Setelah hampir setengah jam aku mencari gus Adnan di luar rumah, akhirnya aku menemukan sosok itu di atap rumah kami yang memang masih datar. Rumah ini dibeli gus Adnan dari saudara jauhnya,katanya. Jadi harganyapun tak begitu melangit. Bangunannya bagus menurutku, sebuah rumah mungil berlantai dua yang asri. Disampingnya ada ladang jagung milik desa dan didepan ada balai pertemuan desa. Rumah bercat putih bersih ini sudah setengah tahun tidak ditempati, aku baru tahu, ternyata Gus Adnan sudah membelinya jauh sebelum kami menikah. Dia menceritakan saat perjalanan tadi, tapi aku tertidur pulas. Bangun-bangunpun aku sudah di kamar lantai atas. Aku bingung awalnya, karena gus Adnan tidak ada disana. Aku mencari keluar kamar, tiba-tiba aku mimisan, setengah panik aku langsung mengambil tissue yang akhir akhir ini selalu ku bawa. Bekas tissue yang penuh darah itupun masih aku selipkan di kolong kasur. Aku lalu beranjak mendekati jendela, untuk melihat langit malam yang memang sangat aku sukai. Aku sebenarnya ingin menangis. Aku takut tak bisa menemani Gus Adnan lebih lama lagi. Penyakit ini, aku tahu akan terus menggerogoti daya tahan tubuhku. Aku mendengar langkah mendekat, buru buru ku hapus air mataku. Huft, untung Gus Adnan tidak menyadari kalau aku hampir menangis. Dia hanya dengan konyolnya bercerita cerita horor yang berujung menggombaliku. Tapi setelah itu dia marah karena aku menggodanya dan tak mau memanggilnya dengan sebutan sayang.
"Maaf..." ucapku pada Gus Adnan yang tengah duduk memunggungiku itu.
Gus Adnan menoleh padaku, lalu membuang pandangannya lagi menuju langit. Lintang wuluh tergambar di jubah hitam raksasa itu. Indah.
Aku pun memberanikan diri duduk disampingnya.
"Apa kau benar benar marah?"
Tidak ada jawaban.
"Aku minta maaf jika kata kataku menyinggungmu" aku berkata lagi.
Masih tidak ada jawaban. Hih, gus Adnan ini maunya apa sih ? Oh , apa dia hanya mau ku panggil sayang lalu baru mau berkata padaku lagi ?
"Say..." baru mau memanggilnya dengan sebutan sayang, Gus Adnan juga melakukan hal yang sama. Mata kami bertemu pada satu titik, dan aku berhasil terkunci oleh tatapan dinginnya yang meneduhkan.
"Cie.. Mau bilang apa barusan?" Gus Adnan bertanya menggoda. Huft, dia ini. Begitu cepat merubah kondisi hatinya. Ini kah kuasaMu Ya Muqollibal Qulub ? Yang maha pembolak balik hati ? Sedetik yang lalu ia seperti manusia salju dan sedetik berikutnya bisa menjadi SPG obat herbal yang kata katanya ceriwis, dan tak mengenal tanda baca. Eh , SPG ? Sexy promotion girl ? Harusnya SPB ding , Sexy promotion Boy. Loh ngaco kan.
"Enggak aku nggak mau bilang apa apa" ucapku malu. Aku mengalihkan pandangan ku dari matanya.
"Bilang aja mau manggil sayang biar aku gak marah, yakan yakan ?" Gus Adnan menaik turunkan alisnya. Ya Rabb, kenapa dia genit sekali..
"Ngarang ! Aku itu mau bilang Sayton... Wahahaha" aku tertawa melihat wajahnya yang kesal. Wajah innocent itu benar benar menggemaskan, tapi ganteng sih. Hehe.
"Gak baik bilang gitu sama suami" gus adnan berucap datar lagi.
"Kamu mudah sekali marah Gus"
"Gus lagi gus lagi, terserah deh aisy. Kamu memang sulit mengakui keadaan"
Aku menggigit bibir mendengar kata katanya. Ku akui, aku memang gengsi sekali memanggilnya sayang. Entah kenapa rasanya aneh.
"Maksutnya?" tanyaku.
"Aku tidak akan marah hanya karena kamu tidak memanggilku sayang. Aku tau meski itu tidak kau ucapkan, jauh didasar hatimu kata itu sudah lekat terukir disana. Jadi kenapa harus bingung.
Aku tidak suka karena kamu menyembunyikan sesuatu dariku.
Aku ini suamimu sekarang, berbagilah, maka akan aku rengkuh kamu dan tak kubiarkan kamu menangis lagi seperti tadi dijendela. "
KAMU SEDANG MEMBACA
LASKAR JM fi Ma'had
SpiritualeAis si gadis tomboy penggila playstation harus kecewa berat.Bukannya di bawa holiday sebagai hadiah kelulusannya , ais malah di bawa ke pondok pesantren as salafi. Bersama Marwa dan Vani ,ais membentuk "Geng Jemuran" yang selalu bikin onar di...