Resepsi kemarin benar-benar menyita energiku. Aku capek banget. Terlebih setelah itu aku harus check up ke rumah sakit. Leukimia ini jadi temanku sekarang. Meski itu masih ku sembunyikan dari Gus Adnan. Aku tak mungkin memberitahunya perihal sakitku. Aku juga sudah mewanti-wanti Mamah , Geng JM, abah dan Umi untuk menyembunyikan sakitku ke Gus Adnan. Aku tak akan tega dia menjadi sedih memikirkan keadaanku. Biarlah, waktu yang akan menjawabnya sendiri. Meski aku tau, itu nantinya akan lebih menyakitkan baginya. Maafkan aku, Gus.
Kami tengah berada di atas jemuran. Suasana yang sama, yang selalu kami rindukan. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan jemuran-jemuran santri, menjadi seperti selendang yang dikibarkan di film-film india. Marwa tengah menatap lurus pada bukit di seberang desa, bukit itu kini telah hijau, berkat usaha kegiatan keputrian yaitu bakti alam dari pondok as salafi ini. Vani, dia tengah sibuk dengan novel barunya, novel buatan Kang Ahmad yang katanya diterbitkan khusus buat Vani. Buktinya, hanya tercetak satu ekslempar. Itupun dia cetak dengan ngumpet-ngumpet ke percetakan yang bekerja sama dengan As Syams. Hebat kang Ahmad, pinter banget ambil hati Vani, tapi Vaninya gak kunjung keambil hatinya. Duhduh. Neng Alfi, tengah berlarian bersama Umar, putranya yang kini berusia 3 tahun lebih. Mereka bermain bola dan melempar lemparkannya ke udara, lalu berebut untuk menangkapnya. Mereka tertawa bersamaan, aku tersenyum perih melihatnya. Ya Rabb, semoga Engkau beri jodoh yang terbaik buat Neng Alfi.
Sedang aku, aku tengah terpaku pada apa yang dilakukan sahabat-sahabatku, aku mencoba menebak takdir yang setelah ini akan kita hadapi."Kamu jadi ke Madinah, van ?" Tanyaku memecahkan hening.
Vani mengangguk pasti.
"Tapi aku akan mengabdi ubtuk pondok ini dulu Syah, jadi mbak-mbak khodimah gitu..""Kamu wa ?" Aku bertanya lagi.
"Haloo ngelamun aja" Vani menggerak-gerakkan tangannya persis didepan wajah Marwa yang langsung tersentak dari lamunannya.
"Aku lanjut kuliah aja, di UIN Sunan Kalijaga, aku juga baru merintis usaha bersama tanteku, ya meskipun kecil-kecilan tapi jilbab homemade dari tanteku lagi hits di kalangan anak muda sekarang, Lha Aisy? Kamu mau kemana ? Eh, ups maaf. Maksutku apa rencanamu kedepan bersama suamimu itu ?"
Aku terdiam. Iya ya, aku mau ngapain ya ? Dirumah ? Berdiam diri ? Gak mungkin. Aku masih pengen jadi wartawan. Pengen kuliah juga.
"Aku belum membicarakannya dengan Gus Adnan, ya mungkin aku akan berorientasi pada pekerjaan Rumah, tentunya juga dengan mengembangkan tulisan tulisanku" Aku menerawang langit, burung camar melintas cepat disana.
"Ammaah.... Ini lo umi nakal, bolanya gak mau dikasihin ke acu" Umar berlari ke arah Marwa, dan merajuk. Neng Alfi terlihat tertawa, matanya membentuk bulan sabit yang indah.
"Gak kerasa.. Setelah ini kita bakalan mencar ya" Neng Alfi berjalan ke arah kami.
Kami mengangguk setuju.
"Yah yang pasti, aku berpesan buat kalian.. Adik adikku, temanku, my shohibah..
Lakukan segalanya dengan ikhlas, dengan penuh keyakinan.
Vani, kau diberi amanah yang besar untuk tholabul 'ilmi di kota yang tak pernah mati itu, kota penuh cahaya, kota dimana islam berkembang, kamu harus serius dan telaten nantinya, perkaya bahasa arabmu, jangan lupa, komunikasi dengan orang tua harus kamu jaga.Marwa, sang bisniswoman, kembangkan potensimu lebih jauh lagi. Kamu pandai menjahit, bisa juga menjadi desainer untuk pakaian-pakaian syar'i muslimah. Kamu bisa berdakwah lewat itu, memaknai perintah Allah dengan sesungguhnya.
Dan.. Aisyah...
Si wonderwoman...
Kamu sudah harus mengurus suamimu ya... Kamu bisa belajar dari Mamahmu, yang merupakan perempuan hebat. Juga, jangan berhenti menulis. Jangan berhenti jadi inspirator dimanapun kamu berada. Jadilah agen kebaikan , isy, van, wa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LASKAR JM fi Ma'had
SpiritualAis si gadis tomboy penggila playstation harus kecewa berat.Bukannya di bawa holiday sebagai hadiah kelulusannya , ais malah di bawa ke pondok pesantren as salafi. Bersama Marwa dan Vani ,ais membentuk "Geng Jemuran" yang selalu bikin onar di...