29

438 23 7
                                    

Saya tau, kisah kita sudah usai. Tapi kalau boleh jujur, perasaan dan hati saya masih tetap sama. Masih berharap bahwa kamu adalah tempat berlabuh untuk hati saya.

Disini, di tempat saya menatap langit. Yang berjarak ratusan kilometer dari tempatmu. Saya menuliskan ini, atas nama rindu yang tak pernah mati oleh jarak. Atas nama cinta yang tak pernah mengenal perbedaan. Di kala agama, suku, dan adat budaya yang berbeda mencoba memisah, malah terabaikan karena rasa. Terimakash telah memandang saya dari sisi lain saya. Tidak pernah peduli latar belakang saya yang kelam. Tidak peduli dengan embel-embel kehidupan saya yang suram

Terimakasih sudah mengajarkan saya bagaimana rasanya dicintai, disayangi, mencintai, dan menyayangi.

Saya belajar cara merelekan orang-orang yang pergi dari hidup saya. Karena saya percaya, saya masih punya mereka dalam kenangan.

Kalau takdir membolehkan, saya masih ingin bertemu denganmu.

Biarkan cinta ini saya simpan. Sebagai luka terindah yang pernah tegores di hati.

Sin cera
Malang, 23 juli 2018

Tian menatap langit malam, tangannya bertumpu pada pagar rooftop. Dipejamkan matanya, dihirupnya udara malam hari yang terasa begitu menenangkan baginya.

Kehilangan orang-orang yang teramat disayangi selalu menyisahkan luka dalam hati.

Tian meneguk minuman kaleng yang di pegangnya. Bulan purnama bertenger sempurna di langit gelap. Mengingatkan kembali rindunya untuk seseorang.

Ada pertemuan, ada perpisahan. Datang, pergi, muncul dan hilang, mencintai dan membenci. Hukum semesta yang mutlak, namun tak sedikit orang yang masih mempertanyakan ketidak adilannya.

Kalau boleh, Tian ingin dilahirkan kembali. Tetap jadi dirinya yang sekarang, namun dengan hati yang berbeda. Agar ia tidak pernah menggantungkan seluruh hati dan rasanya untuk orang-orang yang disayanginya. Seperti saat ini, separuh hati bahkan jiwanya hilang bersama dua orang yang teramat berarti baginya.

"Ah!" Tian mengibaskan tangan di depan mukanya, "apa yang gue pikirin sih. Yang terjadi, yaudah terjadi. Gue cuma ngejalani."

TIIN... TIIN...

Suara klakson mengalihkan perhatiannya. Di lihatnya dua motor memasuki pekarangan rumahnya.
Rendi dan Hedi. Kedua orang itulah yang mengendarai motor tersebut.

Tian bergegas turun, membukakan pintu untuk kedua orang yang menjadi keluarga kedua baginya.

                          ******

Keyla menyesap jus alpukatnya, sambil terus menatap bulan purnama dari tempatnya duduk. Diatas rooftop sebuah cafe, membuatnya dengan leluasa memandangi lukisan semesta yang amat disukainya.

"Jus alpukat dan diem mulu dari tadi. Seperti bukan elo yang biasanya." Celetuk Vita.

Keyla menatap sahabatnya, tersenyum, "apasih? Biasanya juga gini kok"

"Ya deh, ya." Vita memutar bola matanya. Ia begitu jengah dengan sifat sahabatnya yang akhir-akhir ini jadi tertutup.

"Apa yang bakal terjadi kedepannya? Apa gue bisa ngejalani dengan baik? Apa semua sesuai rencana gue?" Gumam Keyla, ia memainkan sedotan di gelasnya.

"Entahlah.., gue juga gatau. Kita cuma tau kalau hal itu udah ada di depan mata kita. Diterima, dijalani, dan disyukuri aja." Vita menyandarkan pungungnya ke kursi.

Hening, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Suara tawa membuat kedua gadis tersebut menoleh bersamaan. Keyla terkejut, yang dilihatnya sekarang benar-benar membuatnya tak habis pikir.

Seperti HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang