Gurrr.... Gurrr...Gurrr...
Suara dengkuran Rendi semakin nyaring saja.
Plak...
"Kampret lo! Sini lawan gue" Edi mengigau, tanganya bergerak-gerak asal. Menampar kesana kemari.
Mereka bertiga tidur berhimpitan dalam satu ranjang dan satu atap. Sudut mata Tian berkedut-kedut menahan jengkel. Tapi.
Gurrr...
Plak!
"Anjing!" Tian mendorong Rendi hingga jatuh ke lantai. Lalu berbalik, menendang Edi hingga tersungkur ke lantai. Mengabaikan sejenak rasa nyut-nyutan di lututnya.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Ditunggunya reaksi dua cowok yang baru saja mencium dan menghantam kerasnya lantai.
Satu menit kemudian.
"Dasar! Kalo tidur kayak mayat." Tian turun dari ranjang. Menuruni tangga, lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. Ia meraih remote tivi, menyalakanya.
Merasa perutnya bergemuruh karena lapar, Tian berjalan ke arah dapur. Membuka rak, lalu mengambil sebungkus mie instant.
Tian meraih sebuah sendok, lalu berjalan menuju sofa. Tidak memasak mie instantnya? Cowok itu sudah terlalu malas. Jadi, mie instant tersebut akan dimakan dengan cara primitif.******
Dua minggu berlalu tanpa kesan.
Tian menguap. Setelah beberapa hari otaknya dipaksa menjawab soal-soal UN. Tian merebahkan kembali tubuhnya di lantai. Mengabaikan umpatan-umpatan Rendi dan Edi yang sedang bermain game Moba. Kedua cowok tersebut semakin betah tinggal di rumah Tian.
"Kalian berdua bisa gak, gak bikin kuping gue panas semenit aja" maki Tian.
"Gimana lagi. Si babi ini goblok banget mainnya, bikin gue emosi" jawab Edi tanpa mengalihkan fokus dari layar ponselnya.
"Elo yang goblok mainnya" balas Rendi.
"Anjing... lo berdua pada goblok ato gimana sih?!"
"Eh monyet! Lu kok jadi ngegas" balas Edi.
"Tian lagi PMS" Celetuk Rendi.
Mencoba mengabaikan lagi. Tian berguling ke sisi lantai, menempelkan pipinya di lantai. Dingin.
TING-TUNG...
Suara bel bergema di dalam rumah Tian. Ingin memerintah dua orang temannya untuk membuka pintu namun tak jadi. Ia sudah tau kalau mereka bakal menolak karena sedang main game.
Tian bangkit berdiri, berjalan menuju pintu. Tian memperhatikan gadis yang berdiri di depan pintu rumahnya, kedua tanganya membawa sebuah kotak yang biasa digunakan sebagai tempat kue.
"Em... Hai, Kak. Aku disuruh Mama ngasih ini"
"Baru pindahan?" Tebak Tian.
"Iya. Rumah kita bersebelahan."
Tian menerima kotak itu, "Makasih ya, bilangin makasih juga ke Mamamu."
Gadis itu mengangguk, "iya, em..." gadis itu mendadak bingung.
"Tian, gak usah pake tambahan, kak." Ujar Tian.
"Eh... em, iya" pipi gadis itu terlihat bersemu, malu karena gelagatnya terbaca Tian.
"Kamu?"
"Eh, kenapa Kak?" Tanya gadis itu.
"Nama kamu?"
"Oh... saya Luna."
Tian manggut-mangut.
"Kalo gitu aku pamit dulu"
Tian mengangguk. Gadis itu beranjak. Berjalan kembali menuju rumahnya, saat keluar dari pekarangan rumah Tian, gadis itu menoleh. Melihat ke arah Tian yang masih menatapnya.
Gadis itu buru-buru membuang muka lalu bergegas menuju rumahnya.Tian tersenym kecil, lalu berbalik kembali memasuki rumah.
"Siapa Yan?" Tanya Edi masih dengan fokus ke ponselnya.
"Pak RT, nagih uang iuran bulanan." Jawab Tian asal. Tian membuka kotak kue ditangannya, isinya donat dengan aneka topping. Diambilnya satu lalu digigitnya.
"Manis, kayak Luna" ujar Tian.
"Siapa manis Yan" tanya Rendi, mendongak menatap Tian, "Anjir... makanan gratis" Rendi langsung meletakkan ponselnya asal. Berdiri lalu menyambar kotak kue di tangan Tian.
"Kalo sama makanan aja lo cepet" cibir Tian. Berjalan menuju kulkas, kengambil gelas diatasnya lalu menuangkan air dari botol air mineral. Lalu kembali berjalan menuju ruang tengah.
"Abis lulus, rencana lo apa yan?" Tanya Edi.
"Mau bertapa ke gunung." Jawab Tian asal. Edi mencebik sok kecewa.
"Cari kampus yang samaan yok." Usul Rendi.
"Tidak semudah itu Ferguzo. Emang dengan otak segede salak punya kalian berdua itu bisa masuk ke Universitas yang gue pilih?"
"Anjing lo!" Umpat Rendi.
"Makan daging Tian dengan sayur kol" tambah Edi.
Tian hanya diam. Meminum air di gelas, lalu menyemburkannya ke Rendi dan Edi bergantian.
"Biar setan kalian ilang" ujar Tian.
"Elo itu setan!" Edi merebut gelas di tangan Tian, menaruhnya di atas meja.
Rendi langsung menerjang Tian. Menguncinya dari belakang.
"Ayo Ed, grepein tete nya Tian." Perintah Tian.
"Lepasin gue, kampret lo berdua!" Tian meronta.
"Siap-siap ya mas Tian" Edi lalu mencubit dengan kedua tangannya.
"Auuw!"
Hola..
Maapkan Author ini yang baru bisa update.
Sedikit curhat. SH ga jadi ikut event, dikarenakan salah satu persyaratannya mengharuskan karyanya harus baru. Alias belum pernah di publish.
Dan yang sering bertanya-tanya kenapa SH juarang banget apdet? Karena si Author laknat ini sibuk kerja. Dan juga si Author lagi gamau inget-inget kenangan yang ada di cerita ini, gamau proses move on keganggu katanya.
Itu aja sih.
Setelah ini semoga bisa sering update, walau partnya pendek-pendek ya.
Makasih yang udah mau baca cerita abal-abal yang sebagian terinspirasi dari keanehan si Author.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Hujan
Teen FictionCover by : @Keynaa_key Direvisi setelah tamat. Tentang aku, kamu dan juga hujan "Hujan pernah membuat kita dengan sengaja dipertemukan". -K- Namun, ketika yang dianggap sebagai takdir tuhan ternyata hanya sebuah kebetulan Akankah takdir masih tetap...