Part 4

5.5K 341 1
                                    

1 Minggu Kemudian

'Airin pake acara batal lari mendadak padahal dia yg ngajak. Nanggung deh ini udah sampai diperumahan. Huuh.' Aku berkata dalam hati sambil sedikit manyun. 'Ko itu mirip Mas Arian ya ?' Aku melihat mirip Mas Arian sedang mengkayuh sepeda. Iya itu benar Mas Arian.
"Mas Ariaaaann..." teriakku dari kejauhan. Dia menoleh kearahku. Lalu ia berputar arah dengan sepedanya menuju ke tempatku berdiri.
"Biasanya lari siang. Sekarang ganti sore ?"
"Airin yg ngajak. Tapi dia juga yg membatalkan. Hmmm kesel deh."
"Yaudah ayok ikut aja sama aku."
"Kemana Mas ?"
"Latian sama temen-temenku. Gapapa ayok."
"Tapi aku kan ga kenal."
"Ya ayok sama aku ntar aku kenalin. Biar kamu kalo lari ga sendirian kalo ga ada Airin."
"Gapapa nih ?" Ia mengangguk. Ku naiki sepedaku lalu membuntuti Mas Arian dibelakangnya. Ku parkirkan sepedaku disebelah sepedanya.

"Wah Arian kemajuan sekarang udah ngajak cewe." Salah seorang cowo yg potongan rambutnya cepak. Kulihat hampir semua cowo yg ada digerombolan ini potongannya cepak. Ada juga yg sedikit sudah panjang. Sementara cewe-cewenya cuma 3 mereka rambutnya pendek semua.
"Hahaa, ini temenku Mas. Dia aku ajak ikut latian sini."
"Kamu biasanya yg lari siang itu kan ?" Tanya seorang cewe.
"Iyaa. Hehee."
"Temenmu manis juga, Ar. Kelas berapa Dik ?" Tanya cowo yg lain.
"Kelas 11."
"Waah, masih junior ternyata hahaha."

Datanglah seorang lelaki yg usianya kira-kira 40an, berbadan tinggi tegap, dengan rambut cepak dan stopwatch dikalungnya.
"Udah ngumpul semua ?"
"Siap sudah, Pak." Jawab Mas Arian.
"Siapa ini cewe rambutnya dikuncir satu ? Anak baru ?" Belum sempat aku jawab Mas Arian sudah menjawabnya lebih dulu.
"Dia teman saya, Pak. Dia mau ikut gabung latihan disini."
"Mau daftar apa kamu, Dik ?" Lagi-lagi Mas Arian yg jawab.
"Katanya sih TNI, Pak."
"Jadi polwan saja, face mu manis cantik. Badanmu ramping yaaa sudah proposional. Tinggimu brapa ?"
Kali ini aku yg menjawab, "162 sentimeter, Pak."
"Bagus lah. Yasudah kamu boleh gabung disini. Syaratnya harus niat, sungguh-sungguh dan harus tepat waktu. Yaa ?"
"Siap, Pak." Jawabku.
"Panggil saja saya Pak Santoso. Namamu siapa ? Perkenalkan dulu ke teman-temanmu yg lain."
Aku pun menghadap ke segerombolan anak-anak yg sudah berdiri semua dan berbaris rapi begitu juga dg Mas Arian.
"Perkenalkan nama saya Gita Novianti Kusuma. Bisa dipanggil Gita. Saya masih kelas 11 SMA."
"Nah, sudah kenal semua ya ? Nanti kenalan tanya sama mereka namanya siapa. Kamu masih muda ya ? Yg lainnya sudah tua-tua ini hahahaa." Canda Pak Santoso saat itu.
"Ayo baris rapi..."

Sore itu aku mulai ikut latian, yaaa Mas Arian yg mengajakku tentunya. Aku berhutang budi padanya. Ia sudah baik kepadaku. Terimakasih Mas Arian.

Malam hari aku berkumpul dengan Bunda, Ayah dan Galih di ruang tengah. Aku pun menceritakannya kepada Bunda dan Ayah.
"Yah, Bun. Mulai tadi sore aku ikutan latian loh."
"Latian apa ?" Tanya Ayahku.
"Jadi gini, Gita punya kakak kelas namanya Mas Arian dia udah lama ikutan latian jasmani sama psiko buat persiapan daftar TNI dan POLRI gitu. Nah, Gita diajakin tadi. Kata Pak Santoso beliau yg ngelatih Gita boleh ikutan. Gita seneng deh bisa ikutan latian buat persiapan. Dapat teman-teman baru juga."
"Gita beneran mau daftar TNI lulus SMA ?"
"Mbak Gita knapa daftar gituan sih ? Kuliah aja enak jadi guru kek. Atau kerja dikantoran gitu." Galih ikutan.
"Gita ga pengen kuliah, Yah. Gita beneran mau daftar TNI. Ini cita-cita Gita."
"Ntar kalo Mbak Gita jadi TNI aku juga daftar TNI, gimana ?"
"Ya terserah kamu, tapi inget yaa ? Pangkatku lebih tinggi daripada kamu wleee"
"Beneran kamu gamau kuliah ?" Tanya Bunda juga.
"Iyaa Bunda. Gita niat ini."
"Knapa ga pilih polwan saja ?"
"Iyasih tadi Pak Santoso menyarankan, tapi semuanya dari hati kan, Bun. Bunda pernah bilang mau jadi apapun kamu, turutilah kata hatimu. Asal itu terbaik dan bermanfaat bagi orang sekitar. Ya ini udah ngikutin kata hati."
"Yasudah, kamu niat saja, kalau memang itu cita-citamu teruskan. Belajarnya yg rajin biar nilainya bagus, sungguh-sungguh ikut latiannya."
"Kalo Mbak Gita jadi TNI, Adik Galih jadi TNI juga, sepi ini rumah tinggal Bunda sama Ayah."
Bunda berkata demikian serasa takut kesepian.
Kupeluk Bunda. "Bunda, sejauh apapun nanti Gita sama Galih, Gita janji ga lupa buat pulang kerumah. Sejauh apapun Gita dan Galih, itu juga demi Bunda dan Ayah. Buat membanggakan Bunda dan Ayah. Percaya sama Gita."
Bunda pun memelukku erat. Ayah mengusap rambutku sambil tersenyum.
"Apa yg dikatakan Mbak Gita benar. Galih juga pasti bakalan mewujudkan cita-cita dan membanggakan Bunda, Ayah sama Mbak Gita. SMA nanti Galih pasti bertransformasi jadi yg lebih baik." Ucap Galih
"Huuh, lebay kamu Dek." Aku pun mencubit pipi Galih.
"Ihh apaan sih Mbak Gita. Sakit nih."
"Hahahaha." Kami pun tertawa dalam kehangatan suasana.

Upacara rutin hari senin telah usai. Panasnya matahari pagi membuatku ingin cepat-cepat ke kelas dan merasakan sejuknya AC. Ketika aku, Airin dan beberapa teman sekelasku berjalan menuju kelas, Mas Arian tiba-tiba menghentikan langkahku.
"Gita ?"
"Loh, ada apa Mas ? Kalian duluan aja deh gapapa."
"Hayooo ada apa nih Bang Arian sama Gita ?" Tanya Siska.
"Kepo ihh kepo. Udah sana."
"Yaudeh nyook, duluan aje kite. Elu pada ga engap ape yeee. Nyok nyook." Beruntung Airin segera menggiring teman-temanku ke kelas.
"Nanti sore ada latian psiko dirumah Pak Santoso. Kamu gatau rumahnya kan ?"
"Nanti sore ya Mas ? Ngga tau sih."
"Aku ga punya kontak apapun buat ngabarin ke kamu."
"Oh iyayaa. Yaudah aku kasih nomer hape aja deh ya. Kalo ada apa-apa wa aja."
"Tulis nomermu."
"..." aku mengetik nomer wa ku di smartphone milik Mas Arian. "Sudah, terus nanti gimana Mas ? Aku kan gatau rumahnya. Gini aja deh, kita janjian di depan gapura perumahan. Gimana ?"
"Gapapa deh. Bawa motor aja ya ?"
"Beres Mas. Udah ga ada yg diomongin lagi kan ?"
"Yaudah kamu balik aja ke kelas."
"Hmmm oke, sampai ketemu nanti sore ya Mas." Aku pun pergi melanjutkan langkahku.

