Ibuk akan beliau kenakan kelak."Marwa menerawang langit dengan bola mata yang perlahan mengembun.

Semua terdiam sejenak. Hanya semilir angin sore yang menelisik, mengibarkan kerudung kami. Mencipta warna warna di udara. Indah.

"doakan aku ya" ucapku kemudian.

"Oh iya, Aisy semangat !!!!!! Tenang imtihan gak seserem yang elu bayangin kok. Sante aja."Vani mengacungkan tangannya ke udara memberi semangat.

"yah, asalkan tidak ketemu matematika semua akan lancar-lancar saja" jawabku asal yang di sambut tonyoran manis dari vani.

"Oh ya isy, bagaimana kabar gus Adnan? Katanya mau dilamar kalau udah lulus Aliyah?" Marwa bertanya santai. Tak tahu apa yang sesungguhnya terjadi saat ini.

Mata Neng Alfi sempurna membulat dalam hitungan detik saja. Dengan harap harap cemas dia melirikku. Merasa bersalah.

"Gus Adnan, mm, dia baik-baik saja. " jawabku singkat sembari berlalu meninggalkan marwa yang terbengong-bengong karena merasa pertanyaannya tidak pantas untuk di pertanyakan saat ini.

LASKAR JM fi Ma'hadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang