28

484 22 5
                                    

Edi berselebrasi setelah berhasil memasukan bola ke dalam ring. Ia melihat Tian sedang duduk di pinggir lapangan, lalu berjalan mendekat ke arah Tian.

"Makin hari lo keliatan udah balik normal." Celetuk Edi.

Tian mengusap wajahnya yang bercucuran keringat, "balik normal?" tanya Tian.

"Lo udah gak kek mayat hidup lagi. Awal putus sama Keyla, lo kek gak ada semangat hidup"

Tian terkekeh, "masa gue gitu? Gue galau dong"

"Ya kali enggak" Edi mengambil botol air minum, lalu meminum air tersebut.

"Nggak kerasa ya, beberapa bulan ke depan kita udah lulus aja" Tian bergumam, lebih tepatnya berbicara kepada diri sendiri.

Namun, Edi mendengarnya. Sekaligus melihat perubahan raut wajah Tian, "Iya, gak kerasa" jawab Edi.

Beberapa menit terlewati, mereka masih terduduk di pinggir lapangan, menatap langit sore yang berubah warna menjadi jingga.

"Kita temenan sejak smp, dan sampai sekarang gue belum berani ngungkapin," gumam Edi.

"Iye, ngungkapin? Apaan?" tanya Tian.

Edi mengerling jail ke arah Tian, "Gue suka sama lo"

Tian pura-pura mau muntah mendengar omongan Edi, "Geblek nih anak" Tian melempar tas nya ke muka Edi.

"Tau, apa yang bakal berat kita hadapi?" Tanya Edi sok serius.

"Apaan?" Tian bertanya balik.

"Perpisahan," jawab Edi

"Halah, itu doang bikin lo baper." Sinis Tian, "perpisahan bukan akhir segalanya, perpisahan itu awal baru. Lembaran baru yang harus kita isi kembali"

"Sok bijak," Edi bangkit berdiri, "pulang yok" ajak Edi.

Tian bangkit berdiri, mengambil tas-nya yang tegeletak di tanah, lalu berjalan bersama Edi menuju parkiran.

                            ******

"Ini kenapa kita ke sini sih?" Keyla meronta, mencoba melepaskan tangannya yang di seret Vita.

Mereka berdua sedang berada di sebuah toko buku.

"Bentar doang, temenin gue" Vita melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Keyla, - "Gak usah manyun gitu. Bentaran doang kok."

"Lagian ya, gue beneran udah capek. Badan rasanya lemes." Gerutu Keyla.

Vita terkekeh sambil memilih-milih buku yang ada di depannya, "Lagian ya, siapa suruh lo gabung sama ekskul karate? Lagi galau banget ya?"

Keyla tidak menjawab, bibirnya lebih mengerucut sekarang. Ia mengalihkan pandangan ke arah lain, sampai pandangannya tertuju kepada seseorang yang ia kenal.

"Rendi!" Serunya memanggil Rendi yang sibuk dengan hape dan juga buku yang ada di rak depannya.

Rendi menoleh, sedetik kemudian senyum konyolnya terukir. "Eh.., ada neng cantik. ada emaknya badak juga ternyata" Celetuk Rendi.

Vita yang mendengar langsung menoleh ke arah Rendi. Menatapnya dengan tajam, "Berisik!" Lalu seperti tak terjadi apa-apa, Vita kembali sibuk mencari buku yang dicarinya.

"Lagi nyari buku juga?" Tanya Keyla berbasa-basi.

Rendi mengangguk, "Iya, Kakak gue yang nyuruh"

"Lo sendirian aja?" Tanya Keyla lagi.

"Enggak. Sama Tian kok."

"Oh..," Keyla manggut-manggut. Tanpa sepengetahuan Rendi yang kembali sibuk mencari buku, Keyla melirik ke kanan dan kiri. Mencoba mencari keberadaan Tian.
Namun tidak ia temukan sosok itu.

"Em.., Ren. Dia dimana?" Tanya Keyla.

Rendi kembali menoleh ke arah Keyla, "Dia siapa?" Rendi berbalik bertanya. Bukannya tidak mengerti siapa yang di maksud Keyla dengan sebutan Dia. Hanya saja, Rendi ingin menjahili gadis itu.

"I - itu, Tian" jawab Keyla. Kedua pipinya sedikit bersemu. Ia merutuk dalam hati, seharusnya tidak menanyakan keberadaan Tian. Pasti sebentar lagi Rendi akan menggodanya karena menanyakan Tian.

"Si Kunyuk? Noh, di deket pintu masuk." Jawab Rendi.

"Oh.., yaudah, gue tinggal dulu ya. Mau ngikut Vita nyari buku." Pamit Keyla.

Rendi hanya mengangguk. Lalu kembali melanjutkan  mencari buku pesanan Kakaknya.

"Udah, yuk." Lagi-lagi tanpa menunggu Keyla berbicara. Vita langsung menarik tangan Keyla menuju ke arah kasir.

Keyla hanya menurut. Pandangan Keyla kini teralihkan ke sosok cowok yang sedang berdiri di depan pintu masuk. Tian menyapa para pengunjung toko yang baru masuk.
Samar-samar Keyla mendengar suara Tian yang menyapa pengunjung toko.

"Selamat datang mbak-mbaknya. Saya SPG sukarelawan di toko buku ini. Sekedar mengingatkan, Di toko buku ini kami menjual buku, bukan bakso urat, ataupun martabak asin."

Keyla berusaha mengulum senyumnya ketika mendengar ucapan Tian. Sedangkan cewek yang baru saja masuk tersebut, terlihat bingung sekaligus tersenyum geli.

"Yuk pulang." Vita mengagetkan Keyla.

"Eh.., yuk" jawab Keyla.

Vita berjalan di depan sambil mulai berceloteh tentang buku yang di belinya. Sedangkan Keyla, mengrkorinya sambil terus menatap Tian.

"Lah... Tian, ngapain lo di situ?" Tanya Vita begitu berpapasan dengan Tian.

"Lagi jualan kuaci" jawab Tian asal, ia melihat Keyla di belakang Vita. Pura-pura seperti biasa-biasa saja.

"Kalian udah mau pulang nih" tanya Tian.

"Iya" jawab Vita.

"Ati-ati lho ya"

"Iya, emang napa?" tanya Vita penasaran.

"Ada jembatan roboh"

Vita seperti sedang berfikir, namun ekspresinya langsung berubah, "Iyalah, jembatan emang roboh. Kalo berdiri namanya menara."

Tian terkekeh, "Iyadah, udah pinter sekarang"

"Dari dulu kali" Vita melengos, lalu kembali menarik tangan Keyla.

Setelah berjalan beberapa langkah, Keyla menoleh ke belakang. Tepat melihat Tian sedang menatapnya juga. Namun dengan cepat Keyla kembali menatap ke depan.

Bukan tentang kata, tapi tentang rasa. Bibirnya mampu berbohong, namun hatinya tak mampu menyangkal.

Yuhuu....
Maaf ga pernah update. Sibuk di duta, ide ga pernah muncul.
Tapi bakal nulis ini cerita sampai tamat kok.
Sabar aja #orangsabardisayangpacar
Gatau kalo yang jomblo disayang siapa :v






Seperti HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang