Hari Minggu. Seperti pagi-pagi yang sebelumnya aku melakukan kegiatan wajib sebagai seorang istri yaitu memasak. Aku sibuk di dapur sendiri. Sebab akulah satu-satunya wanita dirumah ini, hanya ada Mas Nando dan Ayah. Sementara Galih berdinas di Jakarta. Semoga saja adikku itu bisa hidup mandiri sendiri di asramanya.
"Masak apaan nih?" Mas Nando tiba-tiba muncul dibelakangku lalu meletakkan kepalanya di pundak kananku.
"Eh Mas udah bangun? Nih masak capcay sama ayam goreng."
"Udah rajin, pinter masak juga. Sini aku kasih hadiah dulu." Mas Nando mencium pipi kananku.
"Hehehehe, bisa aja kalo ngasih hadiah."
"Selesai masak kita cfdan yuk."
"Tumben ngajak cfd? Biasanya ngajak jogging di lapangan."
"Gapapa, pengen aja cfdan. Hehehe." Mas Nando melingkarkan tangannya di perutku.
"Daripada Mas gini doang mending bantuin aku masak biar cepat selesai terus berangkat cfd."
"Gamau, aku bantu kamu dengan pelukan aja. Biar kamu masaknya pake rasa sayang yang lebih." Ia mengeratkan tangannya.
"Hmmm, gombal. Ini susah Sayaaang. Kalo kamu gini terus aku masaknya gimana? Mas Nando tunggu aja deh, itu susunya di meja makan diminum dulu udah aku siapin."
"Heheheee. Iyaa Sayangku." Mas Nando kembali mencium pipiku. Aku beruntung sekali menikah dengannya. Ia adalah suami yang selama ini aku harapkan. Dia memberiku kasih sayang yang tidak pernah henti dan tidak mengkhianatiku. Ia juga menjadi imam yang selama ini aku dambakan.
Setelah memasak aku dan Mas Nando bersepeda untuk mengikuti car free day. Kami berhenti di alun-alun kota lalu duduk-duduk di bangku sambil melihat keramaian di sekeliling.
"Besok pulang dinas ke Mama sama Papa yuk."
"Langsung aja ya, Mas. Biar pulangnya ga kemaleman kasihan Ayah kalo ditinggal sampe malem sendirian."
"Iyaa, Dik."
Saat aku sedang asik ngobrol dengan Mas Nando tiba-tiba seorang anak kecil permpuan menangis di sebelahku sambil memegangi balonnya.
"Mamaa.... Huhuhuu... Mamaaa...."
"Yaa Allah, sayang kenapa?" Aku pun menghampirinya yang sedang menangis.
"Mamaaaa... Mamaaa..."
Aku melihat sekeliling tapi tidak ada seorangpun yang menghampiri anak kecil yang berusia sekitar 3 tahun ini.
"Dik, sepertinya dia kehilangan Mamanya." Kata Mas Nando.
"Iyaa, Mas. Kita bawa ke petugas keamanan sini aja biar di infokan. Kasian dia." Akupun menggendong gadis kecil yang tengah menangis ini menuju ke petugas bersama Mas Nando.
Sesampainya di pos petugas akupun mencoba menenangkan gadis kecil ini.
"Cup... cup... Sayang jangan nangis ya, bentar lagi Mama adek kesini.""Maa... Mama..."
"Ini buat adek, ga boleh nangis yaa. Om beliin es krim nih." Mas Nando memberikan es krim padanya. Untung dia sedikit tenang terbujuk dengan es krim yang diberi Mas Nando.
"Udah ga boleh nangis lagi yaa, anak cantik ko. Nanti om beliin lagi."Aku mengusap air matanya sambil ia asik memakan es krimnya. Mas Nando memegangi balon yang dibawanya.
"Sayang namanya siapa?""Ica."
"Mas, Ica? Ika? Atau lainnya? Dia masih kecil pasti ngomongnya masih susah."
"Iya juga, Dik."
"Gapapa Mbak, nanti orangtuanya kan bisa nyari tau dari pakaian dan ciri-cirinya adik ini." Jawab petugas keamanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KULEPAS DIA DEMI CINTA
RandomCerita ini masih berlatar dunia militer. Mengisahkan perjalanan cinta, impian disertai pengorbanan seorang lelaki merelakan wanita yg sangat ia cintai untuk bersanding dg lelaki yg lebih pantas dari dirinya. Kalo ada typonya mohon maaf yaa hehe. Jan...