Empat Tahun berlalu tanpa kesan. Tian kembali ke jakarta setelah selesai kuliah di sangapore. Sesuai yang diamanatkan oleh Almarhum Pongki.
"Ya kan gue udah kasih alamatnya bangke. Tinggal ketik di google maps kan kelar" Jawab Tian ngegas kepada edi di telepon.
"Woiya ya, tumben lo pinter yan"
Tuut... Tuut... Tuut...
Telepon langsung diputuskan oleh Edi.
"Ini orang ga ada akhlak sama sekali" Tian memasukan ponselnya ke saku celananya.
Sudah enam bulan ini ia kembali jakarta. Ia membeli sebuah kedai milik kenalan Ayahnya yang berada di pinggiran kota jakarta. Dalam waktu dua minggu ia selesai merenovasi ulang kedai tersebut menjadi sebuah cafe. Terlihat sederhana namun nyaman.
Tian kembali melanjutkan menggambar doodle di dinding. Cafe-nya sudah buka Dua hari yang lalu. Ia juga sudah mendapat dua orang pegawai yang membantunya bekerja di cafe tersebut.
Terlihat dua orang cewek memasuki cafe tersebut.
"Selamat sore, selamat datang di cafe kami." Sapa Tian ramah.
Salah satu cewek tersebut terdiam sambil menatap Tian yang sibuk menggambar doodle. Dengan ragu cewek tersebut mendekati Tian.
Tiam menoleh ke belakang. Ia kaget begitu melihat Keyla berdiri di belakangnya. Buru-buru diletakannya kuas dan juga cat yang ada di tangannya tersebut.
"Keyla, gue nggak nyangka bakal ketemu lo di..," Tian dengan semangat mendekat dan siap memeluk Keyla.
Bug!
Pukulan keras mendarat di perut Tian.
"Enak aja lho ya, setelah empat tahun ngilang ketemu-ketemu udah mau meluk gue seenak jidat lo" cerocos Keyla dengan kemarahan yang sudah ada di ubun-ubun.
Tian meringis memegangi perutnya. "Terserah lo mau mukul gue berapa kali. Gue beneran seneng bisa ketemu sama lo lagi," Ya meskipun Tian akui, perutnya tiba-tiba mules karena pukulan Keyla bertambah kuat.
Bug!
Satu pukulan dari Keyla mendarat di hidung Tian.
"Emang gue masih mau mukul lo kok. Ngilang gak ada kabar, gantungin perasaan gue gitu aja!" Kali ini keyla memasang kuda-kuda, siap melancarkan serangannya kepada aset negara milik Tian.
Seakan mengerti arah serangan berikutnya. Tian mundur sambil memegangi hidungnya yang sudah mengeluarkan darah.
"Jangan tendang yang ini Key, bisa-bisa kita gak punya anak kalo adek gue lo tendang"
"Apa lo bilang?! Siapa juga yang mau nikah dan punya anak sama lo!"
Duk!!!
Tepat sasaran, tendangan Keyla mengenai sasaran dengan keras.
******
"Gue bisa naik gojek" Keyla melengos, merasa sangat kesal karena Vita meninggalkannya di cafe milik Tian tersebut. Tadi Keyla sudah nenyuruh Vita menunggu dirinya yang sibuk menyumbat hidung Tian yang mimisan karena pukulannya.
"Gue maksa" Ujar Tian.
"Lo mau gue tonjok lagi?" Keyla memelototi Tian.
Sepertinya Vita sengaja meninggalkan Keyla di cafe Tian agar mereka berdua bisa mengobrol. Atau lebih tepatnya bertengkar, seperti saat ini.
Bukannya takut terkena pukulan Keyla yang sudah kelewat normal untuk ukuran gadis biasa. Tian malah tertawa menanggapi pelototan Keyla.
"Dan gue gak takut" Ejek Tian.
"Bodo ah, gue mau pulang." Keyla meraih tasnya, lalu berjalan keluar cafe.