Sore itupun aku berpamitan pada Bunda yg kebetulan sudah pulang bekerja. Aku mengendarai motor maticku tak lupa memakai helm dan melaju menuju gapura perumahan tempat biasa aku lari.
Ternyata Mas Arian disana sudah menungguku diatas sepeda motor klx hitamnya sambil mengenakan helm teropong hitam juga. Aku pun membuntutinya dibelakang. Tidak ngebut dan tidak pelan. Yaa standar lajunya. Kamipun sampai lalu memarkirkan motor dihalaman rumah Pak Santoso yg cukup luas. Ternyata teman-teman sudah berkumpul digazebo taman sebelah rumahnya.
"Duduk sini, Git sebelahku." Ajak cewe beralis tebal dan kulitnya hitam manis. Namanya Mbak Maria. Dia ramah dan perhatian meskipun aku anak baru disini.
"Git, kamu gatau siapa pacarnya Arian ?" Tanya Mbak Citra sambil sedikit berbisik.
"Aku kira si Gita ini pacarnya kemarin. Habis waktu itu sempat kita liat kalian berdua duduk dibangku." Kata Mbak Rere
"Knapa Mbak Citra sama Mbak Rere tanya pacar dia ke aku ? Aku juga gatau." Aku cukup bingung menjawabnya.
"Soalnya cuma dia tuh disini yg ga pernah ketahuan punya pacar. Dia jones beneran ternyata. Kalo kamu punya pacar ga ?"
"Hehehe, ngga Mbak" aku menjawab pertanyaan Mbak Maria.
"Yaudah jadian aja tuh sama Arian. Cocok, Dik." Aku kaget dg perkataan Mbak Citra.

Tak berapa lama kemudian Pak Santoso datang.
"Disuruh belajar itu contoh-contoh soalnya malah ngerumpi Ibu-ibu. Ngerumpi apaan sih ?"
"Dik Gita, masih jomblo ya ?" Tanya cowo berhidung mancung yg bernama Mas Ghani. Aku lirik Mas Arian yg duduk agak jauhan dariku sedang melihat Mas Ghani yg mencoba duduk disebelahku.
"Knapa ya Mas ?"
"Gapapa tanya aja."
"Mau promosi dia kalo habis putus lagi cari pengganti Dik wkwkwk." Jawab Mas Widi
"Ghani, balik !" Perintah Pak Santoso.
"Siap. Bapak ihh gatau anak muda aja." Celetuk Mas Ghani.
"Kamu muda ? Ingat umurmu ini tahun terakhir. Kalo kamu ga lolos pendaftaran nanti, jangan merasa anak muda ya."
"Siap, Pak. Siap."

Pukul 18.00 WIB latian psiko sudah selesai. Setelah sholat maghrib berjamaah dimusholla dekat rumah Pak Santoso, Mbak dan Mas disini pamit satu persatu untuk pulang. Begitu juga dengan aku dan Mas Arian.
"Pak, mohon ijin saya mau fokus belajar buat Unas. Nanti kalau sudah Unas saya fokus lagi latian."
"Oh iya, kamu kelas 12 ya ? Sama seperti Citra, Rizal sama Widi dong. Gapapa dah kamu fokus Unas. Belajar yg tekun." Aku hanya mendengarkan Mas Arian dan Pak Santoso bicara dg logat yg tegas. Beliau berdinas di Kodam dengan pangkat Mayor.
"Siap, Pak."
"Gita kamu tetep latian terus aja. Masih ada Mbak Maria sama Rere kan ?"
"Iya, Pak. Siap."

Saat aku hendak memakai helm Mas Arian memanggilku.
"Gita ?"
"Iya apa Mas ?"
"Kamu gapapa kan latian tanpa aku ?"
"Gapapa ko, Mas. Kamu emang harus fokus belajar buat Unas kan jadi emang harus libur latian dulu."
"Yaudah. Kamu hati-hati aja sama cowo-cowo disini. Jangan sampe di php apalagi di modusi. Terutama sama Mas Ghani tuh. Dia buaya darat."
"Hahahaha yaelah Mas, woles. Aku disini niatnya latian ko."
"Ya kamu hati-hati aja jangan sampe terbujuk rayuan mereka gitu." Kata Mas Arian lalu memakai helm teropongnya. Kamipun pulang menuju rumah masing-masing.

KULEPAS DIA DEMI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang