"Permisi, teh hangatnya datang." Vania datang membawa nampan
berisi beberapa cangkir teh, lalu menaruh cangkir-cangkir itu di meja"Tuh kan, jadi ngerepotin." Ujar Pongki
"Enggak kok Om, silahkan diminum. lho Tian nya kemana?" Tanya Vania.
"Tian nya pergi ke atas," Jawab Fitri.
"Kalo gitu Vania pamit nyusul Tian ke atas." Vania pergi ke dapur untuk menaruh nampan, lalu menaiki tangga menuju lantai dua rumahnya.
"Mereka sudah dewasa" Celetuk Pongki.
"Iya, mereka sudah dewasa, sedangkan kita sudah tambah tua," Sambung feri.
"Hahaha.. Iya, kita sudah tua," Ucap Pongki sambil tertawa.
Vania melihat Tian duduk termenung.
"Yan, Tian," Panggil Vania. Tian masih terhanyut dalam lamunan-nya sampai tak mendengar Vania memanggilnya.
"Tian," Vania menepuk pundak Tian.
"Eh.. elo, kaget gue."
"Mikirin apa sih? Gue panggil dari tadi ampe gak denger."
"Em.. Gak, gue gak mikirin apa-apa kok."
"Boong, pasti ada yang lo pikirin" Selidik Vania. -"Gue udah kenal lo dari kecil, dan gue tau kalo lo lagi boong".
"Emm.. Gue cuma heran, sejak kapan meja kursi ini jadi sekecil ini" Ujar Tian.
Vania tersenyum lalu duduk di kursi sebelah Tian.
"Meja ama kursinya gak pernah berubah jadi kecil. Kita nya aja yang udah gede" Ucap Vania sambil memandangi hujan di luar.
"Apa lo masih inget dulu kita sering main hujan bareng?" Tanya Tian.
"Masih lah, kan elo yang bikin gue suka sama hujan" Jawab Vania.
"Ah, iya ya. Dan inget gak pas kita main hujan seharian, sampai lo kedinginan?"
"Inget, malah habis itu lo demam dua hari" Jawab Vania sambil tertawa.
"Bisa nggak lo lupain bagian itu?" Sahut Tian.
"Nggak bisa. Abisnya lo yang ngajak main hujan, tapi lo yang sakit" Ledek Vania.
Tian terdiam sambil menundukan kepalanya.
"Hanya mereka yang udah jauh berbeda" Ucap Tian nanar. Vania paham siapa yang dimaksud Tian.
"Gue gak akan berubah buat lo" Ujar Vania sambil tersenyu, Tian tersenyum lalu menyentil dahi Vania.
"Aw.." Vania mengusap-usap bekas sentilan Tian di keningnya. Tian kembali memandangi hujan yang turun, dari matanya kembali terlihat kesedihan,
CUP..
Vania tiba-tiba mencium pipi Tian. Tian memandangi Vania dengan binggung. Wajah Vania langsung berubah memerah, dia bangkit dari kursinya lalu berjalan cepat menuju kamarnya, sementara Tian diam mematung.
Vania barusan nyium gue? Gue gak mimpi kan?. Gumam Tian dalam hati, dia menyentuh pipinya yang tadi dicium Vania. Vania memasuki kamarnya lalu cepat-cepat menutup pintu. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur lalu membenamkan wajahnya ke bantal.
"Kok gue jadi gini sih? dulu kan gue udah biasa nyium atau dicium Tian" Gumam Vania yang suaranya teredam bantal -"Apa karena dulu gue masih kecil, jadinya gak ngerasa aneh gini?" Perasaan Vania campur aduk sekarang, malu dan ada perasaan aneh lainya. Sementara Tian masih memegangi pipinya sambil senyum-senyum sendiri seperti orang kesambet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Hujan
Teen FictionCover by : @Keynaa_key Direvisi setelah tamat. Tentang aku, kamu dan juga hujan "Hujan pernah membuat kita dengan sengaja dipertemukan". -K- Namun, ketika yang dianggap sebagai takdir tuhan ternyata hanya sebuah kebetulan Akankah takdir masih tetap...