Tian mengejarnya. Menarik pergelangan tangan Keyla.
Keyla menatap Tian. Ada rindu yang teramat besar dari keduanya.
"Ayolah, gue anter kali ini" Pinta Tian.
Keyla terdiam beberapa saat, "Terserah lo deh." Lalu berjalan menjauh dari Tian.
Tian buru-buru mengambil motornya. Kesempatan seperti ini tidak boleh ia sia-siakan.
"Ayo naik" Tian mengentikan motornya di samping Keyla, lalu memberikan helm.
"Ini kan?" Keyla memandangi motor Tian. Motor yang dulu Tian pakai untuk memboncengnya kemanapun. Ia kira motor ini sudah dijual atau malah sudah dimakan rayap.
"Napa? Heran ya napa motor ini masih gue simpen sampe sekarang, motor ini Om Pongky yang beliin. Lagipula motor ini dulu sering gue pake buat bonceng orang yang spesial. Sayang banget kalo sampe motor bersejarah ini gue jual."
Orang spesial? Gue orang spesial itu?
Tapi Keyla menepis pikiran itu."Ayo naik" Ajak Tian.
Keyla mengambil helm yang diberikan Tian, memakainya lalu naik ke jok motor Tian.
Tian melajukan motornya. Meninggalkan halaman cafe tersebut.
Cukup lama mereka terdiam. Hingga mereka melewati sebuah taman, taman yabg biasa mereka gunakan untuk menghabiskan waktu, atau sekedar ke taman itu cuma untuk main ayunan.
"Lo kenapa ngilang gitu aja?" Keyla akhirnya menecah bungkam diantara mereka.
"Gue kan gak ngilang, gue kuliah" Jawab Tian.
"Lalu napa ganti nomor, akun sosmednya ga ada yang aktif, terus napa kuliah di singapur? Emang di indonesia kampusnya jelek semua gitu?" Cerocos Keyla.
"Gue cuma nepatin permintaan terakhir Om Pongky, sambil nyembuhin luka waktu itu" ucap Tian.
Keyla terdiam, kembali mengingat semua kenangan.
Ia memeluk Tian dari belakang, "Gue juga ngerasain sakitnya, tapi napa lo malah ngilang gitu aja. Lo malah nambah rasa sakit gue, gue butuh lo, tapi lo malah ngilang gitu aja, gue masih sayang, tapi lo dengan jahatnya malah ngilang gitu aja" Tangis Keyla tumpah, ia melepas pelukannya pada Tian memukul mukul punggung Tian.
Tian memelankan laju motornya, memarkir motornya di pinngir jalan.
Tian turun dari motornya, melihat Keyla yang masih duduk di jok motornya sambil membuang muka.Tian meraih pengait helm yang dipakai Keyla, dilepaskan helm tersebut, lalu dijatuhkan asal ke tanah begitu saja.
Ia menangkup kedua pipi Keyla dengan kedua tangannya, ditatapnya gadis itu yang kini sedang nenangis.
"Maafin gue, gue kira lo udah buang jauh-jauh rasa lo buat gue." Tian memeluk Keyla yang masih saja menangis.
Salahnya, ya salah Tian yang hanya mempedulikan rasa sakitnya saja.
******
Halo....
Mungkin sebagian pembaca SH udah delete SH dari perpustakaan kali ya.
Maaf waktu itu SH emang gak pengen ku lanjut. Tapi sekarang SH bakal dilanjut sampai tamat.Happy ending atau sad ending?
Kita lihat aja kedepannya.Untuk kalian yang mungkin lagi #dirumahaja saya usahakan update satu minggu sekali.
Selamat membaca
Dari author si pawang hujan

KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Hujan
Fiksi RemajaCover by : @Keynaa_key Direvisi setelah tamat. Tentang aku, kamu dan juga hujan "Hujan pernah membuat kita dengan sengaja dipertemukan". -K- Namun, ketika yang dianggap sebagai takdir tuhan ternyata hanya sebuah kebetulan Akankah takdir masih tetap...